Jungwoo

1.2K 144 4
                                    

Suasana Sabtu sore ini aneh; dalam arti tidak jelas. Awan terlihat kelabu, tapi terasa gerah dan panas. Benar-benar jenis cuaca yang tepat untuk mendekam dalam kamar karena malas, sehingga kamu hanya tidur-tiduran sambil asyik menjelajah media sosial.

Sebenarnya, banyak hal yang harus kamu kerjakan. Ambil sampel kamarmu sendiri. Kamarmu tidak bisa dikategorikan rapi, karena berantakan. Tugas-tugas sekolahmu juga menggenang di meja, entah sejak kapan. Belum lagi pakaian yang harus disetrika yang membentuk tumpukan.

Itu baru kamar. Kalau mau melihat dari skala satu rumah, akan lebih banyak lagi pekerjaan. Piring, lantai, baju, sepeda, kandang kucing, semuanya menunggu untuk dibersihkan. Tapi karena gelombang malas sudah menyerang, kamu tidak bisa lagi melawan.

Saat sedang asyik menonton video kompilasi lumba-lumba, layar ponselmu mendadak berubah tampilan karena seseorang yang menelepon. Kamu mengangkatnya dengan setengah hati, tapi tetap berusaha ramah ketika menyapa, "Halo?"

"Hai," sahut seseorang di seberang. "Di mana kamu?"

"Di rumah."

"Masih di rumah?" Nadanya terdengar kaget, seperti baru mendapat lotere.

"Ya. Memangnya kenapa?"

"Aku sudah menunggu dari tadi, kalau kamu ingin tahu."

"Menunggu di mana–––ASTAGA!"

Kamu mendadak teringat janjimu pada si penelepon ini, Kim Jungwoo. Ini hari Sabtu, dan kalian sudah sepakat untuk menghabiskan akhir pekan di festival tahunan kota sejak lama. Demi Tuhan, kenapa bisa lupa?

"Astaga, Jungwoo, maafkan aku!" Kamu kelabakan meminta maaf. "Aku benar-benar tidak ingat!"

Terdengar helaan napas Jungwoo yang pasrah, kasihan sekali. "Sudah kuduga," ujarnya kemudian.

"Tunggu sebentar lagi, aku segera ke sana!"

"Baiklah––"

Sambungan lalu kamu sudahi, yang menjadi tanda awal bagimu untuk memperbaiki diri. Waktu yang menunjukkan pukul empat menandakan kalau Jungwoo sudah menunggu lumayan lama, karena kalian janji bertemu setengah jam sebelumnya. Jadi, kamu buru-buru menyusul Jungwoo ke lapangan kota tempat festival itu diadakan. Sesampainya di sana, kamu dengan mudah menemukan Jungwoo yang berdiri sendiri di dekat gerbang masuk, seperti anak kucing tersesat.

Wah, imutnya. Namun wajah Jungwoo tidak tampak demikian. Ketika kamu menghampirinya, wajahnya tidak menunjukkan perubahan berarti, bahkan setelah kamu berkata, "Jungwoo! Maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar lupa."

Jungwoo memasang tampang kecewa. "Yah, dasar pikun," gerutunya. "Kamu tidak tahu berapa lama aku menunggu?"

Kamu menatap ujung sepatumu sambil mencicit, "Maafkan aku."

Jungwoo mengamatimu sejenak, lalu tiba-tiba mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih cerah. "Kenapa kamu imut sekali?" kelakarnya sambil tertawa.

Kamu lekas mengangkat kepala untuk menatapnya. "Kamu tidak marah?" tanyamu.

"Kata siapa aku tidak marah?" sahut Jungwoo, matanya melebar.

Ih, bagaimana, sih? Apa yang sebenarnya Jungwoo rasakan? "Aku minta maaf, Jungwoo," pintamu sekali lagi.

"Hah, baiklah," desis Jungwoo. Tangannya lalu bergerak menuju puncak kepalamu dan menepuknya, sambil berkata, "Lupakan saja."

Tanpa sadar kamu mengembuskan napas lega. Sebenarnya tadi bukan sesuatu yang besar, dan bahkan Jungwoo lebih sering terlambat dibanding kamu. Hanya saja kamu merasa terintimidasi oleh ekspresi kecewa Jungwoo yang baru kali tadi kamu dapati. Jungwoo mendadak jadi menakutkan.

Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang