Pagi ini terlihat normal seperti pagi-pagi sebelumnya. Untuk ukuran orang yang tidak ada kerjaan, seharusnya hari ini akan jadi hari yang menyenangkan. Sayangnya, kamu bukan salah satunya. Kamu masih harus bersekolah, demi masa depan yang cerah, juga orangtua yang tidak marah. Membuat malas, memang, tapi bagaimana lagi, kamu tidak punya pilihan lain sebagai makhluk berusia tujuh belas di kelas tiga SMA.
Hah.
Tapi kalau boleh jujur, kehidupan sekolah sebenarnya tidak semenyeramkan itu. Kamu menjalaninya dengan damai dan biasa saja, tanpa drama-drama berarti. Kalaupun ada drama, kamu tidak pernah terlibat di dalamnya dan hanya jadi pemirsa. Sungguh seru. Dan yang terpenting, orang-orang sekolahmu pun jauh dari kata bermasalah dan menyebalkan--eh, kecuali satu.
"Selamat pagi."
Belum ada lima detik kamu memunculkannya dalam pikiranmu, wujud aslinya sudah muncul. Merasa terpanggil, mungkin. Kamu jadi tahu apa yang tidak boleh kamu letakkan di pikiranmu selanjutnya hari ini.
"Hei, selamat pagi!"
Kamu tidak menahan langkah ketika nadanya berubah ketus, memintamu untuk memerhatikannya. Karena kamu tidak kunjung melakukannya, orang itu menarik tanganmu dan memaksamu berhenti. Kamu mengolah napas sesabar mungkin, mencoba menahan kata-kata yang terlalu dini dikeluarkan pagi ini. Rupanya sedikit berhasil, karena yang terlontar keluar dari mulutmu adalah, "Apa maumu?"
Nada bicaramu sama sekali tidak ramah, membuat Lee Haechan mendelik sambil bersedekap di dada. "Wah," ucapnya, merasa tersakiti. "Bukannya sapaan harus dibalas, ya?"
"Kenapa pula aku harus membalas sapaanmu?" sahutmu sinis.
"Yah, harusnya kan begitu."
"Terserahmulah," tukasmu seraya meninggalkannya lagi.
Tentu saja Haechan menyusulmu dengan mudah. "Heh, mau ke mana? Aku belum selesai bicara!" serunya.
Dalam bayanganmu, pagi ini akan berjalan baik, karena sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Namun ternyata tidak, Lee Haechan sudah berkeliaran. Entah apa yang memotivasinya untuk datang sepagi ini, tapi itu bukan urusanmu. Sekarang lebih baik fokus berjalan cepat untuk menghindari Haechan yang selalu melangkah lebar.
Kenapa perlu bersikap begitu? Haechan adalah salah satu manusia di dunia ini yang paling banyak mau. Tidak mungkin dia mau menyapamu atas dasar keramahan; dia pasti mau sesuatu. Kali ini maunya adalah tugas Trigonometri.
Bukannya pelit, tapi kamu mempertimbangkan nilaimu pribadi. Gurumu selalu bisa mendeteksi siapa-siapa saja yang menyalin jawaban, meskipun sudah dimodifikasi se-tidak-mirip mungkin. Entah bagaimana caranya. Kalau sudah ketahuan menyontek, siapa pun yang terlibat akan mendapat pengurangan nilai. Terima kasih, kamu terlalu sayang nilai.
Dan lagi pula, Haechan adalah orang yang masuk dalam daftar hitammu. Dia terlalu menyebalkan dan mengganggu. Bukan hanya itu, dia juga pelanggan tetap ruang konseling sekolah karena banyak tingkah. Coba kalau dia bersikap baik-baik seperti temanmu pada umumnya, mungkin kamu akan memperlakukannya dengan lebih baik.
"Ayolah, dengarkan aku dulu."
Kamu mengabaikan Haechan yang tetap mengekorimu. Gigih sekali dia, padahal kamu sudah berada di toilet wanita. Dia terlihat akan meminta perhatian lagi, tapi batal karena seseorang berteriak panik, "Hei, Lee Haechan! Apa yang kamu lakukan di sini?! Keluar!"
Itu membuat Haechan menghela napas, dan akhirnya hilang dari radarmu. Baguslah.
Orang tadi ternyata Sinhye, salah satu temanmu, dan dia masih syok. "Itu tadi Haechan ... kenapa dia bisa di sini? Apa yang dia lakukan? Apa yang habis kalian lakukan?" tembaknya bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengandaian: NCT | [NCT Imagines!]
FanfictionKamu bisa jadi apa saja; termasuk jadi apa pun yang kamu inginkan bersama anggota NCT. Cukup dengan berandai-andai. Ini, adalah pengandaianku. Silakan ambil bagian di dalamnya.