Prologue: Drunken Register

52.5K 4.5K 840
                                    

Namjoon membanting gelasnya ke meja setelah dia mengosongkan isi gelas itu. Pria itu mendesah puas dan mengusap bibirnya, menghilangkan jejak minuman yang tersisa di sana kemudian tangannya kembali digunakan untuk mengisi gelasnya.

Namjoon lupa sudah berapa botol liquor dia habiskan, padahal botol-botol minuman keras yang disimpannya di lemari kaca khusus itu adalah koleksinya dan harga perbotolnya pun sangat mahal.

Akan tetapi saat ini Namjoon tidak peduli, dia benar-benar ingin mabuk dan melupakan segalanya.

Termasuk melupakan wanita yang baru saja menolaknya.

Sialan, padahal apa kurangnya Namjoon? Dia tampan, berkarisma, dan dia jelas sukses. Bagaimana mungkin wanita itu menolak Namjoon dan pergi begitu saja hanya karena orangtuanya sudah menjodohkannya dengan pria lain di kampung halamannya?

Cih, padahal kalau orangtua gadis itu melihat Namjoon, Namjoon yakin mereka akan mengizinkan Namjoon menikahi anak gadis mereka.

Pikiran itu entah kenapa kembali membuat Namjoon marah, dia meraih botol liquor selanjutnya, kali ini bourbon kesukaan Namjoon, dan mengisi kembali gelasnya.

Namjoon benar-benar tidak terima, dia bisa mendapatkan wanita manapun hanya dengan sekali tunjuk. Akan tetapi gadis itu justru menolaknya dengan begitu santai, Namjoon benar-benar tidak terima.

Padahal Namjoon sudah berniat mendaftarkan pernikahan mereka secara hukum karena Namjoon belum siap menggelar resepsi karena kesibukannya.

Namjoon melirik ke arah kertas beserta amplop yang diletakkannya di sebelah botol-botol minuman keras.

Itu adalah lembar registrasi pernikahan yang Namjoon minta pada penasihat hukumnya siang tadi. Namjoon sudah benar-benar serius untuk menikah dengan gadis itu namun dia justru pergi begitu saja.

Sial, mengingat itu membuat Namjoon marah.

Namjoon menghela napas kasar dan dengan gerakan sedikit limbung dia menyambar botol minumannya. Dia sedikit terhuyung namun pada akhirnya Namjoon berhasil berdiri, masih dengan langkah kaki yang melayang, Namjoon berjalan menuju salah satu buffet dan membuka lacinya.

Pria itu menyeringai saat melihat sebuah pulpen kemudian dia pun mengambilnya dan kembali ke meja, menuju lembar registrasi pernikahannya.

Namjoon terkekeh pelan saat dia menggoreskan tinta hitam pulpen ke atas kertas.

"Rasakan ini, Kim Seojin. Ini adalah pembalasan karena kau menolakku." Namjoon menuliskan namanya di kolom mempelai pria kemudian menggeser tangannya untuk mengisi kolom mempelai wanita.

Namjoon sedikit cegukan akibat alkohol namun tangannya tidak berhenti menuliskan sebuah nama.

"Kim.. Seo.. Jin." Namjoon tersenyum lebar saat sudah selesai menuliskan kedua nama, dengan gerakan terhuyung dia melipat lembar registrasi pernikahan itu dan memasukkannya ke dalam amplop.

Kemudian setelahnya Namjoon berjalan menuju telepon dan menghubungi bagian concierge penthousenya yang mewah untuk mengantarkan amplop itu ke penasihat hukumnya.

Namjoon tertawa-tawa seperti orang tidak waras saat dia berjalan untuk mengambil ponselnya di meja. Dia menekan speed dial nomor enam untuk menghubungi penasihat hukumnya.

"Yo! Aku sudah mengirimkan berkas padamu. Segera urus itu agar besok berkasnya bisa legal." perintah Namjoon asal pada penasihat hukumnya.

Namjoon menutup telepon dan setelahnya dia ambruk di atas meja, masih sambil tertawa-tawa.

.
.
.

Keesokkan harinya Namjoon terbangun dengan sakit kepala hebat di kepalanya. Rasanya seolah ada seseorang yang memukuli kepalanya dengan palu godam.

Legally BoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang