Seokjin memperhatikan saat Seojin berjalan menghampiri meja Namjoon dan meletakkan berkas yang dibawanya ke sana, bertumpuk bersama berkas-berkas lain yang sudah ada di meja.
Seojin menoleh ke arah Seokjin dan tersenyum, "Apa anda baik-baik saja? Saya sudah mendengar soal apa yang anda alami."
Seokjin tersenyum, beritanya memang sudah tersebar luas dan Seokjin rasa seisi Korea Selatan sudah tahu soal dirinya yang dilempari telur. "Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih."
"Senang mendengarnya, kalau begitu, saya permisi." Seojin membungkuk sopan dan Seokjin berdiri.
"Tunggu," sela Seokjin.
Seojin menegakkan tubuhnya, "Ya?"
Seokjin menarik napas dalam, "Bisa kita.. bicara sebentar?"
Seojin mengangguk, "Tentu saja, apa yang ingin anda bicarakan?"
Seokjin bergerak-gerak canggung, dia menuding sofa di hadapannya, "Duduklah dulu."
Seojin duduk dengan rapi di sofa yang berada di hadapan Seokjin sementara Seokjin kembali duduk di sofanya. Seokjin memperhatikan Seojin dan wanita itu terlihat tenang, dia sama sekali tidak menampilkan emosi berlebih.
"Ada yang ingin kutanyakan," Seokjin melirik Seojin dengan hati-hati, "Apa kau tidak marah padaku?"
Dahi Seojin mengerut sementara wajahnya terlihat bingung. "Marah? Untuk?"
Seokjin mengangkat bahunya, "Karena menikah dengan Namjoon? Aku sudah dengar dari Namjoon, dia bermaksud melamarmu, bukan?"
Seojin tersenyum, dia sudah mendengar seluruh cerita terkait hubungan di antara Namjoon dan Seokjin secara langsung dan Seojin tidak menyangka Seokjin akan menanyakan hal ini padanya. Namjoon sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa dia posesif akan Seokjin dan sekarang Seokjin terlihat khawatir mengenai perasaan Seojin karena Seokjin menikah dengan Namjoon.
Seojin menahan dirinya untuk tidak tertawa melihat situasi yang dihadapinya.
Apakah pria memang terbiasa untuk tidak paham pada perasaan mereka sendiri?
Seojin menatap Seokjin dan menggeleng pelan, "Tidak, aku tidak marah padamu." Seojin berbicara dalam bahasa tidak terlalu formal seraya menahan tawanya, "Apakah aku harus marah padamu?"
Seokjin tertegun, dia tidak yakin harus mengatakan apa, Seojin duduk di hadapannya dengan wajah tenangnya. Seokjin menarik napas dalam, "Yah, seperti yang kau ketahui, aku bekerja dalam industri entertainment dan.. aku tahu bagaimana sikap wanita pada pria yang disukainya, jadi.. aku.."
Seojin tertawa pelan, "Apakah aku pernah mengatakan aku menyukai Namjoon?"
Seokjin mengatupkan bibirnya, itu benar. Apa yang Seojin katakan ada benarnya, selama ini Seokjin hanya mendengar sisi perasaan Namjoon dan dia tidak tahu bagaimana perasaan Seojin yang sesungguhnya pada Namjoon.
Well, yah, bukan suatu hal yang tidak mungkin jika Seojin sebenarnya tidak menyukai Namjoon, bukan? Toh sejak awal mereka memang tidak berkencan dalam artian sesungguhnya.
Seojin tersenyum tipis memperhatikan raut wajah Seokjin. Seokjin benar-benar berbeda dengannya, dia dan Seokjin bagaikan dua sisi yang saling berlawanan, dan Seojin merasa takdir memang terkadang selucu itu.
"Kurasa ada sedikit kesalah pahaman di sini, ya kan?" Seojin memajukan tubuhnya, "Aku.. dulu menyukai Namjoon. Namjoon pria yang baik, bisa dibilang penampilan luarnya sangat sempurna dan jelas akan membius wanita manapun."
Seokjin mengangguk, telinganya terbuka lebar untuk mendengarkan cerita Seojin.
"Tapi sebenarnya, aku sudah memiliki tunangan, orangtuaku mengatur pernikahan ini. Sayangnya, calon suamiku itu merasa 'terintimidasi' akan pembawaan diriku yang mandiri sehingga dia mengulur-ulur waktu pernikahan kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Legally Bound
FanfictionSemua berawal dari kegilaan seorang Kim Namjoon yang bermaksud untuk menjebak wanita yang sudah menolaknya dengan cara mendaftarkan pernikahan dengan nama mereka. Akan tetapi, Namjoon melakukan sebuah kesalahan besar dengan melakukan hal tersebut s...