Part 3

813 173 8
                                    

Awalnya Yong Hwa akan masa bodoh saja dengan kehidupan mereka, yang penting dirinya sudah memberikannya tempat tinggal. Mungkin memang hanya kamar ajhumma, tapi karena beberapa alasan kuat, kamar itu menjadi paling tepat untuk menampung wanita selewat seperti Shin Hye. Namun ia menjadi sangat penasaran kala mendengar celoteh Shin Hye yang akan mengajak bayinya bekerja di klub. Yong Hwa benar-benar tidak bisa masa bodoh. Shin Hye yang pergi ke klub tidak peduli, tapi bayi dibawa ke klub... Yong Hwa menjadi gelisah.

Dilihatnya ke belakang, Shin Hye masih belum selesai menyuapi bayinya. Yong Hwa kembali lagi ke ruang tengah. Ia harus bertanya kepada Shin Hye mengenai rencananya itu. Hal itu membuatnya tidak bisa duduk tenang. Akhirnya ia melangkah lagi ke belakang.
"Shin Hye-ssi, kalau bayimu selesai makan bisa kita bicara sebentar?" tanyanya dari pintu dapur.
"Hyun Joon sudah selesai kok makannya, Tn Jung. Tapi aku akan mengelonnya dulu biar tidur, supaya dia tidak mengganggu kita bicara." tukas Shin Hye.
"Apa akan lama?"
"Aniyo. Paling setengah jam..."
"Ya sudah."
Yong Hwa kembali ke dalam rumah.

Kurang lebih setengah jam seperti yang dikatakannya, Shin Hye lantas menghampiri Yong Hwa ke ruang tengah. Tampilannya yang polos dengan pakaian rumahan lusuh justru memperlihatkan wajahnya yang sebenarnya cukup enak dilihat. Sorot matanya terasa berbeda dengan ketika mengenakan pakaian seksi dan make up tebal. Lembut, tidak liar dan menakutkan.
Dia tidak berani menantang tatapan Yong Hwa dengan terus melihat ke lantai, gesture tubuhnya pun takjim seperti terhadap majikan. Dia berdiri dihadapan Yong Hwa yang tengah duduk di sofa.
"Anakmu sudah tidur?" tanya Yong Hwa menatapnya.
"Nde, sudah, Tuan."
"Aku mendengar omonganmu tadi kepada bayimu, kau besok akan mulai bekerja lagi?"
"Iya, karena susunya sudah hampir habis."
"Dan kau akan membawanya bekerja aku dengar, benar?"
"Nde."
"Neo micosso...?" belalak Yong Hwa.
Shin Hye seketika menatap wajah Yong Hwa.
"Ye...?" tanyanya.
"Kau akan membawa bayimu ke klub?" tatap Yong Hwa tajam.
"Karena aku tidak bisa meninggalkannya di rumah sendirian. Aku pun tidak akan kurang ajar dengan menitipkannya kepada Anda."
"Mworagu...? Menitipkan dia padaku?" mata Yong Hwa terbelalak semakin lebar.
"Oleh sebab itu biar aku membawanya saja, Tuan." ralat Shin Hye cepat.
Yong Hwa menghembuskan napas keras. Ditatapnya Shin Hye dari atas sampai bawah.

Memang benar, kalau ingin melarangnya membawa bayi ke klub, artinya harus ada yang menjaganya di rumah.
"Apa sebelumnya kau pun selalu membawanya ke klub?" tanya Yong Hwa menurunkan nada suaranya.
Shin Hye mengangguk. "Karena tidak ads yang menjaganya di rumah." jawabnya.
"Duduklah! Kita bicara sebentar." Yong Hwa menunjuk sofa di depannya.
"Nde, kamsahamnidha." Shin Hye melangkah ke sofa.
"Kalau pada 2 minggu terakhir saja kau membawanya ke klub, sebelumnya bagaimana?" tatap Yong Hwa setelah Shin Hye duduk.
"Aku tidak bekerja dimana pun saat Oppa menafkahi kami. Tapi 3 bulan terakhir entah apa yang terjadi terhadap ayah Hyun Joon karena dia lalu menghilang. Terpaksa aku menarik seluruh uang deposit, dengan uang itulah kami hidup. Dan uang itu pun semakin habis sementara Oppa tidak kunjung datang, makanya kemudian aku bekerja. Seperti itu ceritanya, Tn Jung." cerita Shin Hye.
"Tapi klub bukan tempat yang baik untuk bayi." cela Yong Hwa.
"Benar, aku pun sangat sadar akan hal itu. Tapi aku tidak punya pilihan."

Yong Hwa terdiam mendapat jawaban itu. Meski dalam hatinya ia ingin mengomel seperti ini :

Makanya sebelum berbuat itu pikirkan akibatnya! Sekarang kalau sudah lahir seorang bayi seperti ini, bukan hanya kau yang repot. Tapi bayimu yang jadi korban.

Tapi akhirnya kalimat ini yang dia ucapkan, sadar jika dirinya tidak berhak menghakimi dosa seseorang.
"Semua urusanmu aku tahu, aku tidak berhak ikut campur. Meski kau tinggal di rumahku. Tapi mendengar bayimu akan dibawa ke klub aku sungguh tidak tega. Selain bising, klub itu sangat polusi. Asap rokok dimana-mana dan kau membiarkan bayimu menghirupnya. Apa itu bukan cara kau menumbuhkan penyakit ditubuhnya?" tatap Yong Hwa lagi.
"Tapi aku pun tidak bisa membiarkannya kelaparan, Tuan." bantah Shin Hye.
"Maksudku, tidak bisakah kau mencari pekerjaan yang lain saja? Bekerja disiang hari?"
"Sebelum aku memutuskan membawanya ke klub tentu itu semua telah kulakukan, Tn Jung. Tapi tidak ada satu pun yang mau menerimaku bekerja bila sambil membawa bayi. Disamping itu, aku harus mengumpulkan uang untuk deposit. Dan penghasilan bekerja di klub cukup besar, sehingga aku bisa menyisihkan setiap bulan." urai Shin Hye mengenai kesulitan hidupnya.

Yong Hwa menghela napas lagi dalam. Mendengar kehidupan Shin Hye yang pahit, ia menjadi marah kepada lelaki tidak bertanggung jawab itu. Dan kesal dengan kebodohan perempuan ini. Jika dia smart mestinya tidak mau dibodohi sedemikian rupa sehingga membiarkan dirinya jadi korban. Tapi ingat dengan cerita Bapak Paul yang mengatakan Shin Hye jatuh cinta kepada kakak angkatnya itu. Dan untuk sekian lamanya hidup Shin Hye bergantung kepadanya. Dengan 2 alasan itu memang tentu saja Shin Hye akan bersedia berkorban untuk pria yang dicintainya itu. Ah, dasar wanita lemah. Yong Hwa menjadi kesal sekali kepada Shin Hye.
"Dengar, jika aku membelikan susu untuk anakmu, apa kau bisa tetap menjaganya di rumah?" tatap Yong Hwa akhirnya.
Shin Hye mengurai senyum lembut. "Yang Hyun Joon butuhkan bukan hanya susu, Tn Jung. Tapi makanan, lalu pakaian karena bayi cepat sekali tumbuh. Aku sangat berterima kasih sudah diijinkan menempati salah satu kamar di rumah Anda ini tanpa harus membayar. Menghidupi Hyun Joon adalah tugasku sebagai ibunya. Terima kasih atas kebaikan Anda." Shin Hye membungkukan badan.

Yong Hwa menengadahkan wajah sambil mengepalkan tangan. Jadi memang bayi itu tetap akan dibawa ke klub? Ya Tuhan...! Kenapa harus dirinya yang resah mengetahui bayi itu akan dibawa ke klub, ayahnya saja masa bodoh anaknya bisa makan atau tidak. Tapi demi Tuhan ia tidak bisa diam berpangku tangan mengetahui itu. Sebab dirinya mengetahui dan sebenarnya bisa berbuat untuk mencegahnya.
"Shin Hye-ssi, bagaimana kalau tinggalkan dia bersama ajhumma yang mengurus rumah ini. Aku akan minta Cha Ajhumma untuk menjaganya." tawarnya akhirnya.
"Berapa aku harus membayar ajhumma itu nanti, Tuan?"
"Kau tidak harus pikirkan, biar aku yang membayarnya. Aku sungguh tidak bisa membiarkan kau membawanya ke klub." putus Yong Hwa membuat senyum di bibir Shin Hye.
"Kamsahamnidha, Jung Yong Hwa-ssi! Noum kamsahamnidha!" bungkuk Shin Hye berulang kali.
"Kau boleh pergi sekarang."
"Nde, sekali lagi terima kasih banyak, Tn Jung." bungkuk Shin Hye lagi.
Setelah itu baru ia berlalu, Yong Hwa menatapnya.
🎑

Tak pernah Yong Hwa pahami misteri hidup ini. Bulan lalu saat ia pulang ke Amerika, menghadiri pernikahan sepupunya, ibunya mulai rewel menyuruhnya untuk juga segera memiliki istri.
"Apa kau tidak merasa rumahmu itu sangat sepi hanya diisi olehmu sendiri? Apa kau tidak ingin mendengar suara tangis anak-anak? Hal itu menjengkelkan tapi sekaligus menyenangkan, Yong Hwa-ya." oceh ibunya.
"Eomma tahu bila jodoh itu akan dikirim Tuhan? Kemana pun kita mencarinya, bila bukan jodoh tidak akan terjadi pernikahan." tepisnya selalu malas dengan ibunya yang selalu mendesaknya untuk segera menikah.
"Tapi Tuhan juga tidak akan mengirimnya seperti bangau mengirim bayi, melainkan kita harus berusaha. Nanti di Seoul bibimu akan mengatur blind date, kau harus mengikutinya!"
Yong Hwa memejamkan mata.

Hatinya sendiri sangat sulit bergetar oleh lawan jenis, satu-satunya yang mampu menggetarkannya hingga jauh ke dasar adalah anak angkat Seol Mi Immo. Yoon Eun Hye.
Immo yang tidak bisa melahirkan seorang bayi mengadopsi anak panti di Amerika, yaitu balita perempuan keturunan Korea. Dialah Yoon Eun Hye. Usianya 5 tahun kala Yong Hwa lahir. Dan mereka dekat sejak kecil. Eun Hye sangat menyayangi Yong Hwa, membuat Yong Hwa nyaman bersamanya. Hingga getar-getar itu hadir kala ia remaja, ketika tahu Eun Hye hanya anak adopsi bibinya.

TBC

When Love GreetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang