Part 8

777 181 20
                                    

"Katakan siapa wanita itu, Yong Hwa-ya! Dan sudah sejak kapan dia berada di rumahmu?" tanya Eun Hye semakin tidak sabar.
"Dia itu sebetulnya anak angkat seorang pendeta teman Bapak Paul yang dititipkan kepada Bapak Paul setelah ayah angkatnya itu meninggal dunia. Dia dengan anak kandung pendeta Simon dititipkan kepada Bapak Paul. Karena mereka kakak beradik bukan kandung, mereka saling jatuh cinta sampai dia melahirkan seorang bayi anak kakak angkatnya itu."
"Mwoya...? Maksudmu mereka menikah? Kakak beradik...?" potong Eun Hye.
"Mereka kakak beradik bukan kandung, Noona. Dan tidak menikah."
"Aigo... jijik sekali mendengarnya. Dan tidak menikah? Semakin jijik aku mendengarnya, Yong Hwa-ya."
"Posisinya kurang lebih seperti kita, Noona. Kakaknya, laki-laki anak kandung Pendeta Simon. Dan adiknya anak angkat seorang perempuan."
"Makanya aku benci saat mendengar kau mencintai aku bukan sebagai adik. Kau itu adikku, dan sampai kapanpun kau akan menjadi adikku. Seperti itu aku menyayangimu." pintas Eun Hye.
"Tapi bukan dosa seorang kakak dan adik angkat bila sampai menikah, sebab diantara mereka tidak ada ikatan darah. Seperti juga kita tidak ada ikatan darah." bantah Yong Hwa dengan suara pelan.
"Benar, tapi aku tetap tidak mau. Aku bahkan tahu saat kau lahir. Dan aku selalu senang melihatmu dimandikan Komo. Kala itu aku turut memilihkan pakaian untuk kau kenakan. Dengan pengalaman itu kau pikir aku bisa mencintaimu sebagai wanita?" tatap Eun Hye.

Yong Hwa mengurai senyum dalam. Salahnya usia mereka terpaut jauh dan Eun Hye yang duluan lahir.
"Kalau pun aku merasa jijik kepada wanita itu, karena dia telah melahirkan seorang bayi tanpa menikah dan untuk menghidupi bayinya itu dia bekerja di klub." lanjut Yong Hwa.
"Mwoya...? Kau... Kau menampung wanita seperti itu di rumahmu. Aigo... Kau ini rajin pergi ke Gereja, bagaimana tanggapan tetangga jika tahu kau menampung wanita seperti itu?" suara Eun Hye sampai melengking.
"Shuutt, Noona. Pelankan suaramu!" Yong Hwa meletakan telunjuknya di atas bibir sambil kepala menuding kiri kanan.
"Suruh saja dia pergi dan berikan sejumlah uang padanya, biar dia menyewa kamar sendiri." usul Eun Hye gemas.
"Itu juga yang awalnya akan kulakukan, Noona. Tapi Bapak Paul memohon padaku, sebab Bapak Paul harus pergi ke Roma. Jika tidak Bapak Paul yang akan mengurusnya."
"Kalau begitu serahkan dia kepada kakak angkat yang telah menghamilinya itu."
"Jika dia ada, Bapak Paul tidak akan menitipkannya padaku, Noona."
"Aigo... Kenapa jadi kau yang harus repot?" Eun Hye sangat gemas.
"Sudah kubilang, karena aku sudah kadung menyanggupi kepada Bapak Paul."
"Aigo... Aigo... Yong Hwa-ya!" Eun Hye geleng-geleng kepala.
"Tapi sekarang setelah melihat kehidupannya, aku kasihan, Noona. Dia memang harus kita tolong. Meski juga sekaligus benci. Aku berulang kali memikirkannya, aku sedekahkan uang setiap bulan untuk disalurkan Gereja, tapi ketika ada yang nyata patut aku tolong dihadapanku, akan kuabaikan? Padahal aku sangat bisa menolongnya. Hanya membiarkan kamar ajhumma di rumahku untuk dia tinggali. Dia hanya butuh kamar itu saja." jelas Yong Hwa akan alasan mendasar dirinya tidak menolak permintaan Bapak Paul tersebut.

Eun Hye berulang kali menghela napas seperti yang paru-parunya kehabisan udara.
"Bila begitu kau tidak akan menyuruhnya pergi?" tanya Eun Hye.
"Setidaknya sampai Bapak Paul kembali dari Roma, ya. Aku akan membiarkan dia di rumahku, Noona."
"Untuk berapa lama?"
"6 bulan."
"Lalu bagaimana jika Seo Hyun melihat itu?"
"Aku tidak akan mengijinkannya untuk datang ke rumahku selama dia berada di rumahku."
"Selama 6 bulan?"
"Ye."
"Alasanmu apa? Keinginan Seo Hyun mengunjungi rumahmu adalah wajar."
"Noona tolong bantu aku berikan alasan yang tepat kepada Seo Hyun, bukankah Noona sendiri yang bilang aku akan menyesal jika tidak berpacaran dengannya?"
"Artinya kau lebih rela kehilangan Seo Hyun daripada menolak permintaan Bapak Paul?"
"Dia sudah lebih dulu berada di rumahku. Seandainya Seo Hyun lebih dulu diperkenalkan padaku, aku pasti menolak permintaan Bapak Paul."
Eun Hye tidak bersuara lagi.

Pelayan datang membawakan pesanan mereka. Eun Hye semakin diam. Ia berpura-pura menikmati makan siang yang dipesan Yong Hwa, meski sesungguhnya tidak bisa menikmatinya. Ia begitu terkejut dengan fakta yang dituturkan adik sepupu angkatnya itu. Di rumah Yong Hwa tinggal seorang wanita tuna susila, memiliki anak tanpa menikah apa namanya jika bukan itu. Wanita tuna susila. Aigo...
🎑

Hari itu sejak Shin Hye pulang, Hyun Joon rewel. Karena hari minggu, Shin Hye pulang pagi, setelah langit membiru dan burung-burung ramai bercicit di ranting pohon. Shin Hye meraba kening bayinya, hangat. Shin Hye jadi tidak bisa beristirahat barang sekejap pun, karena langsung memomong Hyun Joon yang hanya ingin digendong-gendongnya. Jika ditinggalkan sekejap saja, dia menangis keras.
Yong Hwa di dalam kamarnya terganggu dengan suara tangisnya yang keras itu. Ia keluar dari kamar lalu berjalan lurus ke balkon di kamar lainnya di lantai atas. Kamar ajhumma langsung berhadapan dengan taman kecil di halaman belakang. Ia bisa melihat apa yang terjadi dengan anak itu.

Shin Hye dengan wajah menornya, belum sempat membersihkan makeup menggendong-gendong bayinya. Menenangkan tangisnya.
"Kayaknya tidak enak badan, Shin Hye-ssi. Atau bisa jadi karena akan berjalan, makanya sakit." beritahu ajhumma.
"Apa semalaman juga rewel, Ajhumma?"
"Iya, tidurnya tidak nyenyak."
"Pasti Ajhumma jadi terbangun terus semalaman." terka Shin Hye.
"Ajhumma bisa tidur sepulang dari sini, tapi kau pasti tidak bisa istirahat sama sekali. Kau harus menggendong-gendongnya terus seperti itu."
Shin Hye hanya tersenyum sambil membelai Hyun Joon dalam dekapannya.
Yong Hwa meninggalkan balkon. Apa anak itu akan baik-baik saja? Semoga iya. Dan semoga tidak rewel supaya Shin Hye bisa beristirahat.

Tapi semakin siang Hyun Joon semakin rewel. Shin Hye bahkan sudah tidak bisa menenangkannya. Yong Hwa melihat Shin Hye membungkus anak itu dengan jaket, memakaikan kaos kaki dan penutup kepala. Lalu menggendongnya rapat. Di suasana siang yang panas ini Shin Hye akan membawa Hyun Joon kemana? Apa ke dokter?
"Eodiga?" tanya Yong Hwa melihat Shin Hye menutup pintu kamarnya.
"Membeli obat penurun panas. Hyun Joon demam."
"Tahu anakmu sedang demam, diluar suhu sangat panas menggelegak dan kau akan membawanya keluar?" tatap Yong Hwa.
"Aku tidak bisa meninggalkannya di kamar sendirian, Tn Jung. Dan aku juga tidak berani menitipkannya kepadamu." tepis Shin Hye sebal karena nada bicara Yong Hwa menyalahkannya.
"Kenapa tidak saat Cha Ajhumma masih ada kau membeli obat penurun panas? Sudah sejak tadi kan anakmu rewel."
"Tapi tadi panasnya belum setinggi ini. Jika Tn Jung tidak akan membantuku, sebaiknya jangan menghakimiku. Aku sudah cukup panik sekarang." protes Shin Hye.
"Kau akan membeli obat dimana?"
"Tidak tahu, dimana saja apotek terdekat."
"Kau tidak akan membawanya ke dokter saja? Apa tidak punya uang?"
"Aku memang tidak punya uang tapi itu bukan alasanku tidak membawanya langsung ke dokter. Panasnya baru tadi, aku akan memberikan obat penurun panas saja dulu." tukas Shin Hye dengan suara pelan tapi terdengar kesal.
"Keputusan ada padamu karena kau ibunya, aku hanya bertanya."
"Nde, terima kasih untuk perhatiannya, Tn Jung. Aku pergi dulu." Shin Hye siap melangkah.
"Kubilang diluar sangat panas, apa kau tidak akan membawa payung supaya anakmu tidak kepanasan dan semakin sakit?"

Shin Hye mendelik menudingnya, begitu kesal.
"Kalau ada, aku pasti membawanya tapi aku tidak punya."
"Kau lihatlah di sudut sana, aku memilikinya banyak. Kau tidak akan meminjam?"
"Aku diijinkan untuk meminjam, Tuan?" mata Shin Hye masih mendelik jengkel. Orang ini seperti suka membuatnya naik darah.
"Ambillah! Apa harus aku yang mengambilkan?"
"Gomasmidha." angguk Shin Hye melangkah menuju pojok ruang keluarga rumah itu menghampiri tempat payung.

Setelah mendapat payung Shin Hye segera pergi meninggalkan rumah. Yong Hwa hanya menatapnya. Terus menatap sampai Shin Hye menutup pintu pagar. Ia meninju sandaran kursi. Astaga! Hatinya sungguh tidak tega membiarkan itu. Akhirnya disambarnya kunci mobil, berlari menuju garasi. Shin Hye pasti tidak tahu dimana apotek terdekat.

TBC

Aiuuh... Ayong mah!

Part 9 tak kunci lg ya... Jgn tanya lg kenapa part ini, ono ilang.. Itu arti'y author kunci.

Klo blm follow account author follow dl deh... Nnti kunci'y t'buka sndiri. Klo msh ga mau buka, b'arti kesalahan'y di wattys'y... Clear?

When Love GreetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang