Part 2

1K 211 13
                                    

"Lalu kemana dia, kenapa kau malah datang padaku?"
"Oppa berjanji akan menafkahinya, Bapak. Tapi sudah 3 bulan aku bahkan tidak tahu kabarnya. Aku tidak bisa menghubunginya."
"Dan maksudmu datang padaku, akan menitipkan bayi itu pada Gereja?"
"Aniyo. Aku akan mengurusnya, namun sekarang ini tempat berlindung pun aku tidak punya, Bapak. Aku tidak punya uang untuk menyewa kamar."
"Bukankah kau bekerja?"
"Uang itu hanya cukup untuk membeli susu Hyun Joon."
Pendeta Cho menghela napas.
"Tolonglah, Bapak! Harus kemana lagi aku meminta pertolongan?"
"Kau tahu, 2 minggu kedepan aku harus ke Roma. Aku akan tinggal disana selama 6 bulan. Apa kau sudah menghubungi Ny Seo yang dulu pernah menampungmu tinggal di paviliunnya?"
"Sudah, Bapak. Sebelum datang kesini terlebih dahulu aku ke rumah Ny Seo, namun beliau tidak bersedia lagi menampungku."
"Nde. Dulu Ny Seo mau menampungmu karena kau masih jadi gadis baik-baik walau bekerja paruh waktu dengan gaji kecil. Tapi sekarang kau memilih jalan seperti Oppa-mu, beliau pasti tidak mau memberikan paviliunnya lagi untuk kau tinggali." ujar Pendeta Cho tampak sangat menyesalkannya.
"Aku tahu aku sangat merepotkan Anda, Bapak. Tapi sungguh tidak ada lagi yang bisa kumintai pertolongan selain Bapak." hiba Shin Hye.

Lelaki beruban itu terdiam sejenak. Berpikir. Ditatapnya bayi berusia 10 bulan di dalam gendongan Shin Hye yang tertidur pulas dan tanpa dosa.
"Sekarang kau tidur dimana?" tatapnya lagi.
"Kami menginap di sauna, Bapak."
"Kau tunggu sebentar, Bapak akan coba hubungi seseorang."

Pendeta Cho menghubungi seorang eksekutif muda di sebuah perusahaan ternama, pria itu donatur tetap Gereja. Jika dia begitu murah hati dengan selalu menyisihkan penghasilannya untuk membantu Gereja, apa dia pun akan bermurah hati pula menampung seorang wanita malang dengan seorang bayi yang hidupnya terkatung-katung?
"Bapak suruh saja dia datang ke rumahku. Ada beberapa kamar yang kosong di rumahku, Bapak." ucapnya seperti dugaan pendeta. Dia begitu bermurah hati.

Tapi sekarang Yong Hwa menyesal. Kenapa tidak bertanya dulu seperti apa orang itu? Apakah orang baik-baik? Jujur saja Shin Hye seperti bukan wanita baik. Dia seperti penjaja tubuh. Mudah-mudahan dia juga bukan pencuri. Jika iya, bisa habis dibawa pergi barang-barang di rumahnya.
Dan Yong Hwa tidak bisa menahan rasa penasarannya, siapa wanita ini? Mengapa Bapak Paul tidak bisa merubahnya menjadi wanita baik-baik? Bagaimana pandangan orang terhadapnya nanti jika ia tinggal serumah dengan wanita seperti ini? Maka tanpa bisa menunggu lama Yong Hwa mendatangi Gereja.

"Mohon maaf, Bapak, aku tidak sabar  menunggu bertemu Bapak dengan langsung datang kesini. Tapi sungguh aku ingin mendengar penjelasan Bapak tentang wanita itu." ucap Yong Hwa kepada Pendeta Cho yang mengajaknya bicara di halaman samping Gereja.
"Bapak tahu kau pasti sangat penasaran. Tapi tidak ada lagi yang bisa Bapak mintai tolong selain engkau, Yong Hwa-ya. Ny Kim biasanya bersedia menampung titipan Gereja, tapi tidak mau lagi saat yang dititipkannya seperti Shin Hye." tukas pendeta paham.
"Benar. Itu pun yang aku pikirkan, Bapak. Nanti apa kata tetangga jika dia keluar masuk rumahku? Apa dia itu wanita klub?"
"Sekarang pekerjaannya memang itu. Dia anak yatim piatu, Yong Hwa-ya. Dia bersama kakaknya dititipkan Pendeta Simon padaku sebelum Pendeta Simon meninggal dunia. Dia sendiri menjadi hancur seperti itu karena kakaknya. Semoga kau tidak merubah hatimu untuk menolongnya." hiba Bapak Paul.
"Maksud, Bapak... Dia adalah putri seorang pendeta?" belalak Yong Hwa.
"Anak angkat. Pendeta Simon dulu mengadopsinya. Ceritanya panjang, Yong Hwa-ya. Jika saja Bapak tidak akan berangkat ke Roma, Bapak tidak akan merepotkanmu. Bapak tidak punya orang yang bisa menerimanya sementara Bapak akan pergi."
"Lalu untuk berapa lama dia akan tinggal di rumahku?"
"Bapak katakan padanya untuk secepatnya pergi dari rumahmu bila sudah cukup bekal untuk mencari rumah petakan lagi yang bisa dia sewa. Tapi saat Bapak pulang nanti, paling lambat dia harus keluar dari rumahmu." jelas pendeta.
"Jika aku memberinya saja uang supaya dia menyewa kamar petakan, bagaimana Bapak? Karena kami 2 orang berlainan jenis, tanpa ada pertalian darah... Ini riskan sekali buatku untuk tinggal bersama."
"Benar, kau benar tentang itu. Jika memang begitu maumu, sampaikanlah pada dia. Dia sungguh kasihan, Nak! Dia memang harus kita tolong."
"Bapak tidak kecewa jika aku tidak menampungnya di rumahku?"

Pendeta tampak menghela napas dalam tidak segera menjawab. Namun jika melihat rautnya dengan cermat, benar... dia kecewa.
"Sebenarnya, Bapak ingin kau turut mengawasinya menggantikanku, Yong Hwa-ya. Dia itu hidup sebatang kara hanya dengan bayi itu. Bapak akan tenang meninggalkannya bila dia ada dalam pengawasanmu. Itu sebenarnya yang Bapakmu ini harapkan." jelas pendeta. "Kakaknya datang hanya untuk mengganggunya. Jika dia tinggal sendiri siapa yang akan menjaganya?" lanjutnya.
"Aigoo..." gumam Yong Hwa nyaris tidak terdengar.

Artinya, setidaknya selama 6 bulan dirinya harus menampung wanita klub itu. Tapi jelas ia pun tidak bisa menolak permohonan guru spiritualnya itu. Meski wanita itu bekerja di klub, Bapak Paul tampak sangat menyayanginya. Sebab dia anak yang dititipkan sahabatnya sebelum meninggal dunia. Ya Tuhan! Jika anak seorang pendeta bisa seingkar itu, lalu apa yang telah terjadi? Hidupnya padahal sejak kecil di lingkungan Gereja bersama orang-orang religius. Astaga. Memang begitu besar godaan setan yang terkutuk menggoyahkan iman manusia.

Yong Hwa meski dengan berat hati akhirnya tetap akan menampungnya. Ini kali pertama Bapak Paul memohon kepadanya. Dan tidak sepatutnya dirinya membuat orang tua yang sudah ia anggap ayah itu kecewa. Namun jika keberadaan Shin Hye nanti mengganggunya, maka tanpa segan ia akan mengusirnya pergi. Itu yang ia sampaikan kepada Pendeta Cho.
"Nde, keluarkan saja dia dari rumahmu bila memang kehadirannya disana meresahkan. Kau tidak harus bertanggung jawab lagi kepadanya, Nak." tukas pendeta membuat Yong Hwa menghembuskan napas keras.
🎑

Kamar ajhumma berada di samping dapur. Karena hidup sendiri, supaya tidak menyebabkan fitnah, Yong Hwa tidak mengijinkan ajhumma menginap di rumahnya. Ajhumma yang membersihkan rumah dan memasak datang setiap pagi dan pulang setelah pekerjaannya selesai sebelum Yong Hwa tiba di rumah. Ada pun kamar ajhumma, disiapkan bila ajhumma merasa perlu beristirahat karena terlalu lelah bekerja.

Kamar itu sendiri terletak diluar rumah. Terhalang lorong dan gudang yang memisahkannya dari gedung utama. Jika pintu dapur dikunci dari dalam, maka terputus akses ke dalam rumah. Syukurnya kamar itu tidak sangat sempit, tidak ada ranjang tapi ada beberapa helai kasur lipat, bantal dan selimut yang terlipat rapi di dalam  lemari. Lemarinya sendiri cukup besar, cukup untuk menampung pakaian dan peralatan bayi dengan rapi. Jadi lantai kamar yang luas itu untuk Hyun Joon berguling-guling dengan leluasa.

Meski hanya diberi kamar ajhumma, Shin Hye sangat berterima kasih. Ada bagusnya juga kamar itu terpisah dari gedung utama. Sehingga nanti ia tidak akan mengganggu pemilik rumah bila pergi dan pulang bekerja. Begitu pun bila Hyun Joon rewel, suara tangisnya tidak akan membisingi tuan rumah. Setelah semua bawaannya rapi, Shin Hye segera menyeduh makanan bayi instan untuk Hyun Joon yang mulai mengoek. Agaknya dia lapar.
Yong Hwa di ruang tengah pura-pura membaca buku sambil telinga dibuka lebar-lebar. Ia tahu di rumahnya sekarang ada penghuni baru, tapi tetap telinganya terkaget saat mendengar suara bayi mengoek. Dan terasa aneh. Bagaimana bila kedua orang tua atau kerabatnya datang berkunjung ke rumahnya, lalu melihat semua ini?

Bayi itu tidak terdengar lagi menangis, tapi suara ibunya yang berceloteh sambil menyuapi.
"Habis ini Hyun Joon bobo ya! Eomma juga harus membersihkan badan."
Tidak terdengar sahutan apa pun, selain decak mulut bayi melumat makanan cairnya sampai terdengar suara ibunya lagi.
"Susu Hyun Joon sudah mau habis, berarti Eomma harus lekas kembali ke klub. Liburnya cukup sampai hari ini, besok kita pergi bekerja lagi. Eoh?"
Yong Hwa semakin melebarkan daun telinga. Apa? Bayi itu dibawa ke klub?

TBC

Part 3 ta' kunci yo! Sampai jumpa di part 4...

When Love GreetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang