Rabu pagi dengan celana Kulot hitam dan sweather putih gading, aku melihat pantulan diriku di depan cermin. Awal nya aku bimbang dengan pasangan Kulot ini, antara kemeja abu-abu pas badan atau sweather Putih Gading ini. Tapi akhirnya Ratu berkata "Warna pakaian pengunjung gak boleh lebih berwarna di banding lukisan nya." Dan ia pun menyuruh aku memakai sweather putih gading ini.
"Gimana?" Tanya ku sambil melempar wedges hitam yang baru ku ambil dari lemari sepatu. Aku pun memakai wedges tersebut sembari berdiri. Ratu menatap ku dari atas hingga bawah, jempol nya pun mengacung setelah menilai penampilan ku.
"Mau pakai tas yang mana?" Tanya Ratu. Yap! Tinggal tas. Hari ini jadwal ku hanya ke kantor untuk absen, menandatangani kontrak pengeditan, dan pergi ke pameran milik Sore. Aku tidak perlu tas besar untuk membawa laptop, akhir nya aku menunjuk tas selempang rotan kecil yang tersampir pada jetlag dekat pintu keluar apartemen kami.
"Tuh!" Ucap ku. Wajah Ratu berubah heran.
"Ya ampun Sarah! Gak nyambung banget!" Ucap nya kesal. Ia berdiri dari posisi duduk nya, berjalan memasuki kamar nya, lalu keluar kembali dengan sebuah handbag kulit hitam YSL baru nya. "Pake ini!" Ia menyodorkan nya kepada ku.
"Tapi kan itu masih baru Rat..."
"Ya terus kenapa? Lo gak ada niatan ngilangin juga kan?" Tanya nya sembari menyampirkan tas tersebut di bahu ku. Kebetulan tas nya memiliki stripe panjang juga. "Nah kan kalau kaya gini cantik..." Komentar nya.
"Duh makasih Ratu!" Aku memeluk nya dengan lebay, dan ia pun membalas pelukan ku sambil berkata nyinyir.
"Lebay banget sih lo..."
-
Aku telah menandatangani kontrak pengeditan di hadapan Dio. Lalu ia mengajak ku ke kantor nya untuk menikmati Americanno yang sengaja ia belikan untuk ku saat berangkat kerja. Americanno terenak buatan Cafe milik Arsyen, Americanno Grande Cafe Capulus. Aku menyeruput kopi tersebut di Sofa kantor Dio sambil menatap Dio yang sedang sibuk mengamati Kota Jakarta dari dinding kaca Kantor nya. Seperti biasa, padat lancar di waktu yang hampir mendekati tengah hari. "Saya gak bisa nganter kamu pulang hari ini." Ucap Dio ketika membalikkan badan untuk menatap ku.
Dewi Fortuna memihak di pihak ku. Aku mengangguk. "Gak apa-apa, aku bisa pulang sendiri. Transjakarta cukup aman sebagai kendaraan umum." Ucap ku.
"Jangan pulang terlalu sore." Kini Dio sudah duduk di samping ku. Ia menatap ku, dan aku menatap nya. Ada teh di dalam mata nya, maksud ku, tatapan nya sangat hangat. Aku mengangguk, lalu membuang pandangan ku menuju cup Americanno. Jujur. Ritme degupan jantung ku selalu bertambah cepat ketika menatap mata nya terlalu lama.
"Emang nya kamu mau kemana?" Tanya ku.
"Ketemu investor." Jawab nya sambil menyenderkan kepala ke Sofa. "Berangkat jam dua belas, dan gak tau pulang jam berapa..." Lanjut nya dengan sebuah penjelasan.
"Mungkin sebentar lagi Nelin bakalan ngetuk pintu kamu..." aku menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah duabelas. Ia mengangguk sambil mengangkat kedua tanggan nya, lalu kedua tang tersebut ia sampirkan di atas kepala nya. Sekarang gaya nya seperti bintang iklan Rexona, dan ia benar-benat tidak bau badan. Mungkin ia benar-benar menggunakan Rexona.
"Teman saya ada yang punya Teater Amal di Kemang, biasanya mutar film Dokumenter atau kadang film Roman. Minggu besok mereka mutar film Titanic, mau nonton?" Aw! Ini sangat Romantis. Aku tidak bisa membayangkan betapa Romantis nya kita menonton film di Teater Amal, ini akan seperti cerita kencan Ayah dan Bunda ku. Menonton film tanpa Sofa perorangan, hanya barisan tangga dengan orang-orang asing di samping kita. Ini terdengar semanis Misbar alias Bioskop Gerimis Bubar pada jaman Ayah dan Bunda ku. Eh tapi... apa tidak akan canggung menonton film roman tanpa Sofa perorangan. Ini akan sangat mudah untuk menangkap penampakan orang yang sedang berciuman menikmati suasana di tengah film nya. "Mikir apa sih?" Tanya Dio yang bisa menangkap ekspresi wajah ku. Ah! Mana mungkin ada orang bodoh yang melakukan itu di tengah Teater Amal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish Love! (COMPLETED)
RomanceNama ku Sarah Darmawan, aku senang membagi kebetulan-kebetulan yang menyenangkan dan keputusan-keputusan Semesta yang mengejutkan. Ini kisah cinta ku bersama nya, yang entah bagaimana ujung nya.