Rencana Sarah

265 21 0
                                    

"Hallo?" Wow! Aku mengedip-ngedipkan mata ku dua kali. Cukup cepat juga...

"Hai!" Aku bahkan belum merencanakan untuk berkata apa. Langkah ku terus terayun, mungkin itu penghambat ku untuk berfikir saat ini. Aku lupa, benar-benar lupa ingin berkata apa.

"Ada apa Sar?" Kepanikan menyadarkan ku. Sekarang aku ingat apa tujuan ku. Meminta Dio datang untuk menjemput ku, lalu membiarkan nya meminta maaf kepada Licia, dan sebenarnya lima langkah ke depan aku akan sampai di halte. Aku tidak akan ada di Galeri Sore selama Dio meminta maaf kepada Licia.

Aku berdeham selama dua detik, gugup. "Udah jam setengah lima sore..." ini baru pendahuluan, aku memastikan ucapan ku ke jam yang ada di daftar jadwal bus. Benar, sudah jam setengah lima. Di seberang telepon sangat hening, Dio sedang menunggu kelanjutan ucapan ku. "Kamu dimana?" Tanya ku dengan kikuk. Terlalu banyak basa-basi.

"Di jalan pulang, kenapa?" Jawab nya tepat saat aku mengeluarkan kartu Bus.

"Oke! Bisa jemput aku gak?" Dio tertawa di balik telepon. Ya! Ini aneh, baru kali ini aku minta di jemput. Biasa nya ia yang dengan seenak jidat nya akan mengantar jemput ku kemana pun, tanpa aku minta. Baru kali ini aku memohon seperti Cinderella kepada Ibu Peri. Ibu Peri jika Dio mengenakan dress bersayap, aku tak bisa membayangkan nya. Aku pun menempelkan kartu bus ku ke mesin masuk halte, lalu berjalan tanpa menghiraukan suara tawa Dio. Aku diam sambil menunggu jawaban nya.

"Bisa. Kamu dimana?" Tawa nya sudah reda. Aku tak sanggup menyebutkan lokasi tujuan nya saat ini, aku pun menggigit bibir bawah ku, menatap orang-orang lewat beberapa detik akan menenangkan ku sekaligus menyiapkan mental ku. Mental untuk menghadapi kemarahan Dio saat tahu bahwa aku berada di Galeri Sore, dia pecemburu ulung.

"Galeri Sore." Aku meloloskan karbondioksida dari mulut ku, nafas lega lolos bersama kalimat tersebut. Hening di seberang telepon. Mungkin dia sedang kecewa.

"Oh... yaudah saya ke sana." Jawab nya setelah beberapa detik. Aku menggigitkan bibir ku lagi, sekarang apa?

"Maaf." Ucap ku. Aku harus meminta maaf, bus ku sudah datang dan aku harus menipunya. Aku pun melangkahkan kaki ke dalam bus.

"Gak usah minta maaf, kamu gak salah kok." Dio tertawa di akhir kalimat nya. Aku tahu Dio, ia suka menyembunyikan kesedihan nya di beberapa posisi. Seperti perasaan sakit hati nya terhadap ayahnya yang ia sembunyikan dari ibunya. Tapi kali ini aku benar-benar akan membuat nya marah, karena aku tidak akan ada di Galeri begitu ia sampai. Aku pun berdeham seraya mengangguk.

"Hati-hati!" Ucap ku.

"Ya."

Telepon kami pun terputus saat aku berusaha duduk di dekat jendela. Lampu-lampu gedung mulai bernyalaan di tengah langit yang mulai menggelap, menatap pemandangan seperti itu cukup menenangkan bagi orang-orang yang hidup di kota yang tak pernah tidur ini. Jakarta! Kamu cukup menengangkan.

-

Malam mulai menyelimuti hari, bintang tak akan pernah terlihat di Kota ini, tapi Bulan selalu setia menemani malam ku. Setengah sabit, persis seperti hati ku saat ini. Setengah hancur kecewa karena gadis yang sedang aku cintai. Seolah mengerti, si penyiar di balik radio memutar lagu Simpan Saja milik Ecoutez. "Selalu saja kau dapat membuatku, maafkan salahmu." Haha penggalan lirik yang amat menyindirku. Entah mengapa aku selalu benci melihat Sarah dengan Sore. Pikiran ku selalu kekanak-kanakan, aku selalu khawatir mereka akan berjodoh hanya karena huruf S yang sama pada awal nama mereka. Tidak penting, tapi aku selalu memikirkan hal sekecil itu jika hal tersebut berhubungan dengan Sarah. Aku terdengar seperti Psikopat yang posesif. Aku menyeramkan. "Sudah sampai disini..." Gila lirik lagu ini! Aku pun menelungkupkan kedua tangan ku di atas setir setelah sampai di Galeri milik Sore. Menundukkan kepala untuk menenangkan diri beberapa saat, aku tak boleh terlihat kekanakan di depan orang-orang.

Foolish Love! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang