Ulang Tahun Ayah (1)

232 19 1
                                    

Tidak ada alur menyenangkan dari film Denias yang rencananya akan ku tonton hari ini. Tidak ada Rey dan Keyla keponakan Dio. Tidak ada teman membuat kue. Tidak ada Black Forest ataupun semangat ku untuk mengembangkan skill membuat kue keping cokelat. Tidak ada akhir pekan yang menyenangkan dan tidak ada pula akhir pekan yang menyedihkan. Aku cuma kecewa. Dio tidak memberi ku kabar dari kemarin. Aku sempat mencarinya di kantor, tapi kata kepala bagian pengumpulan naskah, Nelin dan Dio belum pulang dari Singapura. Harusnya aku berpikir positif, mungkin ada masalah perusahaan. Tapi aku tetaplah Sarah yang egois. Aku kesal. Aku benci Dio. Dengan wajah datar aku turun dari bus transjabodetabek. Sembari menatap sekitar, aku berjalan memasuki Mall yang ada di Kota Bekasi, kebetulan bis ku berhenti di depan nya. Sean sedang melambaikan tangan begitu aku sampai di toko kue, kami berjanjian sebelum aku berangkat ke Bekasi. Aku pun menghampirinya Sean yang sedang duduk di salah satu kursi toko kue sembari ngopi dengan wajah datar. Aku baru tahu kalau Tous Les Jours menyediakan kopi juga.

"Muka Kakak datar amat..." Komentar Sean saat aku sedang menggeser kursi untuk di duduki.

"Masa sih?" Tanya ku dengan eksprsi pura-pura tidak sadar. Sean mengangguk, sementara aku dengan seenak jidat meminum kopi milik Sean. Sean tidak marah, kami sudah biasa saling berbagi makanan sejak kecil. "Kakak baru tau kalo di sini ada kopi." Aku mengalihkan isu setelah meminum kopi milik Sean.

"Kakak aja kali gak pernah ke TLJ..." ucap Sean. Iya juga sih. Aku tidak pernah membeli kue sebelumnya. Aku lebih memilih membuat kue di banding membeli. Duh, aku jadi ingat janji Dio lagi. Seharusnya sekarang aku sedang membuat kue dengannya, bukan duduk sambil ngopi bersama Sean di sini. Ya harus bagaimana lagi? Aku sudah menanyakan perihal rencana hari ini ke Dio, tapi ia benar-benar tak membalas pesan ku sama sekali. Bahkan pesan ku belum di baca. "Beli kue apa ya Kak?" Tanya Sean sembari melongokkan kepalanya ke arah belakang ku, ada etalase kue di sana.

"Yang kira-kira enak apa?" Tanya ku tanpa memberi pencerahan. Aku benar-benar buntu tidak tahu harus membelikan kue apa untuk ulang tahun ayah.

"Tiramisu?" Sean meminta pendapat. Aku mengibaskan kedua tangan ku.

"Terlalu biasa." Aku pun memutar badan ikut melihat etalase kue. "Yang cokelat itu, apa namanya?" Tangan ku menunjuk kue cokelat dengan potongan tipis cokelat hitam dan bubuk cokelat di atasnya. Sepertinya enak, tidak terlalu manis, dan warnanya cokelat tegas, persis seperti sifat ayah. Sean mengangguk setuju.

"Sini kartu kredit lu!" Sean mengadahkan telapak tangan nya. Aku pun dengan pasrah memberikan kartu tersebut, malas juga jika harus jalan hanya untuk membayar kue ke kasir.

"Beliin gue slice cake yang keliatannya enak yaa!" Pinta ku sebelum Sean benar-benar berjalan menuju meja kasir.

-

Seharusnya malam ini aku sedang membuat kue setelah menonton film di teater amal, tapi semuanya tak berjalan lancar. Mungkin sekarang Sarah sedang marah, kecewa, atau mungkin ia kembali membenci ku karena aku tidak menepati janji ku. Perusahaan benar-benar sedang kacau, aku membutuhkan dana bantuan dari perusahaan lain yang sedang bekerjasama dengan perusahaan ku. Dan malam ini pertemuan baru di adakan karena CEO dari perusahaan partnerku baru saja pulang dari London. Seharusnya pertemuan ku dengan beberapa perusahaan di Singapura sudah selesai kemarin, tapi... perusahaan pemegang modal tertinggi baru bisa menghadiri undangan ku hari ini. Dengan wajah murung dan kedua alis bertautan Nelin menghampiri ku. Tangan nya ia lipat di depan dada, gaun merah polosnya sangat elegan meski begitu tertutup.

"Lo gak apa-apa?" Tanya Nelin menyadarkan lamunan ku. "Sumpah deh, aturan lo pulang aja. Biar gue yang ketemu Tuan Henry." Lanjutnya dengan perasaan tidak enak. Aku pun melirik Nelin.

"Lo punya otak gak sih Nel? Henry Glowdin dari majalah Cosmomedia yang amat sangat terkenal masa harus ketemu Sekretaris gue doang." Ucap ku dengan nada santai. "Udahlah, santai... Sarah juga paham lah. Gak usah terlalu di pikirin." Lanjutku sambil menepuk-nepuk bahu Nelin. "Yang perlu lo pikirin, gimana nih caranya kita dapet dana bantuan dari Cosmomedia." Nelin mengangguk.

Foolish Love! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang