Part 17

3K 127 6
                                        



''Yudhi ... Wahyudi!''seruku memanggil orang yag ada di depanku, perlahan laki-laki berpostur tinggi besar itu menengok ke arahku.

''Tian ...'' sahut Yudhi dengan suara pelan seperti menahan sakit, aku memperhatikan raut mukanya yang penuh dengan luka lebam.

''Ya, Tuhan ... apa yang terjadi dengan kamu, Yud?'' Aku sangat kaget dengan kondisi muka Yudhi yang mulai membengkak terutama di bagian pelipis dan pinggiran bibirnya.

''Aku tidak apa-apa, Tian...'' Yudhi meringai sambil memegangi tepian bibirnya.

''Tidak apa-apa ... wajah kamu penuh luka begini, jalan kamu pincang ... kamu masih bilang tidak apa-apa? Oh my God!'' tukasku.

''Hehehe ... sungguh, aku baik-baik saja!'' Yudhi meringis lagi.

''Kamu pasti habis berantem ... dengan siapa?''

''Bawa aku ke tempatmu, Tian! Nanti aku akan ceritakan ... kamu tidak keberatan, bukan?'' Yudhi merangkulkan tangannya ke pundakku.

''Aku tidak tega melihatmu begini ...''

Yudhi tertunduk dengan nafas yang berat, matanya terpejam, bahkan sesekali dia meringai menahan sakit.

"Sebentar ... aku panggil tukang bajaj dulu!''

Aku mencari-cari tukang bajaj yang kebetulan mangkal dan dekat dengan tempat ini, syukurlah ... tanpa perlu waktu lama aku bisa mendapatkan bajaj tersebut.

Aku dan tukang bajaj bernegosiasi soal ongkos, setelah deal dari kedua belah pihak akhirnya aku dan Yudhi pun menaiki kendaraan beroda tiga ini dan membawa kami berdua ke arah rumah kontrakanku.

Tak seberapa lama kami pun tiba, aku membayar ongkos sesuai dengan kesepakatan, lalu aku segera memapah Yudhi masuk ke tempat tinggalku. Aku membuka kunci pintu rumahku dan menyalakan lampunya. Yudhi duduk di sebuah kursi dan menyandarkan punggungnya ke dinding, matanya terpejam dan menghirup nafas dalam-dalam. Aku sendiri sibuk menyiapkan air hangat untuk membersihkan dan mengompres luka-luka Yudhi. Aku mengambil selembar kain handtowel dan menyelupkannya ke dalam air hangat tersebut.

''Maaf, Yud ... aku akan membersihkan lukamu terlebih dahulu!'' Aku memeras handuk ini dan mengusapkan perlahan ke area luka Yudhi.

''Sorry ... Tian, aku jadi merepotkan kamu,'' ujar Yudhi pelan dengan suara terisak dan mata berkaca-kaca.

''Itulah gunanya teman, Bro ...'' timpalku sembari mengusap lembut luka-luka itu.

''I-iya ... eehhh!'' Yudhi meringis menahan perih, ketika handuk ini menyentuh luka lebamnya.

''Sakit, ya?'' tanyaku cemas.

Yudhi mengangguk perlahan, lalu dia membuka bajunya dan menunjukan luka-luka yang lain yang berada di dada dan perutnya, lukanya nampak baru dan seperti bekas cambukan, bahkan dari luka-luka itu terlihat ada darah segar yang masih mengalir di tubuhnya. Sungguh, aku sangat terenyuh menyaksikan pemandangan ini, hatiku semakin terketuk dengan penderitaan yang dialami Yudhi, hingga tanpa aku sadari aku menitikan air mataku.

''Ya, ampun ... apa yang sebenarnya terjadi pada kamu, Yud?'' Aku membersihkan luka-luka di dada Yudhi.

''Panjang ceritanya, Tian ....''

''Ceritakanlah padaku! Mungkin, aku bisa membantu.''

''Maafkan aku, Tian ... aku tidak bisa ceritakan sekarang. Kamu juga tidak perlu khawatir karena aku baik-baik saja ...'' ungkap Yudhi dengan pandangan nanar seolah menyembunyikan suatu kebenaran, tapi dia enggan untuk membeberkannya.

''Ya, sudahlah ... aku tidak akan memaksakan kamu untuk bercerita!'' Aku mengambil obat merah, lalu mengoleskan ke seluruh luka di tubuh Yudhi.

''Kamu baik sekali, Tian ... aku sangat senang bisa bertemu dan mengenalmu!''

''Iya ... aku juga senang!''

''Terima kasih, Tian ...''

''Iya, sama-sama ... oh ya, jangan lupa kamu minum obat ini!'' Aku menyodorkan sebutir tablet berbentuk lingkaran.

''Apa ini?'' Yudhi mengernyit.

''Itu obat antibiotik untuk mencegah infeksi dan meredakan demam ... lekaslah kamu minum, terus beristirahatlah!'' Aku memberikan obat ini beserta sebotol air mineral ke tangan Yudhi.

''Tian ... sekali lagi aku benar-benar sangat berterima kasih kepada kamu!''

Aku mengganggukkan kepala, lalu berjalan keluar dari ruangan. Entahlah ... aku yang terlalu sensitif atau memang keadaan Yudhi yang kelewat memprihatinkan, di tempat ini aku menangis dan mencucurkan air mataku, hingga membasahi kedua pipiku.

Kembang LelakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang