Satu Minggu telah berlalu.
Aku datang kembali ke gedung Yayasan Cinta Kasih, sekitar pukul 5 sore. Di muka gedung ini, langkahku terhenti ketika sepasang mataku menangkap sesosok bayangan yang tak asing di indera penglihatanku, dia tengah duduk di bangku panjang yang ada di taman gedung. Posisinya membelakangi aku, tapi dari postur tubuhnya aku masih bisa mengenalinya dengan betul. Perlahan aku menghampiri dia.
''Yudhi ...'' Suaraku serak mendadak menyebut nama sosok laki-laki itu. Dan tak salah lagi laki-laki yang ada di hadapanku ini menengok langsung ke arahku.
''Hah ... Tian?!'' Yudhi menatapku dengan raut wajah yang pucat, namun dalam sekejap dia merubah mimiknya menjadi ceria dengan senyuman merekah yang mengembang di bibirnya. Laki-laki ini bangun dari tempat duduknya dan berjalan mendekati aku, dia seperti ingin memelukku, namun tiba-tiba saja dia mengurungkan niat itu, dia memilih diam dan seolah bersikap menjaga jarak.
''Apa yang kamu lakukan di tempat ini, Tian?'' tanya Yudhi dengan sorot mata yang kacau.
Aku tidak bisa menjawab, mulutku serasa terkunci.
''Apa kamu sudah tahu semua?'' pandangan mata Yudhi jadi menunduk lesu.
''Iya ... aku sudah tahu, tapi aku tidak peduli. Apa pun yang terjadi pada kamu ... Kamu akan tetap jadi sahabatku ...'' ujarku seraya mencoba memegang bahu Yudhi, namun dengan sigap dia menghindar dan berusaha menjauhi aku.
''Tidak, Tian ..., sebaiknya kamu tidak mendekati aku, aku manusia kotor, aku penuh dosa dan Tuhan telah menghukumku dengan penyakit ini ... pergilah tinggalkan aku!'' Yudhi membalikkan tubuhnya, lalu dia sedikit membungkuk dan terisak.
''Yudhi ... dengarkan aku!'' Entahlah, tiba-tiba saja aku jadi merasa terenyuh dan ikutan bersedih.
''Aku akan selalu jadi sahabatmu dan tidak akan merubah sikapku terhadapmu ... aku akan selalu memberimu semangat ...'' lanjutku dengan mata sembab, lalu aku meletakan tanganku di punggung Yudhi dan perlahan mengusapnya.
''Kamu tidak takut menyentuhku, Tian?'' Yudhi mendongakkan kepalanya ke arahku, dan saat itulah aku melihat linangan air matanya yang membasahi mata bulat Yudhi.
''Yudhi ... HIV/AIDS tidak akan menularkan hanya karena sentuhan tangan dan pelukan ... jadi kenapa aku musti takut!''
''Tian ... kamu memang orang yang terbaik yang pernah aku kenal ....'' Yudhi mendekatkan tubuhnya ke tubuhku, dia memelukku sangat erat, lalu menangis tersedu-sedu dalam pelukanku.
Kami berdua menangis bersama-sama seperti anak kecil yang sedang ditinggalkan orang tuanya. Air mata kami bagai hujan deras yang bercucuran membasahi hamparan pipi-pipi kami. Aku memang hanyut pada rasa kepedulian dan kepekaan rasa yang teramat dalam terhadap sesuatu yang terjadi pada diri Yudhi, kepedihan dan ketidakberdayaan yang dirasakan Yudhi turut dirasakan olehku juga.
''Tian ... terima kasih kamu sudah menemani aku!'' Yudhi melepaskan pelukannya, dia menyeka air mata yang meleleh di pipinya dan tersenyum simpul seolah tak pernah terjadi sesuatu. "Maaf, Tian ... aku harus kembali ke tempat istirahatku,'' lanjutnya sembari perlahan melepaskan genggaman tanganku.
''Iya ... aku akan selalu berdoa untuk kesembuhanmu, Yudhi ...'' Aku memandang langkah Yudhi dengan tatapan nanar dan sembab.
''Terima kasih!'' Yudhi kembali tersenyum lebar laksana kembang lelaki yang merekah di pinggir jalan, nampak indah namun menyimpan kepiluhan dalam batinnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/150074789-288-k55453.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Lelaki
Truyện NgắnUntuk 13++ ''Tian!'' serunya. ''Ada apa?'' Aku menoreh ke arahnya. ''Tunggu hasil test-nya ... paling cepat sejam dari sekarang dan paling lama tiga hari!'' Aku menggangguk dan mau berjalan lagi. ''Tian!'' seru Cakra lagi. ''Ada apa lagi, sih?'' Ak...