Part 16

3.1K 122 3
                                    



Nonton aku sendiri,

Makan aku sendiri,

Tidur aku sendiri,

Seperti angka satu, ah ... jadi ingat sebuah judul lagu dangdut lawas yang dibawakan oleh penyanyi kawakan, Om Chaca Handika. Saat-saat seperti ini kadang aku merindukan kehadiran seseorang yang bisa mengisi hari-hariku dengan canda tawa bersama. Aku tidak tahu kapan kesendirianku ini akan segera berakhir. Aku merasa selalu kesepian. Aku membutuhkan kasih sayang dan belaian dari mahkluk yang bisa kusebut sebagai sang kekasih.

''Hartian Tegar Raga!'' Suara seseorang yang membuyarkan lamunanku, dia menyebutkan nama lengkapku, aku menoreh ke sumber suara itu, dan di depanku ada seorang driver ojek on line.

''Iya ... saya, Pak ... eh maaf, Mas ... atau, Dik ...'' sahutku gugup karena melihat tampang sang driver yang masih sangat muda dan tampan pula, kulitnya bersih seperti kapas, senyumanya juga manis sekali seolah ada tempelan madunya.

''Mas ini yang order ojek ke jalan Cempaka Putih Raya, bukan?'' kata sang driver membeberkan order-an yang diterimanya.

''Benar!'' jawabku semangat.

Aku baru sadar kalau aku beberapa saat yang lalu telah memesan ojek lewat aplikasi on line khusus, dan sebenarnya aku lagi menunggu sang driver yang akan pick up aku, karena kebanyakan melamun aku jadi lupa.

''Baiklah ... mari ikut saya, karena motor saya ada di sebelah sana!'' Cowok yang aku perkirakan masih berumur di bawah 20 tahun ini menuntunku bergerak ke arah motor yang diparkir di pinggir jalan.

''Oke!'' Aku berjalan di belakang driver brondong ini.

''Pakailah ini, Mas!'' Driver  muda ini menyerahkan sebuah helm dan selembar masker ke tanganku.

''Terima kasih!'' Aku memakai helm dan masker-nya, sementara dia mulai men-starter motornya.

''Silahkan naik!'' perintahnya dengan ramah plus senyum yang menawan, aku mengangguk dan segera meletakan pantatku di jok motornya, aku berpegangan pada bagian body motor untuk menyeimbangkan badanku, dan sejurus kemudian si driver ganteng ini pun menarik gas sehingga motornya bergerak maju.

''Mas ...'' ujarku di tengah motor yang melaju cukup kencang.

''I-iya ...'' sahut si driver sambil tetap fokus mengendarai motornya.

''Namanya siapa, Mas?'' tanyaku.

''Sa-saya ... saya ... Reno!'' jawab si tampan ini.

''Ohh ... namanya keren juga, umurnya berapa sih, kok kayaknya masih muda banget?'' tanyaku lagi.

''Saya baru 18 tahun, Mas ...''

''Oohhh ... pantesan ... udah lama jadi driver ojol, Mas?''

''Mmmm ... baru beberapa bulan aja sih, Mas ... lumayan buat sampingan, Mas!''

''Memang Mas-nya ini, masih kuliah atau kerja di mana?''

''Saya mahasiswa, Mas ... di Universitas xxx ....''

''Oh ... gitu ... hebat, ya?!''

''Ah ... biasa aja kok, Mas. Hehehe ...''

Itulah percakapan singkatku pada driver muda ini sebagai interaksi basa-basiku untuk mengenal lebih jauh tentang cowok ganteng yang satu itu, hal ini aku lakukan juga untuk mengusir ke-BT-anku selama perjalanan ini karena jarak tempuhnya terbilang tidak dekat.

''Stop ... stop ... stoppp!'' Aku menepuk pundak Reno untuk menghentikan laju kendaraannya dan seketika itu juga dia mengerem motornya. Mataku memperhatikan sesosok laki-laki di ujung jalan sana yang tengah berjalan terseok-seok seperti sedang terluka, postur dan gelagat laki-laki itu sangat mirip sekali dengan seseorang yang sudah aku kenal.

''Aku turun di sini saja!'' ujarku sambil turun dari motor Reno, lalu aku mengambil sejumlah uang untuk membayar biaya ojeknya.

''Ini ongkosnya ... dan ambil kembaliannya buat tips kamu ... terima kasih!" lanjutku sembari menyerahkan uang beserta helm ke tangan Reno.

''Wahhh ... terima kasih banyak ya, Mas ...'' balas Reno dengan mimik sumringah.

''Sama-sama,'' timpalku.

''Jangan lupa, Mas! Kasih review bintang lima buat saya di aplikasinya. Hehehe ...'' kata Reno sambil nyengir.

''Siiip!'' Aku memberikan jempol, lalu driver ganteng itu pun ngacir meninggalkan aku.

Kembali aku memperhatikan sosok lelaki yang nampak sempoyongan di seberang jalan yang gelap gulita itu. Lalu tanpa banyak berpikir aku segera berlari menghampirinya.

Kembang LelakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang