Pikiranku nge-blank bagai layar smartphone yang kehilangan sinyal operator, tubuhku mendadak getar mode on seperti terserang hawa dingin dari pegunungan Bromo. Kepalaku seakan enteng dan berputar-putar laksana baling-baling bambu punya Doraemaon, pusing, mual, mules atau sejumlah keluhan lain yang serentak menghampiri bagian-bagian organ tubuh vitalku. Rasanya seperti mau pingsan, tapi aku masih sadar bahwa di hadapanku masih ada wajah malaikat yang senantiasa akan menjagaku, sepertinya ini lebay ... namun fakta yang terjadi pada Yudhi benar-benar sebuah guncangan batin yang membuat perasaanku bagai tertusuk-tusuk jutaan duri sembilu.
''Tian ...'' Suara Cakra halus seperti angin surga yang menyadarkan aku dari ilusi bencana badai tsunami, aku terperanjat dengan tepukan hangat tangan lelaki berwajah bidadari man version ini yang mendarat manja di pundakku.
''Follow me ... aku akan membawa kamu ke ruangan di mana Yudhi sedang dirawat!'' tambah Cakra seraya menuntunku menuju ke sebuah ruangan yang setting-annya serupa dengan barak asrama tentara. Di sana ada beberapa ranjang putih persis seperti ranjang yang terdapat di rumah sakit atau puskesmas pada umumnya. Setiap ranjangnya hanya disekat dengan tirai warna senada untuk memberikan jeda antar pasien. Aku memperhatikan isi ruangan itu dari balik jendela.
''Tian ... di dalam adalah ruangan perawatan, jadi harus selalu steril ...'' ujar Cakra menjelaskan, ''sebaiknya kamu gunakan pakaian khusus dan masker ini!'' imbuhnya sambil meyerahkan kain berwarna hijau muda yang telah tersedia di depan pintu masuk ruang perawatan ini.
Aku dan Cakra segera mengenakan pakaian khusus pengunjung ini. Lalu setelah semuanya beres, Cakra membuka gagang pintu tersebut dan menggandeng tanganku untuk senantiasa berjalan di sisinya. Dia berjalan tegap dan tenang dengan pandangan lurus menyusuri lantai yang berwarna putih dan nampak bersih, sementara itu, aku yang berjalan di sampingnya tetap fokus memperhatikan setiap kamar yang terdapat pasiennya, aku melihat wajah-wajah mereka yang sayu tanpa ekspresi dengan tatapan mata yang kosong. Tubuh mereka kurus dengan warna kulit yang cenderung gelap, mereka seperti zombie, walaupun ada sebagian dari mereka yang nampak menebar senyuman tipis kepada para pengunjung.
"Tian ...'' Cakra menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah kamar, dia memintaku untuk mendekati dirinya. Dengan langkah ragu aku mulai melangkahkan kakiku. Entahlah ... kedua kakiku ini seolah ada pemberat berton-ton yang menahan laju langkahku.
''Ini kamar perawatan Yudhi ...'' ujar Cakra sambil menunjukan ruangan yang lebih tertutup.
''Kenapa ruangan Yudhi terpisah dengan pasien yang lain, Cakra?'' Aku mengeryitkan dahi.
''Karena kondisi Yudhi sangat lemah, jadi dia membutuhkan perawatan yang lebih intensif,'' terang Cakra.
Aku cuma melongo di balik masker yang aku kenakan.
''Dokter sebenarnya masih melarang pengunjung untuk menjenguknya,'' kata Cakra berlanjut.
''Terus bagaimana aku bisa melihat kondisinya, Cakra?''
''Jangan khawatir ... kamu masih bisa melihat dia, tapi dari jarak yang jauh, karena dia masih butuh istirahat yang cukup!''
Aku mengangguk seolah mengerti padahal aku masih kurang paham. Perlahan Cakra menekan gagang pintu ruang perawatan Yudhi dan saat itulah denyut jantungku tiba-tiba berdebar-debar lebih kencang. Aku mendadak nervous seperti mau menghadapi psikotest penerimaan karyawan.
Dag dig dug ... Dag dig dug!
Tanganku basah berkeringat karena cemas dan takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembang Lelaki
Short StoryUntuk 13++ ''Tian!'' serunya. ''Ada apa?'' Aku menoreh ke arahnya. ''Tunggu hasil test-nya ... paling cepat sejam dari sekarang dan paling lama tiga hari!'' Aku menggangguk dan mau berjalan lagi. ''Tian!'' seru Cakra lagi. ''Ada apa lagi, sih?'' Ak...