Sdh di up
...
"ASTAGA, gue benciiiiiii!" aku kembali ke mejaku dengan rasa dongkol yang bisa membuat rambut rontok. Laporan Mbak Tari yang dia titipkan sudah kubanting dengan suara yang keras di atas meja. Rasanya aku benar-benar ingin melempar Sean dengan hells-ku.
"Kenapa lagi lo?" Mbak Tari melirik dari arah kubikelnya, tapi tangannya tetap mengetik pada keyboard laptop di depannya. Sepertinya penginputan data semalam terlalu banyak. Sedangkan Riska, perempuan itu terlihat asik dengan dunianya sendiri, bahkan suara bising yang tadi kubuat tidak memengaruhi perempuan itu.
"Ini, nih gara-gara Mbak." tukasku masih dengan jengkel. Iya kan gara-gara Mbak Tari. Coba dia tidak memintaku (baca; memaksaku) ke ruangan Sean untuk membawa laporannya, aku tidak akan mengalami kedongkolan luar biasa akibat ulah Manusia Goa itu.
"Loh? Kok gue sih." Mbak Tari tidak mau disalahkan. "Emang salah gue apa?"
Aku memandang Mbak Tari sambil bersedekap, "Gara-gara Mbak minta gue anterin laporan, gue kena bully-annya Sean."
"Lo gak ikhlas nolongin gue nih ceritanya?" kata Mbak Tari. Fokusnya sudah berada padaku. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat kening Mbak Tari naik sebelah. Dia seperti senior yang ingin membuly juniornya karena tidak ingin disalahkan.
Aku menghembuskan nafas, "Ikhlas gak ikhlas, Mbak. Lo tahu, kan bagaimana sikap Sean ke gue kayak bagaimana."
"Emang apa lagi yang Sean lakuin, hah?" tanya Mbak Tari dan refleks membuat ingatanku kembali ke beberapa menit yang lalu.
Sambil menahan emosi, aku menceritakan apa yang tadi sudah dilakukan Sean. "Terus gue disuruh buatin kopi. Tapi, karena mungkin dia sudah bosan liatin muka lepek gue karena kagak ikhlas, dia nyuruh gue bawa mesin kopi dari pantry ke kantornya. Kurang kerjaan, 'kan? Kayak di lantai ini hanya dia saja yang suka kopi buatan bukan instan."
"Lah, kan itu bagus. Berarti, lo gak usah lagi dong bolak-balik ke pantry dan ruangannya hanya untuk buatin dia kopi. Dia bisa buat sendiri kopinya, kan?"
Aku mengangguk dan setuju. "Yah itu emang bagus. Tapi tadi, gue beneran dongkol banget sama sikap menjengkelkannya, Mbak. Pas tadi gue mau buatin kopi, mesinnya malah mati dan gak bisa dipake, dan dia malah nuduh gue yang rusakin itu mesin. Ya Tuhan, kalau gak ingat kerja dan gaji sudah gue lemparin itu mesin kopi di mukanya. Mana cerewet lagi. Sedikit-sedikit salah, sedikit-sedikit ini, itu. Aaarrhhh... ampun deh, punya atasan kok gitu amat sih." ceritaku meluapkan semua isi hatiku.
Mbak Tari hanya anggung-angguk kepala seolah mengerti keadaanku saat itu. "Terus dia nyuruh lo perbaiki?"
"Iya, Mbak." sergahku. "Dikira gue tukang servis apa. Padahal ada bagian maintenence. Kalau begitu, mereka gunanya apa coba. Hanya pajangan perusahaan? Emang pada dasarnya dia cuma pengen kerjain gue, 'kan?" kataku lagi meluapkan semua emosiku, "Terus pas gue bilang gak bisa, dia malah nyuruh gue perbaiki dengan kemampuan telekinesis. Sarap, 'kan itu orang? Emang gue paranormal? Paranormal aja butuh tukang sevis buat perbaiki HP."
Mbak Tari terkekeh, seolah apa yang kualami adalah hiburan penghilang stres. "Serius, Ar. Selama gue kerja di sini, cuman lo doang yang suka dikerjain sama Sean." kata Mbak Tari sambil terkekeh, "Riska aja yang sok jual mahal, cuek-cuek butuh, tetap aja kagak diperhatiin..."
"Gue dengar loh, Mbak." Riska menimpali meski tatapannya tetap berada pada laptop di hadapannya. Perempuan itu sangat serius.
"Dan hilangin pikiran jelek yang bersarang di kepala lo, kalau Sean itu suka sama Lo."
"Terus apa lagi, coba?"
"Dendam mungkin. Ingat-ingat deh, lo mungkin pernah buat salah, kan sama dia. Karena sejak pertama kali lo injak perusahaan ini, dia sudah begitu, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
RESTART
Romance"Sleeping Beauty seri 2" Label menjadi pengangguran abadi akhirnya tidak lagi disandang oleh Aria setelah ia lolos dan bekerja di perusahaan besar. Tapi, kalau bosnya seperti Sean yang seenaknya sendiri, tukang buli, dan pemaksa sepertinya Aria haru...