16© Perasaan Aneh

2.3K 247 20
                                    

Maaf untuk sebulan ini tidak melanjutkan Reload 😅😅. Sebulan lalu saya sibuk, karena kekurangan anggota di tempat kerja, saya jadi harus kerja ekstra, bahkan ketika off pun saya tetap bekerja karena kekurangan tersebut dan ketika pulang kerja, saya biasanya tepar duluan.

Ketik-ketik cuma sesikit, lalu dihapus karena ketikannya serasa salah dan tidak sreg 😁😁 dengan jalan ceritanya.

Dan Tolong kalau misal ada yang kurang, aneh, tidak nyambung, tidak masuk akal, di komentari. Saya sering khilaf dan lupa dengan adegan sebelumnya 😢😢. Saya mengetik ini tdk pakai outline jadi hanya mengandalkan ide dadakan yang hadir.

Btw, silahkan dibaca 😁😁😊

...

Sean, aku tunggu di luar, oke?” teriakku seraya berlalu menuju ruang tengah apartemen Sean. Mataku menjelajahi tiap sudut ruang tengah itu. Sama seperti kebanyakan rumah, di apartemen ini lengkap dengan berbagai furniture yang dipajang. Hanya saja tanpa ada satu pun foto yang dipajang. Bahkan foto dirinya sendiri. Padahal kupikir Sean adalah laki-laki narsis yang akan memajang foto bertelanjang dadanya dengan ukuran besar di kamarnya sama seperti Rain, aktor di film Full House.

Kalau diingat-ingat lagi, kenapa Sean tidak tinggal saja dari dulu di sini? Ketika orang tuanya betengkar dan membawa Talia bersamanya supaya gadis itu tidak mengalami stress. Kan dia bisa lebih fokus untuk bekerja dan membenahi perusahaannya yang hampir gulung tikar. Lagipula, kalau di novel-novel tokoh utama laki-laki yang mengalami patah hati selalu melampiaskan emosinya pada pekerjaan dan menjadi workholic.

Aku menggeleng. Itu urusannya Sean. Tidak ada hubungannya denganku. Lagipula semuanya juga sudah berlalu. Buat apalagi diungkit-ungkit.

Tapi, omong-omong kenapa Sean lama sekali bersiap-siap? Ini sudah hampir sejam sejak aku menunggunya. Berkeliling-keliling juga membuatku bosan. Tidak seperti biasanya.

Eh, apa jangan-jangan dia- aku menggeleng ketika pemikiran mesum mulai merambahi kepalaku, sudahlah. Itu urusannya dia. Dia juga adalah laki-laki. Jadi, wajar saja dia melakukan itu.

Mengurangi kebosanan aku kembali mengelilingi apartemen Sean. Mulai dari dapur dan kembali ke ruang tengah. Membuka tirai yang menghalangi cahaya bulan untuk menerangi ruangan lalu terkesima karena pemandangan yang disuguhkan. Aku seperti berdiri di tengah titik lautan cahaya yang berkilau indah, sangat menakjubkan. Dan Sean bodoh karena tidak mau tinggal di sini dari dulu.

“Bagaimana bisa kau membuka tirai itu?”

Aku berbalik menatap Sean yang sudah segar dengan handuk yang ia usapkan di kepalnya guna mengeringkan rambutnya yang basah. Aku menghela, kupikir ia akan melakukan kajahilannya seperti biasa. Menggodaku dengan perutnya yang kotak-kotak.

“Bisalah. Kan aku hebat.” Sahutku sambil menyengir bangga.

Sean tak menyahut, ia justru meninggalkanku ke dapur untuk mengambil soda kaleng lalu kembali lagi ke tempatku dan ikut berdiri di sampingku.   Handuknya sudah ia sampirkan pada kursi sofa. Dan sesekali bunyi tegukan terdengar ketika ia meneguk sodanya.

“Sean.”

“Hm...”

“Aku penasaran.”

“Tentang?” Sean kembali meminum sodanya tanpa mau memandangiku. Tatapannya tetap berada pada hamparan kerlipan lampu-lampu yang bertaburan di hadapan kami. Sepertinya ia juga menikmati pemandangan hamparan kerlipan cahaya itu.

“Kenapa dari dulu kau tidak tinggal di apartemen ini?”

Sean diam tampak merenung. Gerakan tangannya ketika ingin meminum sodanya berhenti di udara. Pandangannya tak sekalipun beralih, tetap pada pemandangan di depan.

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang