3● Ketahuan

4.5K 474 21
                                    

Cocok gak kalau Isyana Sarasvati sebagai Aria?
Tadinya mau pakai Chelsea Islan, tapi kayaknya kurang kalau dia. Kalau menurut kalian yang cocok siapa?

Btw, jangan lupa klik bintangnya yah sebelum dibaca 😊, kalau bagus bisa dipuji (ngarep ini) kalau aneh (dikomen. Pedas juga gak apa-apa. Saya malah senang, kan buat saya bisa jadi lebih perbaiki tulisan 😄, assyeeek 😂)

💋💋💋

"Ri, lo kenapa kemarin cepat pulang?" Mbak Tari datang ketika aku baru meregangkan tubuh. Laporan yang diberikan kasir untuk direkap benar-benar banyak. Padahal kemarin tidak ada event, tapi laporannya banyak sekali. Yah, seharusnya aku senang karena bisa tambah bonus, sayangnya karena badanku yang kenna imbasnya, tidak apa-apa kan kalau mengeluh. Lagipula, aku juga bukan karyawan teladan yang penuh loyalitas terhadap pekerjaan. Aku cuma karyawan baru yang butuh proses penyesuaian.

"Kan sudah gue jelasin alasannya?" sahutku masih meregangkan otot (tapi masih duduk di kursi)

Mbak Tari berdecak, tanda kalau ia tidak menerima alasanku. Dan memang benar sih, kalau orang yang mengenalku lama, pasti juga akan meragukanku.

"Kalau untuk mereka sih iya, percaya. Tapi kalau gue. Gue bego kalau percaya alasan bego kayak gitu. Emang lo pikir, gue kenal lo itu sudah berapa lama? Lo junior gue, pernah beberapa kali sekelas, dan dari itu semua, gue bisa tahu karakter lo kayak gimana."

Aku menghela nafas. Memiliki rekan kerja yang sudah saling tahu memang ada bagusnya, tetapi tentu saja sejalan dengan jeleknya. Seperti ini salah satunya. Meski sudah menunjukkan muka serius, memelas, dan permainan lidah yang lihai, berbohong tetap saja di tahu.

"Beneran. Kemarin ada orang mabuk yang muntah di baju gue, mana baunya, nauzubillah. Ih, sampe sekarang gue masih jijik kalo ingat semalam. Apes banget gue." jelasku sambil memperagakan gaya jijik ala sinetron.

"Bohong lo. Mana ada orang yang sudah mabuk jam sepuluh malam." sanggah mbak Tari masih tidak terima dengan alasanku.

"Suka-suka orang lah, Mbak. Kita mana tahu pikiran orang kayak gimana. Mungkin dia stress dan gak tahu jam. Atau pacarnya selingkuh sama musuhnya, mabuk tanpa lihat suasana. Atau dia baru saja hamilin anak orang tapi tidak mau tanggung jawab. Semua bisa saja, 'kan?"

"Alah, lo yah paling jago ngeles."

Aku cuma nyengir.

"Ri!?" Riska datang dan menginterupsi percakapan kami. Keningnya mengkerut ketika melihat wajah mbak Tari yang tertekuk, "Muka lo kenapa, Mbak? Lagi nyoba berperan sebagai nenek renta?" tanyanya dan aku hanya terkekeh mendengar pertanyaan itu.

"Apaan sih lo? Datang-datang juga."

"Lagian muka lo kenapa digituin? Kayak lagi mimpi ena-ena sama Si Doi tapi pas mau klimaks malah diganggu sama alarm."

Aku kembali tertawa. Riska dan otak mesumnya. Cewek ini dilihat dari luar cuek dan dingin, tapi sekalinya bicara, kata rem mungkin tidak akan ada di dalam kamusnya, sekali pun itu berbicara frontal di depan karyawan laki-laki. Mungkin hanya beberapa orang yang bisa membuat Riska diam tak berkutik dan menyaring kata-katanya dan aku yakin salah satunya adalah Si Manusia Goa itu.

"Gila lo. Itu mah lo sendiri." balas mbak Tari.

Sedangkan yang ditanya hanya cengengesan tanpa dosa. Kalian juga bisa tebak kan apa artinya itu. Yah, aku yakin. Seratus persen yakin, kalau Riska memang pernah mengalaminya.

"Betewe, kalian tadi lagi gosipin apa? Kayaknya seru sampe muka mbak Tari kayak gitu."

Mbak Tari memasang muka mencemooh, "Kepo deh..."

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang