25. Hampir Melayang

2K 219 22
                                    

Untuk kesekian kalinya aku mendesah melihat bagaimana bersemangatnya Riska dan Mbak Tari mematut diri mereka di cermin toilet kantor. Kadang Mbak Tari bertanya mengenai bedaknya yang ketebalan atau Riska yang make up-nya sudah natural atau menor, padahal dandanan mereka tetap seperti biasa, tidak ada yang berlebih. Dan yang membuatku kesal adalah, mereka menyuruh aku menunggu mereka selama hampir setengah jam, padahal aku tidak ikut di acara itu. Ampun, merepotkan sekali.

Yah, aku tahu kalau mereka ikut acara itu bukan hanya menikmati makanan atau cuci-cuci mata, tetapi juga untuk mendapatkan pasangan. Tetapi, mesti yah berdandan sampai selama ini?

Padahal wajah Mbak Tari maupun Riska, sudah cantik tanpa dandanan. Dan tidak mungkin tidak ada laki-laki yang mengincar mereka. Buktinya, pak Tony si Playboy manis yang tadi menyinggungku, sering sekali melirik Mbak Tari. Atau Gilang yang aku tidak tahu dari bagian apa juga tanpa sungkan mengajak Riska berbicara, meski selalu didiamkan oleh perempuan itu. Jadi, sebenarnya mereka menjomlo itu karena mereka sendiri. Standar laki-laki yang mereka sukai terlalu tinggi. Mungkin karena sudah terjerat oleh pesona Sean atau mungkin juga gara-gara idola mereka yang memiliki penampilan luar biasa.

Ah, kuharap mereka berdua segera mendapatkan pasangan supaya aku tidak sering-sering direpotkan.

"Bagaimana?" Untuk ketiga kalinya Mbak Tari bertanya sambil menunjuk riasan wajahnya. "Ada yang aneh gak?" Padahal tidak ada yang aneh.

Aku menggeleng sembari menghela nafas bosan. "Gak ada, Mbak. Lo tetap cantik. Lebih syantik dari princess." kataku berusha sabar, meski terlihat jelas kalau aku sudah sangat bosan. "Masih lama gak?" Aku melirik jam tangan.

"Sabar elah. Emang urusan penting lo itu apaan sih? Ngebet banget." Riska bertanya sambil melap pinggiran bibirnya yang terlewat lipstik.

"Penting." kataku.

"Bukan jalan bareng Sean, kan?" Kali ini Mbak Tari menebak. Pandangannya sudah kembali pada cermin. Untung di lantai ini hanya ada beberapa karyawati dan masing-masing ruangan ada toiletnya sendiri, jadi aku tidak akan risih dilihat orang karena kelakuan mereka berdua.

"Iya." sergahku dongkol. Dari pada bohong dan dicurigai macam-macam, lebih baik jujur. Toh, mereka tidak akan percaya.

"Oh."

Loh?

Aku bingung sendiri. Kenapa respon Mbak Tari hanya begitu? Dia percaya?

"Kenapa lo?"

"Ah, gak ada. Masih lama gak?" dalihku.

Mbak Tari melihat jam tangannya, "Masih lima belas menit. Paling juga mereka masih siap-siap." katanya hanya melirikku dari cermin kemudian mengusapkan lipstik di bibirnya hingga berubah menjadi coklat tua. Ia menyimpan lipstiknya setelah yakin jika tampilannya sudah pas.

Aku menghela sekali lagi. Melirik Riska yang masih asik dengan dandanannya.

"Harus khusuk yah, Ris? Ngebet banget dapat pasangan." kataku.

"Gue gak mau ngejomlo sendiri." sahutnya sarkas.

Aku mengangguk, "Oh." Dan detik selanjutnya jadi bingung. Memang di antara kami siapa yang sudah dapat pasangan? Aku? Jelas-jelas belum. Lalu apa mungkin Mbak Tari?

"Mbak lo sudah ada gebetan?" tanyaku melirik ke arah Mbak Tari yang sedang membereskan perlengkapan make up-nya.

"Kalau gue udah punya, lo gak bakal lihat gue kayak gini." sahutnya santai.

"Terus maksud lo siapa, Ris? Lo gak mungkin nuduh gue, kan?"

"Emang siapa lagi kalau bukan lo? Mbak Tari juga sudah mulai keganjenan tuh sama pak Tony."

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang