21. Berdua

1.7K 224 15
                                    

"Bapak beneran mau antar saya pulang?"

Sepanjang jalan menuju basement hotel, aku sama sekali belum memiliki jawaban kenapa bisa Sean mau mengantarku pulang. Oke, tadi aku memang ngotot merayu ia untuk segera pulang agar ada yang menemaniku melewati lorong kantor yang sepi, tapi bukan sampai ia mengantarku pulang ke rumah.

"Kamu sudah maksa saya." katanya sambil terus berjalan.

Memaksa? Hell, sejak kapan aku memaksanya mengantarku? Dia saja yang tiba-tiba mengambil kesimpulan seperti itu.

"Tapi kalau Bapak keberatan, saya bisa pulang sendiri kok." kataku lagi. Bisa gawat kalau keluargaku melihatnya. Terlebih pada mama sama papa. Mereka akan berpikir berlebihan dan akan terus mencercokiku.

"Kamu pikir saya laki-laki seperti apa? Saya sudah menyetujuinya dan menarik kata-kataku sama saja kamu menyuruh saya menjadi seorang pengecut."

Aku menghela. Ya ampun, Si Bapak kenapa lebay amat sih? Biasa aja kali. Toh, orang yang dia bilang memaksanya tidak menagih.

"Gak kok, Pak."

Ah, terserah deh. Terserah Bapak saja. Terserah.

"Kamu tunggu saja di sini, saya ambil mobil dulu."

Ha?

"Di sini, Pak?" Aku bertanya, untuk memastikan.

"Iya." sahutnya singkat.

Aku membawa pandanganku untuk melihat sekeliling kami. Petugas keamanan yang berjaga dan beberapa ada yang bersiap membuka pintu. Para house keeper yang berlalu lalang, juga petugas-petugas lain yang juga sedang bekerja, yang benar saja? Ini orang mau buat gosip, yah?

Aku menggeleng pelan, "Saya ikut Bapak, bisa gak?"

Keningnya menyerngit menatapku, "Buat apa?"

Dan rasanya ingin kuteriaki mukanya itu. Ya ampun, Bapak. Kamu itu punya kedudukan tinggi di sini. Dengan wajahmu yang tampan dan digilai banyak wanita di perusahaan ini, kamu pikir aku bisa datang ke kantor besok dengan tenang tanpa di hajar atau dicakar dengan para penggilamu?

"Yah, saya gak enak aja, Pak." sahutku.

"Sama saya?" tanya Sean.

Aku mengangguk. Bukan cuma Bapak, tetapi dengan wanita-wanita yang menatap kita dengan kening mengkerut, heran dan pastinya iri.

"Kenapa gak enak?"

Yaelah pakai nanya.

"Pokoknya gak enak, Pak. Saya ikut Bapak yah ke basement." kataku lagi sedikit memohon.

Awalnya Sean enggan, namun hanya sepersekian detik ia menyetujuinya. "Iya."

Aku tersenyum, kemudian kami langsung bergerak menuju basement. Tetapi, langkah kami berhenti karena seorang wanita memanggil. Dia Jessi. Wanita ular itu datang dengan cara yang dramatis. Nafasnya agak ringkih seperti habis melakukan sesuatu yang berat. Rambut yang biasanya ia urai pun kini sudah diikat dan sedikit berantakan. Beberapa bulir keringat keluar dari pori-pori tubuhnya terutama di bagian kening dan leher hingga membuat ia terlihat- ck, menyebalkan sekali kalau mengakuinya. Tetapi, dengan penampilan seperti itu, tidak ada pria yang mau memalingkan wajah darinya apalagi ditunjang dengan wajahnya yang cantik. Ia benar-benar terlihat seksi. Ck, sengaja pasti.

"Maaf, Pak. Saya boleh minta tebengan gak, Pak? Kendaraan saya mogok dan belum sempat diantar ke bengkel." tanya Jessi dengan suara yang sengaja dimanja-manjakan.

Aku memutar mata, kentara sekali kalau dia ingin mencari perhatian dari orang-orang. Terlebih pada Sean. Sifatnya tidak sedikit pun berubah dari SMP. Dan apa-apaan dengan pakaian trening ketat yang ia pakai? Kenapa tidak sekalian saja tidak berpakaian? Ah, sial. Bisa-bisa mukaku keriput duluan gara-gara dia.

RESTARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang