Part 2

34.3K 1.1K 38
                                    

Detik itu juga setelah Vella dengan ikhlas siap menyanggupi permintaannya, Jorge pun segera melesat ke kamar mandi dan mengguyur seluruh tubuhnya. Hati Jorge menghangat seperti kucuran air yang keluar dari pancuran kamar mandi hotel, dan tentu saja itu terjadi karena sosok Felicia Vella. Kebiasaan berlama-lama di bawah pancuran ikut hilang detik itu, berganti dengan mandi kilat ala kadarnya.

Setelah selesai, ia keluar dengan hanya memakai boxer hitam dan handuk kecil yang dipakai untuk mengeringkan air dari rambutnya, namun hal tersebut membuat Vella sedikit terganggu.

"Lho, Vel! Mau ke mana? Kita mau siap-siap ke apartemen aku, kan?" seru Jorge saat Vella berdiri dari sofa dan hendak melangkah.

"Egh, iya. Ak-ku tunggunya di luar aja ya, Ge? Ka-kamu pakai baju dulu. Aku-"

"Astaga! Jadi karena hal ini? Apanya yang perlu dipermasalahkan sih, Sayang. Kamu 'kan tadi udah lihat sekaligus merasakan si junior. Kamu mau tambah lagi ya? Atau kamu pengen yang lebih dari pada itu?" kekeh Jorge melangkah lebih dekat.

Terlihat tubuh Vella menegang di mata Jorge, dan sungguh itu sangat menarik baginya.

"Ng-nggak usah nambah lagi ya, Ge? Besok aja. Kamu bilang jatah gituannya sehari sekali 'kan, ya?"

Tawa riuh dari pita suara Jorge segera saja bergemuruh mengisi setiap sudut kamar hotel. Lantas tanpa bisa dihindari, tubuh Vella kini berada di dalam pelukan hangat sang CEO.

"Ge, aku-"

"Sebentar aja, Vel. Aku janji nggak akan lebih," sanggah Jorge mengeratkan pelukannya.

Namun ponsel pintarnya berdering keras dari atas meja nakas, dan Jorge kesal dengan keadaan itu.

"Apaan sih, Jim?! Lo nggak ta-"

"Ini Mama, Ge! Cepat kamu turun atau Mama yang cari kamu di atas? Kamu udah balik dari Singapura bukannya langsung kerja, malah asyik-asyikkan main cewek! Kamu mau Mama permalukan cewek bayaranmu itu lagi? Cepat turun sekarang! Klik."

Skakmat!

Debaran jantung Jorge hampir saja copot efek mendengar suara wanita di balik nomor kontak milik Jimmy. Sungguh nasib sial tengah ia dapatkan hari ini, karena rencana membawa Vella ke apartemen miliknya pun pupus sudah.

"Vel, ada Mama aku di bawah sana. Emmm... Terus juga Mama itu agak sedikit galak sih. Jadi, ya gitu deh. Kayaknya aku nggak bisa antar kamu ke apartemen hari ini deh Nggak apa-apa 'kan, Sayang?"

"Nggak kenapa-napa kok, Ge. Maka itu tadi aku 'kan sudah bilang kalau aku bisa kok cari kontrakan atau kos-kosan sendiri gitu. Jadi kamu-"

"Bukan itu, Sayang. Maksud aku tuh nanti kamu diantar sama Jimmy. Dia itu anak buahku. Mama cari aku ini, karena memang aku belum pulang ke rumah. Kemarin 'kan aku ada meeting tuh di Singapura. Bukan maksudku mau membatalkan semua hal yang udah jadi kesepakatan kita berdua tadi. Oke?" potong Jorge menggenggam sepuluh jari-jari Vella.

"Jadi maksud kamu-"

"Iya, Sayang. Perjanjian kita ya tetap jadi dong. Masa aku biarkan bibir nikmat kamu pergi gitu aja. Intinya kamu bakal aku bantu, dan sebagai balasannya kamu juga harus buat kayak yang ta-"

"Ya sudah kalau begitu. Nggak usah dijelaskan lagi, Ge. Aku ngerasa berdosa aja," sahut Vella, membuat Jorge mengernyitkan kening datarnya, "Tapi hubungan kita hanya sebatas partner seks aja, kan? Nggak ada sangkut pautnya sama perasaan alias aku masih bebas berteman sama siapa aja, termasuk cowok teman kampusku nanti?" dan Vella kembali berkata sembari menyipitkan satu kelopak matanya.

Pertanyaan itu sukses membuat rahang Jorge mengeras dan hatinya jelas meradang di sana. Namun karena rasa gengsi tingkat dewa yang ia miliki, dengan enteng sang CEO menjawab pertanyaan itu ketus.

"Ya iyalah. Memang kamu pikir hubungan kita nanti akan seperti apa, hem? Tenang aja. Aku nggak bakal sentuh kamu lebih dari yang kayak tadi kok. Soalnya selama ini, aku cuma suka dihisap doang. Tanya aja sama Mbak Mitha tuh. Si junior aku ini, belum pernah masuk ke lubang wanita mana pun. Ya, buat calon Istri aku aja nanti. Biar nggak banyak dosa. Benar, kan?"

"Itu, tahu. Ya sudah deh. Sana pakai bajumu. Sudah ditunggu sama Mamamu, kan? Makasih ya kerjaannya. Aku janji sebisa mungkin nggak bakal kecewakan kamu nanti. Aku serius ini," ungkap Vella sembari mengangkat jari kelingkingnya.

Jorge sempat terkejut dengan tingkah Vella, namun pada akhirnya ia pun ikut menautkan jari kelingkingnya di sana. Satu senyuman lepas dari kedua bibir anak cucu Adam tersebut, dan sungguh hati Jorge menghangat dengan sikap Vella yang kini berubah menjadi gadis bawel bersama perkataannya barusan.

"Kalau gitu kamu tunggu di sini aja ya? Nanti aku suruh Jimmy naik. Nih, kunci apartemen aku. Kamu pegang biar nggak berpikir aku ini penipu. Oke?" ujar Jorge menyimpan kunci di telapak tangan kanan Vella, "Terus ini juga buat kamu. Soalnya isi lemari es di apartemen kayaknya kosong deh. Siapa tahu aja kamu suka memasak dari pada pesan makanan masak," lanjutnya menyodorkan kartu berwarna gold di telapak tangan kiri.

"Egh, apa ini?"

"Ini kartu debit aku. Tahu 'kan apa gunanya kartu ini? Aku nggak melarang kamu belanja apa pun kok. Tapi kartu ini nggak usah kamu pakai untuk biaya registrasi kuliahmu nanti. Itu urusan aku sendiri pokoknya. Jadi udah percaya 'kan sama aku?" jawab Jorge menatap lembut gadis cantik di depannya.

Vella dengan antusias menerima apa yang Jorge berikan dan ucapan terima kasih darinya, secepat kilat mendarat tepat di pipi Jorge.

Cup

"Hem, udah berani ya sekarang?" kekeh Jorge ikut tersenyum setelah pipinya dikecup.

"Nggak kok. Cuma sama kamu aja," cicit Vella.

Oh, Tuhan... Semburat merah jambu di kedua pipi Vella, benar-benar sukses membuat junior Jorge di bawah sana sedikit menggeliat. Sungguh hal inilah yang membuat sang CEO teramat sulit membiarkan Vella pergi begitu saja, layaknya wanita bayarannya yang lain.

"Jangan bilang gue jatuh cinta sama cewek ini, Tuhan. Mama pasti nggak akan pernah setuju dan nasib dia juga pasti akan sama seperti mantan-mantan gue yang dulu itu," batin Jorge memohon.

Ia lalu bergegas memakai pakaiannya kembali, kemudian menyempatkan diri mengecup bibir Vella. Sayangnya kecupan tersebut berubah menjadi sebuah pagutan liar dan panas, karena kali ini Vella mencoba memberanikan dirinya membalas ciuman itu. Kemudian setelah napas mereka berdua hampir habis, Jorge melepaskan bibir Vella, dan kembali memeluknya.

"Makasih buat hari ini, Sayang. Aku bahagia banget bisa kenalan sama kamu. Hati-hati ya? Aku pergi dulu," pamit Jorge, berlalu dari hadapan Vella.

Kini tinggallah gadis itu sendirian dalam kamar hotel. Lalu tak sampai lima belas menit, anak buah Jorge akhirnya datang juga.

"Udah siap, Non? Ayo saya antar ke apartemen Bos Gege. Eh, tapi kenalan dulu deh. Gue Jimmy Waluyo, orang terkeren sejabodetabek," ucap Jimmy memainkan kedua alis matanya.

Tawa Vella pun tak lagi dapat dibendung dan keduanya berjabat tangan dengan sedikit berbincang, sebelum akhirnya pergi dari sana. Sepanjang jalan Jimmy benar-benar membuat Vella terus tertawa hingga berulang kali gadis itu berucap syukur dalam hati.

"Vella kira semuanya bakalan susah ya, Tuhan. Maaf kalau Vella harus pakai cara kotor seperti ini. Vella harap setelah lulus kuliah nanti, semuanya akan berubah jadi baik, Tuhan. Biar dosa Vella nggak menumpuk setinggi gunung. Sekali lagi maafkan Vella harus seperti ini demi bisa sukses ya, Tuhan? Tolong bantu Vella biar bisa cepat jadi sarjana, Amin," batin Vella di sela tawa yang ia beri atas tingkah lucu Jimmy.

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang