"Sialan! Ini lampu merah kok lama banget sih?! Brengsekkk...! Arghhh...!" teriak Jorge memukul stir mobilnya, akibat terjebak kemacetan kota Jakarta setelah keluar dari pintu tol Antasari.
Namun tak sampai beberapa lama kemudian lampu lalu lintas pun berubah menjadi hijau. Karena mobil Jorge berada di barisan paling depan, maka dengan tergesa pula tangannya menyentuh persneling dan kakinya menekan pedal gas.
Tujuan sang CEO muda itu hanya satu, apalagi kalau bukan rumah yang selama ini ia tinggali bersama kedua orang tuanya.
"Aku yakin Mama pasti dalang di balik perginya Vella! Aku nggak akan tinggal diam dan bakalan nikahin dia secepatnya biar Mama tau kalau aku nggak main-main sama hubungan kami!" gumam Jorge terus melajukan mobilnya.
Alhasil setelah tiga puluh menit berjibaku dengan jalanan Ibu kota, kini sampailah Jorge Luis de Olmo di depan pintu pagar tinggi rumah mewahnya.
Tin... Tin... Tin... Tin... Tin...
Klakson dari mobil sport yang masih ia kemudikan itu bahkan ikut menjadi saksi bagaimana rasa emosional dalam dirinya, yang tentu saja semakin bergejolak ketika sedikit lagi wajah sang ibu berhasil dilihatnya.
"Maaf, Den. Saya buang air kecil tadi," ucap security yang kini sudah membuka pintu pagar.
Tapi Jorge tak mau repot-repot membalas perkataan tersebut, selain terus melajukan mobilnya mendekat ke teras rumah.
"Mamaaa...! Mamaaa...! Mama di mana, hah?! Cepat kelu--"
"Siapa yang suruh kamu teriak-teriak Jorge Luis de Olmo?! Mau jadi jagoan lagi kamu?! Nggak puas udah bikin kaki Mama mu luka kayak gini?" amuk Juan, ketika Jorge sudah masuk ke ruang tamu.
Sebab disanalah kedua orang tuanya berada, sehingga teriakkan keras Jorge sangat mengganggu di pendengaran.
"Dengerin, Pap! Mama bisa luka kayak begini, jelas semua bukan ulah Gege! Mama sendiri yang menarik lengan Gege dan paksa-paksa untuk pulang ke rumah, padahal Gege lagi sibuk cari Vella. Dia di culik, Pap. Mama yang culik Vella!"
"Apa?! Mama yang culik cewek udik itu kamu bilang, Ge? Atas dasar apa kamu tuduh Mama seperti ini? Lihat, Pap? Bener 'kan apa yang Mama bilang tadi? Cewek udik itu sudah membutakan mata anak mu, sampai-sampai dia rela tinggal di Rusunawa Topas dan durhaka sama Mama model begini!" cerocos Liely menunjuk lututnya yang sudah di balut perban.
"Alah, Mama nggak usah ngeles lagi! Mama kira nggak ada yang lihat?! Ada, Ma! Adaaaa...!" sahut Jorge tak memedulikan kata sopan lagi di sana, "Mobil yang Mama bawa tadi itu ada sehabis subuh di sekitar kompleks Rusunawa, dan Ibunya Jimmy sendiri yang lihat! Jadi Mama mau ngeles apa lagi, hah? Mama kan yang dari dulu ngebet banget aku pisah sama Vella?!"
"Tapi bukan Mama yang buat cewek udik itu pergi, Gege! Kamu memangnya punya bukti kalau Mama yang culik dia? Kamu kira ada untung apa sampai Mama harus capek-capek culik cewek nggak berguna seper--"
"Cukup, Ma! Dia punya nama dan dia bukan cewek nggak berguna!" teriak Jorge begitu berapi-api, "Gege cinta sama dia, Ma! Felicia Vella itu calon Istri Gege dan juga akan menjadi Ibu dari anak-anak Gege yang juga cucu Mama! Jadi bilang sekarang, Maaa...! Bilang ke Gege di mana Mama sembunyikan Vellaaa...! Gege mohon, Maaa... Bilang di mana diaaa...!"
"Mama nggak tau dan Mama nggak mau tau, Gege! Jangan tuduh Mama kayak gini, karena Mama mu ini bukan penjahat! Mama yang melahirkan kamu, Gege! Mama cuma mau yang terbaik buat kamuuu...!" sahut Liely berteriak keras, lalu terisak setelahnya.
Perdebatan tersebut benar-benar membuat Juan Alexander tak dapat berkata apa-apa. Selama ini ketika kedua orang yang ia sayang itu bertengkar, ia hanya diam untuk mengamati dan kali ini ia sudah tau jawabannya.
PRANKKK...
"Mama bohonggg...! Katakan, Maaa... Katakan di mana Mama sembunyikan Vellaaa...!"
PRANKKK...
Dua lukisan besar yang berisi gambar mereka bertiga, menjadi sasaran kemarahan sang CEO.
"Gege, cukup!" teriak Juan pada akhirnya.
"Nggak! Gege nggak mau berhenti sampai Mama ngaku! Mama yang sudah bawa Vella pergi, Pap! Mama pelaku--"
"BUKAN! Bukan aku, Juan! Bukan akuuu...!" histeris Liely, sedikit ketakutan.
"Mam, tolong jujur sama Papa! Mama nggak boleh terlalu memaksakan kehendak Mama kayak begini! Gege juga anak Papa, Mam! Bukan hanya anak Mama sendiri!"
"Tapi Mama nggak tau, Pap! Mama--"
PRANKKK...
"MAMA BOHONGGG...!"
PRANKKK...
"Mama bohong, Pap! Dulu juga Mama bilang gitu waktu Mama tampar Noni dan suruh dia pergi dari Gege! Mama nggak mau ngaku sampai akhirnya CCTV kantor yang jadi saksi, kan?" teriak Jorge setelah televisi layar datar empat puluh inci ia banting ke lantai, "Jadi jangan percaya sama omong kosong Mama, Pap! Jangan perca--"
"GEGE, JANGAN!" teriak Juan segera memeluk tubuh anaknya.
Ya, sang CEO itu memang tiba-tiba berubah seperti banteng yang mengamuk dalam arena. Bahkan ia hampir saja menerjang tubuh bergetar Liely yang masih terduduk di atas sofa ruang tamu.
"Jangan jadi anak durhaka, Gege! Ayo ikut Papa!" titah Juan, menyeret putranya untuk masuk ke dalam kamar tidur tamu yang berada beberapa jengkal di dekat mereka.
Alhasil kedua pria berbeda usia itu pun kini berada dalam satu ruangan tertutup dan terkunci, karena memang Juan Alexander sengaja melakukannya demi keamanan sang putra.
"Katakan! Apa yang harus Papa lakukan, Gege?" ujar Juan setelah memaksa Jorge duduk di pinggir tempat tidur.
"Gege mau Papa paksa Mama untuk jujur, Pap. Mama sedang berbohong saat ini! Harusnya Papa bisa menilai sendiri karena selama ini Papa tau banget 'kan kayak apa tingkah Mama kalau sudah salah, tapi nggak mau mengalah dan nggak mau mengakui kesalahannya?" dan Juan pun ikut duduk di sebelah Jorge.
"Oke! Itu juga yang Papa lihat dari tadi. Hanya saja, Mama tidak bisa di paksa dengan cara kekerasan. Kamu paham, kan? Kita ambil contoh akhirnya dulu Noni menerima pinangan dari laki-laki lain, efek sikap Mama mu. Jadi--"
"Papa tolong jangan terlalu lama, Pap! Bisa jadi Vella juga berpikir dua kali untuk nikah sama Gege!" sanggah Jorge yang terlihat sangat frustasi.
"Ini nggak akan lama-lama, Nak. Percaya sama Papa. Cara ini sudah pernah juga Papa gunakan, waktu Mama kamu hampir menyerah dan minta cerai sama Papa waktu sifat Papa nggak sanggup kerja keras membangun De Olmo Corporation yang baru mulai merangkak dan butuh banyak dana. Jadi kamu dengerin apa kata Papa, lakukan dan kita tunggu hasilnya paling lambat satu minggu dari sekarang. Oke?" ujar Juan, langsung membisikkan sejumlah jurus yang menurutnya paling ampuh.
"Nggak, mau! Gege udah bukan laki-laki yang kayak gitu lagi, Pap!"
"Ini hanya trik, Jorge Luis de Olmo! Kamu mau Mama mu itu kasih tau di mana dia sembunyikan pacar kamu itu nggak? Kalau nggak mau ya kamu paksa aja sana Mama mu untuk bicara jujur! Asal ingat!? Jangan coba-coba kamu pukul Mama mu, karena kamu akan berurusan sama Papa!" kesal Juan, bersiap untuk bangkit dari posisi duduknya.
"Papa mau ke mana?!" cegah Jorge menarik pergelangan tangan sang Ayah.
"Ya mau keluar lah. Orang kamu nggak mau nurut sama ide Papa kok! Untuk apalagi Papa bicara sama kamu? Cari aja pacar mu sendiri sana!"
"Paaa... Jangan gitu dong! Papa harus bantuin Gege!"
"Ya udah nurut apa kata Papa tadi! Itu kan cuma pura-pura, Gege. Lagian juga Papa pasti bantuin kamu, asal kamu lalukan apa yang Papa bilang!" tegas Juan, " Setelah itu, tinggal aja Papa sindir-sindir Mama mu. Beres, kan? Pasti dia ikut apa kata Papa. Gimana, setuju?!"
"Ya udah. Gege ikutin saran Papa deh. Asal aja Vella cepat kembali sama Gege," jawab sang CEO, menyetujui rencana Ayahnya.
🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOUR MOUTH [END]
RomanceCinta datang tiba-tiba tanpa bisa ditebak. Kata-kata itu tampaknya kini bernaung dalam perasaan Jorge Luis de Olmo, seorang CEO muda yang sejak dulu selalu menganggap wanita adalah pelampiasan hasrat seksualnya. Kecintaan pada oral seks sejak remaj...