Part 9

23.5K 842 39
                                    

Jorge keluar dari gedung apartmen dengan wajah yang masih murka, ia terus saja mengingat setiap perkataan Vella dengan jelas.

"Kenapa kamu bisa ngomong gitu sih, Vel? Aku itu udah sayang sama kamu, makanya aku nggak pernah anggap kamu itu cewek bayaran aku. Mungkin kalau orang lain bilang, aku ini udah jatuh cinta beneran sama kamu. Ya, aku akui itu. Aku kecanduan mulut kamu, aku terus mau ada di dekat kamu, parahnya lagi cuma dengan mengingat wajah mu? Si junior terus aja kenceng nggak bisa diobati siapa pun kecuali kamu. Nindi aja nggak berhasil kemarin, bahkan video call aja nggak bisa juga nyembur. Hanya aku perlu meyakinkan sama perasaanku ini. Aku takut kamu kayak mantan pacarku si Noni dulu itu, Vel. Aku takut kamu tinggalkan. Aku takut kamu nggak kuat menahan omelan dan sikap kasar Mama yang pasti bakalan nggak terima sama hubungan kita. Aku harus bagaimana, Vel?" batin Jorge, naik ke atas mobil sportnya.

Sang CEO itu bahkan sempat memukul stir mobil, lantas dengan kencang melajukan kendaraan roda empat miliknya ke kantor saat ocehan Jimmy akhirnya berputar lagi dalam otak.

Tapi tak berselang lama, kemacetan pun terjadi akibat sebuah kecelakaan lalu lintas di ujung jalan sana.

"Duhhh... Ada apaan lagi sih ini? Dari tadi macet aja nggak jalan-jalan mobil di depan." umpat Jorge memukul stir mobilnya lagi.

Lima belas menit berlalu, akhirnya Jorge bisa bernapas lega dan mobilnya kembali meluncur menuju ke kantor.

Sesampainya di kantor ia sudah di tunggu oleh Nindi, samg sekretaris pribadi.

"Siang, Pak," sapa Nindi berjalan mengikuti sang Bos dari belakang.

Jorge yang dengan langkah berat menuju ke ruangannya, pun langsung duduk dan meminta berkas-berkas di tangan Nindi.

"Pak, cabang perusahaan Adara yang ada di Singapura katanya ingin merencanakan meeting ulang sama Bapak karena ada beberapa proposal yang tidak sesuai dengan kesepakatan," Nindi menjelaskan panjang lebar.

"Lalu kapan mereka minta meeting ulangnya?" tanya Jorge terus fokus memeriksa berkas dari perusahaan Adara.

"Mereka minta kalau bisa nanti sore atau besok pagi, Pak."

"Kok cepat sekali? Apa sudah kamu kasih tau kalau saya paling nggak suka sama hal-hal mendadak seperti ini ke mereka?" kesal Jorge menaikkan satu oktaf suaranya.

Nindi terlihat kikuk dengan teriakkan Jorge, namun apa daya jika ternyata rekanan bisnis De Olmo Corporation itu tetap berkeras pada pendiriannya.

"Sudah, Pak. Tapi kata sekretarisnya, CEO dari perusahaan Adara itu berencana akan cuti selama sebulan untuk menemani Istrinya melahirkan, Bos. Jadi--"

"Ck! Alasan yang tidak profesional! Ya udah, pesenin tiketnya sekarang! Nanti sore kita langsung berangkat bersama tim yang kemarin ikut menangani proposal proyek ini. Awas aja kalau sudah disetujui kayak gini masih ada komplain nggak jelas seperti di berkas ini! Lebih baik gue batalin aja dari pada ngelunjak terus!" kesal Jorge meremas berkas yang di kirim oleh rekanan bisnisnya itu melalui faksimile.

"Apa yang mau kamu batalkan, hem? Siapa yang mulai berulah duluan itu? Kamu atau mereka? Ingat ya, Ge?! Jangan macam-macam dalam hal bekerja! Papa dan Mama membangun perusahaan ini dari nol, tanpa mengharapkan belas kasihan keluarga De Olmo!" ujar Liely Fransiska, wanita yang melahirkan sang CEO muda itu ke dunia.

"Eh, Mama. Tumben main ke kantor. Papa mana, Ma? Kok sendirian aja?" kikuk Jorge.

Ia sebenarnya tahu jika sang Ibu akan menguntitnya ke kantor, karena Jimmy sendiri sudah lebih dulu memberi kabar itu tadi. Hanya saja Jorge selalu merasa was-was ketika berdekatan dengan Ibunya, karena memang wanita paruh baya itu sangat temperamental dan sering meletup-letup sejak di diagnosa memiliki penyakit Hipertensi sekitar tujuh tahun yang lalu.

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang