Part 14

18.5K 785 56
                                    

Jorge masuk ke dalam taksi dan meminta sopir menuju ke Changi Airport.

Suasana jalanan di kota Singapura begitu lengang, sehingga hanya setengah jam waktu yang diperlukan untuk sampai ke sana. Akan tetapi sepanjang perjalan tadi, Jorge sudah lebih dulu menghubungi seseorang karena ingin menyewa sebuah pesawat jet pribadi untuk pulang ke Indonesia.

Maka setelah sampai di Changi Airport, Jorge segera turun, membayar ongkos taksi dengan Dollar Singapura yang ada di dompetnya, lalu menuju pesawat pribadi yang telah disewanya.

Sayangnya langkah kakinya sedikit terhenti, karena ponsel miliknya berdering.

"Duhhh... Siapa lagi sih ini?" umpat Jorge, mengambil benda pipih di saku celananya.

"Halo, Pak? Bapak di mana? Ini kita semua lagi nungguin Bapak di depan restoran nih," ucap Nindi bertanya pada atasannya.

"Jangan bawel! Udah kalian pulang duluan aja! Saya masih ada urusan lain yang lebih penting. Jadi nggak perlu nungguin saya pulang!" ketus Jorge, mematikan saluran ponselnya.

Kemudian Jorge naik ke atas pesawat, lalu masuk ke dalamnya. Ia lantas memasang sabuk pengaman, setelah menemukan tempat yang menurutnya nyaman. Tak lama kemudian pesawat jet itu pun segera lepas landas meninggalkan Changi Airport-Singapura, dengan tujuan Soekarno-Hatta Airport-Jakarta.

Dua jam berlalu dengan keadaan wajah cantik Vella yang bergentayangan di isi kepala Jorge, maka mendaratlah pesawat tersebut di tanah air.

Dengan langkah mantap Jorge menuju ke pintu keluar pesawat, lalu terus berjalan melewati pintu kedatangan bandara kemudian segera mencari taksi. Di dalam kendaraan umum tersebut, Jorge pun mengeluarkan ponselnya dengan tujuan menghubungi Jimmy.

Tuttt... Tuttt...

"Halo, Jim. Elo di mana?"

"Gue di Sidoarjo, Bos. Katanya gue di suruh nyelidikin Manager Engineering yang menyabotase kemarin itu, Bos?" ucap Jimmy di sela-sela suara mesin yang sangat ribut di tengah kota.

"Terus si Vella gimana?"

"Lha! Katanya Pak Tono yang harus gantiin gue, Bos? Ya sudah kemarin malam langsung gue whatsapp dia biar pagi-pagi nggak langsung ke rumah Nyonya duluan. Lupa ya, Bos?"

"Oh iya bener! Lupa gue," sahut Jorge sambil menepuk kening datarnya, "Ya, udah deh. Gue mau telepon Pak Tono sekarang. Lo perhatikan terus gerak gerik si pengacau itu! Nanti gue bicara sama pengacara kantor dulu biar kita bisa langsung buat laporan setelah Mike kasih bukti-bukti penyelidikannya ke kita. Gue tadi keburu kesel sama dia pas rapat, jadi langsung cabut aja gitu. Nggak sempet minta itu file."

"Ya, si Bos! Kalau gitu gue ngapain ke Sidoarjo sekarang, Bos? Gue padahal udah ngopi bareng Kasat Reskrim Poltabes Surabaya tadi pagi, Bos. Katanya siang ini kami bakalan langsung gerak cepat untuk tangkap si gila itu, Bos! Lha malah--"

"Ck! Udah lo diam aja dulu. Dia kerja dari jaman Papa masih baru merangkak, Jim. Banyak hal yang dia ketahui tentang bagian engineering pabrik, bahkan sampai ke bagian produksi segala. Mike dan detektifnya bilang, indikasinya mengarah ke oknum lain yang juga punya posisi sama seperti dia itu ikut bergabung dalam sabotase ini. Jadi harus lebih teliti, Jim. Jangan gegabah dan harus bawa bukti-bukti akurat biar hukumannya juga nggak main-main!" jelas Jorge.

"Terus gue harus gimana dong sekarang, Bos?"

"Ya, lo pantau aja deh. Habis itu mau langsung balik ke Jakarta, juga boleh. Mau nyari lobang di situ baru pulang, juga boleh. Terserah lo deh. Asal lo tolong jangan pulang hari ini, soalnya gue lagi di jalan mau ketemu sama cewek gue. Jadi--"

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang