Part 21.

17.6K 883 124
                                    

"Kamu jahat! Kamu jahat, Gegeee... Aku mau pergi aja dari siniii... Kamu jahattt...!" pekik Vella terisak sembari terus memukuli tubuh tegap kekasihnya.

Ya, ketika malam tiba. Vella terbangun dari tidur, karena memang ia tiba-tiba saja merasa tubuhnya sangat berat. Lantas saat kelopak mata mulai terbuka sedikit, ia dikejutkan dengan pemandangan tubuh besar Jorge yang masih berada di atasnya.

Tak ayal itu membuat si cantik mendorong Jorge, hingga terguling ke sisi tempat tidur yang kosong di sebelah kanannya.

Setelah itu ia berusaha bangkit untuk mengambil posisi duduk di atas tempat tidur, namun dua matanya hampir terpelocok keluar. Mana kala tubuhnya terpampang nyata, tanpa sehelai benang pun.

Maka ketergesaan pun terjadi dalam diri Vella, dan setelah ketelitian juga hadir membantunya? Maka beginilah sikap yang ditunjukkan si gadis berbibir tipis itu.

"Bangunnn...! Aku mau pulang, Gegeee... Aku mau pergi dari siniii...!" histeris Vella sekali lagi, dan berhasil membuat Jorge sedikit bergerak.

Oh Tuhannn... Terbuat dari apa otak yang ada di dalam isi kepalanya? Jika pun ia ingin pergi dari sana, akibat perbuatan kekasihnya yang ia anggap sangat keterlaluan? Maka kenapa pula ia harus membangunkan sang CEO? Hem, Vella memang aneh.

Serangan demi serangan, bahkan tak henti-hentinya ia lakukan. Padahal sudah jelas kedua mata Jorge sudah melihatnya.

"Auwww...! Vel--"

"Apa?! Kamu jahattt...! Kenapa kamu tega sama aku, Tuan Jorge Luis de Olmo?! Aku mau pul--"

"Sayang kamu kenapa sih?"

"Kenapa apanya?! Aku bilang 'kan kita nggak usah main tusuk-tusukan dulu! Kenapa kamu jahat dan perawanin aku sekarang?! Terus kalau aku hamil gimana sama kuliah aku? Gimana sama Mama kamu? Gimana nasib anak aku kalau ternyata Bapaknya pasti bakalan lebih milih harta orang-- Hemphhh... Ge-- Hemphhh..." repetan panjang layaknya rel kereta api itu pun tercekat di tenggorokan.

Penyebabnya jelas karena Jorge tak suka dengan opini Vella yang mengatakan jika ia pasti akan meninggalkannya, sehingga hukuman pun dijalankan.

"Arghhh..." bahkan kini dua ruas jari Jorge sudah masuk ke dalam lubang nikmat Vella dan ia membiarkan teriakan itu terjadi.

"Aku akan menghukum mu lebih dari ini, jika kamu terus berpikiran jelek tentang aku! Harusnya aku yang bertanya, mengapa si bajingan itu bisa ada bersama mu dan hampir mengambil hak yang ku miliki lebih dulu, hah?!" sandiwara pun di mulai.

Yah, begitulah. Akibat dari rasa bingung di otaknya, mau tak mau kini Jorge pun balik memarahi sang kekasih. Terpaksa pula ia memasukkan dua ruas harinya dalam dedek donat kesayangannya, sebab Jorge kembali menginginkan suasana panas itu lagi.

Menurutnya Vella harus terus di beri pemahaman bahwa permainan tusuk menusuk itu adalah hal paling nikmat pertama yang ada di bumi, apalagi jika di lakukan atas dasar suka sama suka dan berlumuran rasa cinta.

Oh tidak! Cuci saja otak mesum CEO gila satu ini dengan deterjen dan berikan juga cairan pemutih sebanyak-banyaknya.

"Iya, tapi-- Oughhh... Gegeee..."

Sampai-sampai Vella tak bisa lagi mengontrol rasa nyeri berpadu dengan kenikmatan dari titik inti dan melengkunglah tubuh belakang.

"Jawab aku! Kenapa kamu berciuman dengan William?! Kenapa dia bisa masuk sampai ke dalam apartemen ku dan kenapa kamu bisa telanjang di depan dia?! Kamu itu milik ku! Apa kau lupa?!"

Oh, Tuhan!
Kenapa mulut sang CEO bisa seperti itu. Hati Vella seketika patah di sana, padahal jelas sekali Jorge paham jika semua yang terjadi pada sang kekasih adalah reaksi dari obat perangsang.

Dan kini wanita yang tak dapat di sebut sebagai gadis itu diam seribu bahasa, namun air matanya di kedua kelopak pipi putih menjadi jawaban atas sikap sandiwara yang Jorge tunjukkan.

"Sayang..." Jorge segera mencabut dua ruas jarinya dari dalam lubang nikmat Vella, lalu hendak menyentuhnya.

Namun Vella sudah lebih dulu menepis lengan kekarnya, dan terus terisak membuat Jorge kini merasa sedang giring ke pintu neraka.

"Sayang, aku minta maaf. Kamu kenapa malah menangis? Sayanggg... Aku bakalan jelasin sama kamu maksud aku tadi deh, ya? Tapi kamu berhenti dulu nangisnya ini. Aku nggak sengaja ngelakuin ini semua, Sayang. Itu karena kamu di kasih minuman yang mengandung obat perangsang di dalamnya. William gila itu pelakunya dan dia sudah hampir perkosa kamu dalam apartemen ini. Untung Jimmy ngeliat kalian berdua pas lagi ciuman gitu di jalan mau ke sini, jadi dia-- Lho! Kok makin kenceng menangisnya, Sayang?"

Skak mat!

Jorge benar-benar semakin membuat Vella merasa sangat terpukul, berdosa sekaligus jijik pada tubuhnya dalam waktu yang bersamaan. Bahkan setelah penjelasan panjang lebar itu ia dengar, pita suaranya seolah rusak dan tak berfungsi dengan baik selain mengeluarkan bunyi isak yang memilukan.

"Sayanggg... Tolong katakan apapun. Jangan diam aja kayak gini. Aku akan bertanggung jawab sama apa yang sudah aku buat, tapi please jangan menangis lagi ya?" ucap Jorge membawa Vella dalam dada bidangnya.

Namun sampai dua puluh menit pun Vella tak kunjung mau berbicara, dan di lima menit berikutnya matanya sudah terkatup rapat dan melayang ke alam mimpi.

"Sayanggg... Jangan hukum aku. Tolong jangan berpikir untuk mogok bicara, ya? Setelah aku beresin si brengsek itu, aku bakalan bicara sama Mama soal hubungan kita. Jadi tolong kamu tenang yah, Sayang? Aku janji. Aku janjiii...!" tekad Jorge di dalam hati.

Sang CEO pun membaringkan tubuh telanjang Vella di tempat tidur, merapikan bantal yang ada di bagian kepalanya, membenarkan letak selimut hangat yang sudah ia tutup sampai sebatas dada Vella dan dengan langkah gontai ia masuk ke dalam kamar mandi.

"Maafkan aku, Sayang. Tapi ini jalan satu-satunya. Aku akan memperjuangkan hubungan ini lagi, seperti dulu aku berusaha mati-matian membuat Noni layak bersanding dengan ku. Jadi tolong bertahan di samping aku, Sayang. Jangan berpikir untuk pergi seperti dia," sekali lagi suara hati Jorge berharap, saat air hangat dari pancuran kamar mandi mengalir di tubuh tegapnya.

Hanya sepuluh menit ia beraksi dalam kamar mandi, dan keluar dari sana setelahnya. Langkahnya berjala menuju ke tempat di mana Vella biasa menyimpan boxer dan baju kaos miliknya, namun jantungnya lagi-lagi hampir melompat keluar karena tak mendapati Vella di tempat tidur.

"Vellaaa..." teriak Jorge tergesa-gesa, "Lho, Sayanggg...!" dan matanya melihat dua pintu balkon kamar yang buka lebar.

Seribu langkahnya menuju ke arah balkon dan kiamat itu hampir datang padanya.

"VELLA, JANGAN GILAAA...!"

Segera saja tubuh besarnya memeluk Vella dari belakang, dan tangis Jorge pecah dengan wajahnya yang tertempel di punggung telanjang sang kekasih.

"Jangan tinggalkan aku, Sayanggg... Jangan coba lakukan hal gila iniii...!" isaknya, "Ayo kita ketemu sama Mama dan Papa sekarang, Sayanggg... Jangan hilangkan nyawa kamu, karena nanti aku harus cari kamu ke manaaa... Kita akan menikah, Sayanggg... Aku janji kita bakalan menikah secepatnyaaa... Jangan, Vellaaa... Jangaaannn..."

Hem, Vella pun semakin terisak dan pasrah saat Jorge mengangkatnya menuju ke dalam kamar kembali.

Bujukan iblis memang sempat berhasil membuat wanita dua puluh satu tahun itu berpikiran pendek, hingga ingin menghilangkan nyawanya dengan melompat dari balkon. Namun memang takdir belum menghendaki itu terjadi.

"Sayanggg... Katakan sesuatu. Tolong jangan diam aja. Kamu mau kita menikah, kan? Ayo kita ketemu Mama. Ayo kita nikah secepatnya. Aku nggak akan takut apapun lagi kali ini," lagi-lagi Jorge meyakinkan, tapi Vella tetap aja diam tanpa mau berkata sepatah kata pun.

😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

To be continue...

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang