Part 19

16.7K 897 176
                                    

"Yang bener lo, Drun. Gue on the way udah mau sampai di tangga pesawat nih! Gila lo!" murka sang CEO, akibat telepon dari Manager Produksi.

"Beneran, Pak. Maafin saya. Lagian 'kan ini bukan tugas--"

"Ck! Makanya lo tolong carikan pengganti si Nindi secepatnya dong! Rekomendasikan siapa kek gitu di bagian lain untuk menghandle tugas-tugas sekertaris buat sementara. Heran gue! Masa dalam satu perusahaan nggak ada yang bisa? Kerjaan sekertaris itu 'kan sama aja dengan asisten pribadi jadi--"

"Kalau gitu suruh si Jimmy aja, Pak. Orang suruhan Bapak yang--"

"Sialan lo! Dia itu gue pekerjakan untuk nagih hutang kantor, nyelidiki beberapa hal yang nggak beres di beberapa cabang perusahaan, karena dia itu preman! Lo mikir dong dia bisa bicara sopan nggak sama klien kita nanti? Sama gue aja nyablak betawi-nya nggak hilang-hilang. Pakai bahasa lo gue terus lagi. Kalau terima telepon dari orang asing gimana? Yakin dia bakalan ngerti bahasa Inggris dan urusan schedule gue bener semua itu?"

"Egh. Maaf, Pak. Saya nggak tahu kalau teman Bapak itu ternyata Preman. Soalnya gayanya kayak orang kantoran, Pak," Badrun menjawab dan Jorge pun mendenguskan napas kasarnya di ujung telepon, "Kalau gitu oke, Pak. Nanti saya coba carikan. Tapi tadi kata Pak Hadi di HRD, mereka sudah menghubungi beberapa redaksi koran pagi untuk pasang iklan lowongan kerja dengan posisi sebagai Sekertaris sekaligus beberapa persyaratannya. Jadi mungkin mulai besok sudah ada beberapa CV yang masuk, Pak."

"Oke. Makasih, Drun. Tapi kali ini gue mau yang cowok aja. Biar nggak kegenitan lagi kayak si Nindi gila itu. Ya, sudah. Jadi gue nggak jadi nih meetingnya?" tanya Jorge sekali lagi.

"Iya, Pak. Kata asisten pribadinya, Ibu dari CEO Lestari Jaya Tbk itu sedang anfal dan diterbangkan ke Jakarta sini. Jadi ada kemungkinan meeting akan terjadi di Jakarta, Pak. Bukan di Bali seperti yang ada dalam jadwal kemarin."

"Baguslah kalo begitu. Jadi gue bisa malam mingguan sama cewek--"

"Maaf, Pak. Sekarang masih hari jumat. Jadi ini malam sabtu bukan--"

"Geblek! Gue juga tau! Jawab aja lo. Maksud gue besok. Dasar!" dan sambungan pun di putus, tentu saja Jorge yang melakukannya.

Ia pun berbalik dan hendak pergi dari tempatnya berdiri, namun seorang lelaki yang berpakaian seragam sebuah maskapai penerbangan komersil menghentikan langkahnya.

"Lho, Pak! Mau ke mana, Pak? Nggak jadi berangkat?"

"Kamu siapa? Kita sodaraan emangnya? Kepo aja!" ketus Jorge, berbalik dan terus melangkah.

"Yeee... di tanya baik-baik, malah nyolot! Di putusin pacarnya baru tau rasa lo!" umpat laki-laki itu, namun masih dapat di dengar oleh Jorge.

Tubuhnya menegang tiba-tiba, dan tentu saja bayangan wajah cantik Vella adalah penyebabnya.

"Kebetulan banget. Mendingan gue ke apartemen aja sekarang. Kan nggak jadi-- Nah, ini dia nih! Telepon juga akhirnya nih bocah! Double kebetulan nih. Gue suruh awasi Mama dong dia. Apalagi," kekeh Jorge melihat nama dan nomor ponsel Jimmy tertera di layar handphonenya.

Segera saja ibu jari Jorge menggeser tombol berwarna hijau itu ke arah kanan, lalu meletakkan ponselnya di telinga.

"Hal-- Sssttt... Ha-Halo, Bos?"

"Sialan! Ngapain lo, hah? Cepat jemput gue sekarang!" amuk Jorge mendengar lirihan Jimmy di ujung telepon.

"I-ya, Bos. Ini gue lagi on the way ke unit si Vella, Bos. Tadi pinjem--"

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang