Part 29.

12.3K 742 221
                                    

Fajar menyingsing di ufuk timur kota metropolitan yang kala itu meneriakan panggilan suci untuk para pemeluk agama islam agar segera bangun dan menjalankan ibadah mereka.

Dan Liely Fransiska juga ikut terbangun, namun bukan beribadah tujuannya terjaga dari tidur.

Hal tersebut tentu saja karena rencana yang sudah ada dalam kepalanya sejak pulang dari Rusunawa Tapos, di Depok. Ia hendak melaksanakan rencana itu, dan entah akan berhasil atau tidak.

"Pap? Papaaa..." tegur Liely meyakinkan penglihatannya, "Hufttt... Masih nyenyak banget si Papa. Selamattt... Kalau gitu pergi sekarang aja. Biar nggak kena macet di jalan," cicitnya turun dari tempat tidur.

Wanita itu masuk ke dalam kamar mandi, lalu mencuci muka serta menggosok giginya. Namun ia sama sekali tidak mengguyur tubuhnya dengan air akibat udara masih terasa dingin menurutnya.

"Pakai jaket deh. Biar nggak kedinginan," batinnya mengambil jaket tebal hadiah dari sang Suami.

Ketika resleting jaket tersebut telah sempurna membungkus tubuh bagian atasnya, maka pergilah Liely Fransiska dari sana dengan sedikit mengendap-endap agar tidak berisik dan membangunkan Juan Alexander.

Sesampainya di lantai dua rumahnya, lagi-lagi ia sama sekali belum mendengar aktivitas apapun. Maka dengan tergesa ia membuka pintu utama lalu berbelok ke arah di mana bagasi mobil.

Liely Fransiska lantas masuk ke dalam salah satu mobil matic miliknya, dan pergi dari rumahnya.

Ia bahkan tak mau repot-repot memanaskan mobil yang sudah lama tidak di pakai, sekali lagi karena alasan takut rencananya gagal terlaksana.

"Tunggu kamu Felicia Vella! Kita lihat apa hari ini usaha ku berhasil atau tidak?!" gumam Liely di balik kemudi mobil.

Ibu satu anak itu terus menerobos jalanan pagi di kota Jakarta yang mulai ramai dan sibuk, bersama dengan rencana ciamik versi dirinya untuk membuat Vella tergoda seperti kemarin.

🍃🍃🍃

"Makasih, Sayanggg... Nasi gorengnya beda kali ini," celetuk Jorge memasukkan satu suapan terakhir ke mulutnya.

"Ia, aku pakai seafood it--"

"APAAA...?!" teriak Jorge lekas meneguk air putih di gelasnya hingga tandas, "Seafood apa yang kamu pakai, Sayanggg... Aku alergi ikan tenggiri sama udanggg...!"

"Emang ada tadi keliatan aku pakai udang? Itu pakai kepiting kemasan yang kamu pesan via Instagram kemarin dong. Siapa juga yang jalan ke pasar nyari tenggiri sama udang? Orang aku kemana-mana kamu yang anterin beberapa hari ini. Kulkas juga belum sempat di isi efek kita baru pindah. Bener, kan?" sahut Vella memajukan bibirnya.

"Iya, lupa! Aku kira pakai udang atau tenggiri. Habis kan kamu suka sama pem pek. Jadi ya gitu deh. Maaf ya, Say?" kekeh Jorge beringsut mendekati Vella yang sibuk menyiapkan kotak makan siang Jorge.

"Ya udah sana kamu mandi terus ke kantor, deh. Aku kuliahnya masih jam sepuluh. Ada tiga SKS jadi habisnya jam satu gitu. Nanti aku pakai Grap aja."

"Maafin aku ya, Sayang? Si Jimmy emang kali ini harus banget ke Sidoarjo. Dia pergi temani Pak Badrun yang manager produksi muda itu. Soalnya ini masih ada sangkut pautnya dengan sabotase dan PHK massal yang kemarin di sana. Yah, aku takut aja si Badrun dijahatin pasukannya empat Manager itu aja sih. Makanya Jimmy aku suruh ikut buat jagain si Badrun," Jorge kembali menjelaskan pada kekasihnya untuk yang kedua kali.

"Kan semalam udah kamu kasih tau, Ge. Kenapa masih cerita lagi dan minta maaf terus? Orang kampus aku deket kok dari sini. Lagian sopir Grap-nya Mang Dadang yang tinggal di lantai satu itu, kan? Jadi nggak mungkin sama kayak si Will--"

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang