"Oh, Tuhannn...! Jangan biarkan Vella pergi ke tempat lain selain pulang ke apartemen! Aku bisa gila kalau sampai dia pergi ke tempat yang aku nggak tauuu...!" teriak Jorge benar-benar frustasi dengan keadaan Vella yang sudah lebih dulu pergi, saat ia hendak menemuinya di ruang tamu.
Kala itu muntahan amarah juga sudah ia keluarkan pada sang Ibu, karena Jorge begitu yakin jika Liely Fransiska adalah dalang dari aksi minggat yang Vella lakukan.
Tuttt... Tuttt... Tuttt...
"Hallo, Bos?"
"Lo di mana, Jim?" kepanikan membuat Jorge menelpon si anak buah kesayangan.
"Ada di Depok, Bos. Kena--"
"Sial! Gue kira lo lagi indehoy sama cewek di apartemen. Gue mau nyuruh lo ngecek Vella di--"
"Lha? Ke mana dia, Bos? Udah malam gini. Bukannya tadi pas gue pulang kasih kesaksian di kantor polisi, dia sama Bos mau ke rumah ketemu Nyonya sama Tuan?" sahut Jimmy terkejut.
"Iya, sih. Tapi nggak tau tuh tadi Nyokap gue bilang apa ke dia. Kabur kali gara-gara di kasarin Mama," lirih Jorge dan Jimmy mengeraskan rahangnya.
"Gue bilang juga apa 'kan, Bos? Mendingan dari awal Bos dengerin omongan gue! Vella itu cewek baik-baik, Bos. Nah, iya kalau Nyonya cuma suruh pulang aja tadi. Kalau ternyata di tampar kayak si Noni dulu, gimana? Bos yakin dia nggak bakalan kabur ke mana gitu yang jauh?"
Deg...
Jantung Jorge seakan di cabut keluar dari tempatnya ketika Jimmy berkata seperti tadi.
"Bos?! Woi, Bos? Hal--" hal itu bahkan membuatnya mematikan sambungan telepon, karena pikirannya sedang kacau saat ini.
Tuttt... Tuttt... Tuttt...
Namun hal tersebut tak membuatnya berhenti mengutak-atik ponsel pintarnya, dan kali ini ia memberanikan diri untuk menelpon nomor handphone sang kekasih.
"Ck! Masuk, nih. Tapi kok nggak di angkat, sih? Nyebelin bangettt... Mamaaaa...! Arghhh..." lagi-lagi Jorge mengumpat, hingga memukul stir mobil sport miliknya akibat rasa kesal yang tak terbendung.
Namun beberapa menit kemudian alarm di otak kecilnya berbunyi dengan sangat nyaring dan sekali lagi ia mengambil handphone yang sempat ia lempar di atas dashbord mobil tadi.
"Mana nih GPS gue. Untung aja inget sama aplikasi satu itu. Hufttt... Semoga aja beneran ketemu sama si Sayang. Aduhhh... Sumpah, ya! Yang kayak begini kalo ke ulang terus-terusan sampai dua kali lagi karena ulah Mama? Gue bawa Vella kawin lari aja sekalian! Bodo amat sama harta yang nggak bakalan aku dapat lagi. Intinya bawa aja ijazah gue dari TK sampai S1 kemarin. Beres, kan? Tinggal cari kerjaan di kantor-kantor orang. Masa iya sih gue nggak di terima kerja? Jadi model juga bisa kali gue. Nggak pake ijazah malah nggak kenapa-napa kalo mau jadi model, iya kan?" monolog Jorge, entah pada siapa di sana.
Lima menit kemudian berlalu dengan keadaan fokusnya yang terpecah menjadi dua akibat melakukan dua kegiatan yaitu menyetir mobil dan memainkan ponsel, akhirnya ia mendapatkan di mana letak keberadaan ponsel Vella.
"Lho! Kok di apartemen? Ini beneran si Sayang ada di sana atau gimana ini? Apa jangan-jangan dia nggak bawa handphone yah tadi? Kok cepet banget sampainya?" kebingungan sekali lagi menghampiri sang CEO tampan, "Ach, masa bodo! Intinya handphone Vella ada di apartemen. Jadi kita harus goes ke sana deh sekarang. Kali aja dapat jatah secelup lagi 'kan enak. Iya nggak, junior?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOUR MOUTH [END]
RomanceCinta datang tiba-tiba tanpa bisa ditebak. Kata-kata itu tampaknya kini bernaung dalam perasaan Jorge Luis de Olmo, seorang CEO muda yang sejak dulu selalu menganggap wanita adalah pelampiasan hasrat seksualnya. Kecintaan pada oral seks sejak remaj...