Part 39

11.3K 764 124
                                    

"Pap, gimana?" tanya Liely ketika sampai di tingkat paling atas sebuah Rumah Sakit swasta, tempat Jorge dirawat.
"Nggak ada apa-apa, Mam. Papa hanya bisa menunggu dari luar karena kita belum diizinkan masuk ke dalam. Gege belum sadar, bahkan dokter mengatakan saat ini dia dalam keadaan koma," lirih Juan, mulai memainkan aktingnya.
Liely terduduk di kursi besi panjang yang kebetulan berada disampingnya, dan mulai menitikkan air mata di sana.
Juan yang melihat hal tersebut pun lekas mengikuti jejak sang istri dan membawanya dalam pelukan.
"Kita harus banyak bersabar, Mam. Mungkin ini teguran Tuhan karena sikap kita yang terlalu protektif sama Gege," dan Liely hanya bisa menganggukkan kepalanya di dada bidang Juan.
Beberapa menit keadaan terjadi dengan penuh harus seperti demikian, hingga saat bunyi tangisan Liely semakin keras terdengar, sang dokter yang ikut mengambil peran dalam sandiwara tersebut pun datang ke sana.
"Dokter!" Juan pun seolah kaget dengan kehadiran tersebut, dan secara otomatis Liely juga melakukannya.
"Dokter! Selamatkan putra ku bagaimana pun juga caranya, Dok! Tolong jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi padanya! Cuma dia keturunan kami satu-satunya! Cuma Gege aja, Dok. Saya tidak punya yang lainnya, jadi tolong bantu dan akan saya bayar berapa pun yang Anda mintaa....!" isak Liely, terlihat sangat hancur di depan suaminya, dokter dan dua orang perawat.
Liely bahkan menarik kuat kerah jas putih yang dipakai oleh dokter tersebut, sehingga Juan pun akhirnya menangani perbuatan sang istri.
"Mam, sudah! Cukup, Mam. Kendalikan emosi Mama. Ini di Rumah Sakit, bukan di Pasar. Kalau kayak gini gimana Dokter-nya mau periksa Gege?!" tegas Juan, melepas tangan istrinya yang lancang.
"Mama takut, Pap. Mama takuttt..." lirih Liely dalam pelukan suaminya.
"Kami akan berusaha semampunya ya, Bu? Tapi semua kembali lagi pada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi tolong lapangkan hati, bila seandainya anak Ibu dan Bapak nanti tidak sela--"
"MAMAAA...! Astaga, Dok?! Pingsan lagi!" seru Juan, dengan sigap membopong tubuh istrinya.
Sementara sang dokter, hanya bisa mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan terkekeh dengan perbuatan yang mereka lakukan.
"Naikkan ke brankar besi ini deh, Pak Juan. Saya sarankan Istri Anda ini dirawat saja, karena bisa jadi beliau kecapean dan kurang darah," sahut sang dokter, kemudian memberi kode pada dua orang perawat untuk mendorong brangkar tersebut.
"Terserah Dokter sajalah. Tapi sejak dulu Ibunya Gege ini memang begitu, Dok. Dulu Gege pernah keserempet motor pas pulang sekolah waktu masih di Sekolah Dasar gitu, kan? Egh, dia pingsan juga liat darah yang keluar dari kepala dan kaki putra kami. Jadi--"
"Jadi sebaiknya acara sandiwara ini ditiadakan saja, Pak. Saya sedikit ragu akan berhasil membuat efek jera jika berkelanjutan kita lakukan selama tiga hari ke depan. Istri Anda kan bukan anak balita yang kerja jantungnya masih sangat kuat dan stabil. Kemarin waktu putra Anda di bawa ke sini sudah pingsan di tempat kejadian juga, kan? Ini lagi pingsan. Anda tidak kasihan?" sanggah sang Dokter, mulai khawatir dan tidak ingin mengambil resiko jika terjadi hal buruk dengan Liely Fransiska.
"Tapi saya sudah lelah dengan tingkah protektif Istri saya ini, Dok," curhat Juan dan dokter pun terkekeh.
"Kalau begitu kenapa dulu Anda menikahinya, Pak Juan? Pakai cara lain yang tidak membahayakan orang terkasih Anda sajalah. Ya, itu sih hanya sekedar saran. Tapi menurut saya pribadi, dengan mendengar berita seperti tadi saja, pasti akan membawa sedikit perubahan dalam pola pikir Istri Anda. Apalagi Anda kemarin bercerita jika beliau rela mencari calon menantu Anda sendirian di kota Solo, bukan? Nah, itu pasti efek kecelakaan yang menimpa putra Anda. Maka bersabar saja jika ingin keluarga Anda lebih harmonis, Pak Juan. Pasti ada cara lain, asalkan Anda sebagai kepala keluarga mau terus berusaha. Bagaimana?" jelas dokter bedah itu, dan Juan diam untuk memikirkan seluruh perkataan tadi.
Satu nafas kasar lantas keluar dari lubang hidung pria asal Madrid tersebut, dan dengan berat hati iya pun menyanggupinya.
"Baiklah, Dok. Semoga saja setelah sadar Istri saya berubah sedikit lebih baik. Jadi, bagaimana dengan keadaan Gege saat ini?" pikiran Juan kembali pada kesehatan sang putra.
"Sudah lebih baik, Pak. Saya tadi sudah menjelaskan juga sebelum Anda menelpon jika Ibunya Gege mau datang berkunjung dan meminta saya untuk berakting, kan? Pada pemeriksaan pagi ini, pasien sudah diperbolehkan minum air putih tapi hanya beberapa sendok makan saja. Ia juga sudah buang angin dan untuk makan sendiri sebaiknya tunggu agak siangan saja," jelas dokter bedah itu lagi, "Pada pemeriksaan lanjutan siang nanti, saya akan cek kembali kondisi pasien dan menjelaskan lagi berapa banyak makanan yang boleh masuk ke dalam perutnya. Jadi Anda tidak perlu terlalu khawatir dan tinggalkan saja jika sedang sibuk, Pak. Pasien sudah tidak berada di posisi urgent lagi, kok," lanjut sang dokter dan Juan menganggukkan kepalanya.
Mereka terus berjalan menuju ke dalam lift dan membawa brangkar berisi Nyonya Juan Alexander itu ke Unit Gawat Darurat untuk di periksa lebih lanjut.

I LOVE YOUR MOUTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang