Chapter 30: Baroque

661 111 6
                                    

Jimin mengerjapkan kelopak matanya, berusaha mengembalikan fokus penglihatannya. Hal pertama yang ia sadari adalah ketidak mampuan dirinya untuk bergerak, tangan nya terikat ke belakang pada sebuah tiang baja.

Pikiran Jimin tercampur aduk, takut, khawatir, bingung. Di mana dirinya sekarang? Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Hoseok-hyung baik-baik saja? Pikiran-pikiran itu berenang di dalam otak Jimin, menimbulkan rasa sakit pada bagian belakang kepalanya. Kenapa semua ini terasa familiar?

"Selamat pagi, Park Jimin," sebuah suara dingin terdengar dari depan Jimin. Bulu kuduknya merinding begitu mendengar suara itu, ia dapat mendengar jelas rasa benci dan ejekan dalam kalimat yang diucapkan. Hal itu tidak membuat Jimin kaget, namun begitu ia melihat fitur yang ia begitu kenali dunianya terasa hancur.

Kilasan-kilasan kejadian yang terpendam dalam ujung terdalam otaknya kembali menyeruak. Segala teriakan, rintihan, rasa sakit, keputus asaan, seluruhnya kembali menampar Jimin. Dibandingkan kepalanya, hatinya lebih merasa sakit, luka yang tertutp ilusi kini kembali muncul, ia kembali menyadari aliran darah yang tidak mungkin terhenti. Ia mati rasa, menyadari air matanya sudah habis tak bersisa. Kasihan. Hanya perasaan itu yang kini terasa dominan untuk mewakili perasaannya terhadap pria di depannya.

"Sudah cukup mengingat masa lalu? Kau tahu, aku ini begitu baik, aku bisa saja langsung membunuhmu, tapi lihat... Aku tidak," Park Hyukjae menjambak rambut Jimin ke belakang, membenturkan kepalanya pada tiang baja. Terasa sakit, namun Jimin tidak menunjukkan ekspresi apapun, ia tidak akan membuat Hyukjae merasa menang. Ia mungkin tidak mungkin melawan Hyukjae secara fisik, tapi secara emosional Jimin akan terus berusaha.

"Hmmmm... Aku kira kau akan menangis seperti dulu. Merengek mempertanyakan kenapa aku menyiksa dirimu dan Hyung kesayanganmu," Jimin menatap tajam wajah Hyukjae yang dihinggapi senyum licik, "aku masih begitu ingat jeritan Seokki, dan kau tau apa yang lebih bagus? Aku merekam semuanya. Bukankah akan menjadi sebuah karir yang menjanjikan untuk si pelacur Seokkie?"

Tenggelam dalam amarah, Jimin melakukan satu-satunya hal yang dapat ia lakukan, "AGH!!! PARK SIALAN," Hyukjae dengan keras menampar Jimin, membuat bibirnya berdarah, "kau sekarang sudah berani melawan rupanya," Jimin menyaksikan Hyukjae yang mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya dan membersihkan wajahnya yang Jimin ludahi.

"Untuk ukuran seorang jenius kau sungguh kekanakan," Jimin memperhatikan pundak Hyukjar bergetar dan beberapa detik kemudian sebuah tawa meledak dari mulutnya. Hyukjae kembali menampar wajah Jimin, namun kali ini kepalan tangan menambah luka di wajah Jimin. Ia merasakan hidungnya meneluarkan darah dan kesulitan mengambil nafas.

"Kita lihat sebentar lagi apakah kau masih punya kemampuan untuk berbicara. Kita hanya akan menunggu Seokkie datang ke sini untuk menyelamatkan Jiminie lemahnya. Apa kau ingin tahu apa yang aku rencanakan untuk Seokkie? Aku akan..."

Pandangan Jimin memerah. Ingin rasanya ia menulikan pendengarannya begitu Hyukjae mulai berbicara. Ia harus mencegah ini, tapi bagaimana?

"Kau tahu Hyukjae? Kali ini kau akan kembali sebagai seonggok sampah, kau akan berakhir dilupakan oleh dunia. Tidak akan ada yang merindukanmu. Tidak orang tua mu, tidak Jin-hyung, dan juga tidak untuk Taehyung. Mereka semua akan mengetahui seberapa busuk dirimu."

"Dan aku akan memperlihatkan tubuh mu yang membusuk."

.
.
.
.
.
.
.

-Season-

Chapter 30
Baroque

.
.
.
.
.
.
.

Season [YoonSeok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang