Chapter 32: Shrivelling Petunia

821 114 18
                                    

Park Hyukjae.

Bisa dikatakan ia lahir di keluarga yang bahagia. Ayah yang selalu memujinya, ibu yang begitu menyayanginya. Belum lagi kekayaan melimpah yang di berikan oleh keduanya.

Ia hidup dengan piring perak.

Teman-teman di sekolah juga ramah kepadanya. Ia tidak perlu memamerkan kekayaan kepada teman-temannya. Ia selalu dipuji. Anak yang cerdas. Anak yang baik. Anak yang sopan. Segala pujian selalu ia terima.

Namun siklus hidupnya yang penuh dengan bunga dan kupu-kupu berubah ketika seorang anak kecil berwajah imut datang ke rumahnya. Kepalnya dibalut perban dan tangan kirinya memegang tongkat bantu. Park Jimin, anak dari saudara ayahnya.

Hyukjae mengingat jelas ketika bocah itu menunduk takut melihat Hyukjae mendekatinya. Hyukjae memberikan sebuah senyum simpul. Ibunya kemudian meraih tangan Hyukjae. Dan menepuk pelan pundaknya.

"Hyukjae, sekarang Jimin akan tinggal bersama kita. Ayah dan ibu ingin kau untuk selalu menjaga Jimin. Bisa kau lakukan itu?"

Hyukjae tentu saja langsung mengangguk semangat. Ia hanyalah bocah berumur delapan tahun yang haus akan pujian dari kedua orang tuanya. Hyukjae selalu ingin menjadi anak terbaik di hati keduanya. Ia tidak pernah tahu kalau akhirnya Park Jimin hanya akan menjadi duri di kehidupannya.

Selama dua minggu penuh ia bermain bersama dengan Jimin di sekolah. Ia membantu segala kebutuhan bocah itu, membawakan tas, menemani ke kanti, mengajari tugas yang tidak ia mengerti. Di rumah juga ia habiskan bersama dengan Jimin. Namun sesaat ketika ia pulang sekolah ia mendapatkan hal tak terduga dari kedua orang tuanya. Ia melihat Jimin terluka, sudut bibirnya berdarah dan pipinya berwarna ungu tua.

"BAGAIMANA BISA KAU MENINGGALKAN JIMIN SENDIRIAN DI SEKOLAH?!? LIHAT APA YANG TERJADI?? Kau berjanji pada ayah dan ibu untuk menjaga Jimin bukan?? Kenapa Hyukjae meninggalkanJimin sendirian?"

Hyukjae hanya bisa menunduk takut, "aku ingin bermain bersama temanku yang lain."

"Lalu kenapa kau tidak mengajak Jimin?"

"Maafkan aku."

Mulai saat itu bibit kebencian sudah tertanam di diri Hyukjae dan bibit itu bertumbuh dengan subur setiap harinya. Mengapa harus Jimin? Jimin juga bisa bermain bersama teman yang lain? Kenapa harus temanku? Kenapa ayah dan ibu sekarang hanya memperhatikan Jimin? Bukankah aku anak kandung mereka?

Saat menginjak bangku SMP kepribadian Hyukjae benar-benar berubah. Fragmen pribadi Hyukjae sudah hilang berganti debu, digantikan dengan duri tajam yang mengelilingi nuraninya. Seringkali ia menerima tinju karena ulah Jimin yang menantang senior sekolahnya dan bahkan sekolah lain. Hyukjae memilih untuk tidak melawan, mungkin saja orang tuanya akan melihat kalau Park Jimin adalah racun. Namun yang ia dapatkan adalah ocehan tentang membela diri sendir dan segala hal busuk yang orang tuanya tidak pernah katakan kepada Park Jimin Sialan.

Hyukjae bertambah getir.

Beberapa minggu saat naik kelas 2 SMP Hyukjae mulai menyebarkan segala omongan buruk tentang Park Jimin ke satu sekolah. Ia menyuapi murid-murid bodoh itu dengan segala api dan kebohongan, menjatuhkan nama Park Jimin ke dalam kubangan lumpur bahkan sebelum Park Jimin menyadarinya.

Meskipun ia harus memasang topeng 'saudara baik' di depan Park Jimin. Ia begitu bahagia karena mendapatkan kursi terdepan untuk menyaksikan dunia indah Park Jimin yang mulai hancur berantak.

Setidaknya saat itu ia bertemu dengan Kim Taehyung, satu-satunya anak yang sudi berbicara dengan pribadi baru Hyukjae tanpa merasa canggung. Sekalipun Kim Taehyung mengetahui bahwa Park Jimin si Pembawa Bencana adalah saudaranya. Ia juga tidak terlalu peduli dengan latar belakang orang tua, atau lebih tepatnya ibu, Taehyung yang adalah seorang mantan pekerja seks.

Season [YoonSeok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang