Chapter 9: The Lost Angel

1.1K 161 3
                                    

A/N: iiicccch kok aku cepet banget apdet?!?!?? Coz im in a good mood and just wanna share it w/ all of u (/ω\). And this chap is kinda (rly) short dan gak terlalu adil buat nunggu 5 hari lagi buat baca chap yang kebanyakan cuap author lol

Sooooo

Hope u enjoiiii






Park Jimin adalah seorang malaikat. Okay, mungkin itu sedikit hiperbolis, tapi itulah hal yang akan orang-orang pertama kali ucapkan ketika ditanya tentang seorang Park Jimin.

"Aku bersumpah kau adalah monster, Jim." Taehyung mengusap bisep lengannya yang sebelumnya dicubit oleh Jimin.

"Apa maksudmu, hah?! Kau bilang aku menyeramkan?!"

"Kau lebih dari menyeramkan, hyung. Kau itu sangat sangat sangat menyeramkan dan menyebalkan."

Mungkin tidak untuk semua orang.

"Tapi..."
"Untung kita sayang."

Park Jimin adalah seorang malaikat. Seorang malaikat yang jatuh dari keagungannya, yang tersesat dalam laut penuh keputusasaan. Sayap yang ia miliki terlalu berat, hingga ia tidak dapat terbang lagi.

Seorang malaikat yang melupakan jati dirinya.

Ia hanya ingin bebas.

"Kau tidak akan pernah kembali lagi."
"Manusia sepertimu hanya akan mengotori dunia."
"Aku akan menjagamu."
"Hyukjae hyung akan melindungi Jimin selamanya."

Dan ia hanya ingin terbebas dari bayangnya. Ia ingin kembali ke realitanya.

.
.
.
.
.
.
.

-Season-

Chapter 9
The Lost Angel

"I fall deeper, and drowned, because it's better drowned rather than burned."

.
.
.
.
.
.
.

"Lalu kenapa kau mengatakannya?" Jimin menatap Hoseok sambil bertumpang dagu di kedua tangannya.

"Aku tidak tau kenapa aku melakukannya, Jiminie." Hoseok merengek dan menidurkan kepalanya di meja.

Jadi, kenapa Jimin ada dimana?

Jimin kini berada di kursi yang awalnya ditempati oleh Yoongi beberapa puluh menit yang lalu. Hoseok panik dan segera menghubungi Jimin, memintanya untuk datang, dan menceritakan pertemuan kebetulan dengan Yoongi.

"Hmmm... Bukankah... Itu berarti kau tertarik dengannya?" Jimin kini tersenyum simpul. Ia menilik telinga hyungnya yang kini memerah. Ah, sungguh kenapa Jung Hoseok bisa seimut ini.

"Aku... Tidak. Aku belum-" Hoseok segera menutup rapat mulutnya, air mukanya berubah gelap.

"Belum apa, hyung?" Jimin menatap Hoseok khawatir. Perubahan mood mendadak untuk Hoseok bukanlah pertanda yang baik.

"Tidak apa-apa. Aku tidak ingin membahasnya. Kembali ke permasalahan. KENAPA AKU BEGITU BODOH DAN MENERIMA AJAKANNYA?!" kegaduhan Hoseok memancing pamdangan beberapa orang di dalam kedai dan sebuah tatapan penuh peringatan dari barista.

"Lalu kenapa?? Kau harus lebih bersosialisasi, hyung."

"Tapi bagaimana jika dia melakukan yang iya-iya kepadaku, Jim?! Demi Tuhan hal pertama yang ia katakan kepadaku adalah..." Hoseok menegak ludah kasar. Ia belum menceritakan kejadian itu kepada Jimin, hanya Namjoon yang tau dan pastinya ia menceritakan hal itu pada Jin.

"Eh? Memang apa?" kini kilat cahaya mata Jimin penuh dengan ketertarikan.

"Pantat ku..."

"Hah?"

"Yeah, my ass."

"Katakan padaku, hyung. Kenapa kau menerima ajakannya? Jujur."

"Yaaaaah... Kau tau... He's kinda cute."

Jimin menatap sayang wajah merah hyungnya. "Hyung akan baik-baik saja. Lagipula, kau bisa membawa Namjoon-hyung."

"Ah, ya. Itu..."

Kilat nakal terpancar di mata Jimin, ia mendekatkan wajahnya ke Hoseok, "kau ingin berduaan."

"JIMINIE?!"

Teriakan Hoseok disambut oleh tawa kecil Jimin. "Kau tidak perlu malu, hyung."

Rengekan kecil terdengar keluar dari Hoseok, "Jim..."

"Baiklah baiklah. Jadi... Bagaimana hari mu, hyung?"

Jimin melihat semangat Hoseok kembali. Ia tahu hari ini pasti hari yang cukup bagus untuk Hoseok, buktinya ia memesan espressino. Lain halnya jika Hoseok memesan cremino dengan espresso.

Sayangnya, lima bulan dari sekarang hanya dua hal itulah yang akan Hoseok pesan.

Terlebih karena Jimin.

"Hyung, jangan sedih-sedih lagi ya."

"Akan kuusahakan. Tapi kau juga harus janji untuk tidak menyembunyikan satu hal pun dariku."

Balasan dari Jimin hanyalah sebuah senyum cerah, palsu. Jimin bukan orang yang percaya dengan janji, bukan orang yang membuat janji serius. Karena janji pada akhirnya hanyalah sebuah alat untuk menyakiti, sebuah bahan olok-olok. Sebuah media yang membuatmu percaya sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

Janji itu fana. Janji itu perusak realita dan mimpi.

-TBC?-

-
A/N: hahahahaha maaf untuk chap yang amat sangat pendek :'))

Sebenernya aku punya love-hate relationship sama ff ini, karena cara penulisan aku beda banget kalo nulis lewat hape sama lewat laptop (silly, yeah ik) and i kinda hate how i write in here (phone), buuuuuut diantara ff yang lain ff ini sama satu lagi yang plotnya paling solid sama paling realistis. Dan temanya aku suka banget uhu... Selain itu aku suka slow burn... _(:з」∠)_ dan ini salah satu ff slow burn (my works) yang aku fave (。・ω・。), but yeah i hate how i simply write, jumping from one scene to other scene, and then past scene but suddenly present scene, it's kinda disorganized i cri (╥_╥)

Everybody deserve to be loved. Doesn't matter who they are. Even the cruelest person in history deserve it.

Doesn't mean you can't hate them tho. :))

Lalu...
Bagian mana yang paling kalian ga suka/kurang puas sama ff ku? Or hal paling buat kesel pas baca?

Bye

Hope u still enjoy

Hope u still enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Season [YoonSeok]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang