Hai, ini cerita pertamaku. Enjoy the story🤗
Jangan lupa vote and comment nya ya.
Kontribusi pembaca sangat berarti bagi penulis.
Thanks a lot.
Dan untuk pembaca setia, untuk beberapa minggu ini bakalan ada revisi sedikit cerita tentang Micha dan Keano. Dan Choco bakal update lagi setelah proses revisi selesai. Thanks
***
"Micha..." panggilan itu tak menghentikan ku sama sekali.
Aku terus melangkah dengan cepat, menyusuri trotoar jalan. Hujan yang mengguyur satu jam lalu membuat jalanan cukup licin sehingga rawan kecelakaan. Tapi apa peduliku, aku hanya ingin menjauh dari sini secepatnya.
"Micha... berhenti sebentar," aku kembali tak menggubris sama sekali laki – laki yang sedari tadi mengejarku.
Dengan seragam SMA lengkap, aku melangkah tampa menghiraukan genangan air bercampur lumpur merusak seragamku. Air mata menetes bercampur dengan keringat yang mengalir dari rambut ku yang terlihat acak acakan. Hasil pergulatan sengit dengan perempuan yang seumuran mama. Dan cakaran yang sekarang mulai terasa perih, bekas kuku tajam gadis remaja yang tampak seumuran dengan ku.
Hingga beberapa saat kemudian kembali terdengar langkah kaki cepat yang diluar bayanganku.
"Micha, sayang. Jangan seperti ini, kita bisa bicarakan masalah ini," katanya saat tangganku ditangkap dengan paksa.
Dia berhasil mengejarku. Laki – laki itu terlihat kacau, wajahnya tak pernah semuram ini. Aku tak pernah melihatnya seperti ini. Tapi semenyedihkan apapun raut wajah yang dia buat malam ini, aku tak akan mengasihaninya sama sekali.
"Lepas!" bentak ku.
Sambil berusaha menghentakkan tanganku yang digenggam kuat oleh laki – laki itu.
"Micha, jangan seperti ini. Ayo kita cari tempat teduh dulu, kita bicara disana," katanya ketika rintik hujan kembali turun.
"Apa lagi yang mau anda bicarakan? Bukankah sudah cukup? Saya sudah mendengar semuanya. Perempuan ja*ang itu sudah merebut semua yang mama miliki? Apa lagi yang ingin ada jelaskan? Kenapa anda tidak pergi saja dengan perempuan ja*ang itu? Jangan pernah menampakan wajah anda pada kami," ujarku sambil menahan tangis yang menyeruak keluar.
"Apa perempuan ja*ang? Dasar gadis kasar! Apa perempuan itu tak pernah mengajarkanmu sopan santun?" bentak perempuan yang tadi saling jambak denganku.
"Gwen, jangan ikut campur."
Laki – laki itu kembali menatapku, wajahnya cemas dan kesedihan menenggelamkan mata coklatnya yang selalu menatapku hangat. Perempuan yang dipanggil Gwen memilih menutup mulutnya dan tak lagi ikut campur dengan pembicaraan kami.
"Lepas!" bentakku sekali lagi. Dan kali ini genggaman tangan laki – laki itu terlepas dengan mudah.
"Sekarang anda bebas, saya tak akan pernah mempertanyakan apa yang akan anda lakukan lagi. Anda bebas bersama perempuan ja*ang ini dan hidup bahagia bersama anak haram kalian." Aku berbalik setelah mengatakan itu dengan isakan tangis yang sudah tak bisa lagi kutahan.
"Kamu," geram seseorang dari belakangku, tapi aku tak mempedulikan mereka lagi.
"Hannah!"
Bersamaan dengan bentakkan yang terdengar dari belakang, cengkraman kuat pada rambutku terasa. Kali ini gadis bernama Hannah itulah pelakunya.
"Berani beraninya kamu mengatai mamaku perempuan ja*ang," gadis itu tarus saja menarik rambutku, "Apa? Anak haram? Kamu yang anak haram."
Kepalaku terasa sakit dan panas karena tarikan kuatnya. Kurasa sebentar lagi semua rambutku akan tercabut dari kepalaku. Tak ingin kalah, aku menginjak kaki dengan sepatu ku. Membuatnya berteriak kesakitan. Cengkramannya di rambutku terlepas, aku langsung menampar pipinya. Dan menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...