3

208 55 6
                                    

Zara sangat fokus dengan komputer didepannya hingga tak menyadari Fika memanggilnya daritadi. Dua minggu libur pasca pernikahan membuat pekerjaannya menumpuk.

"Hei pengantin baru. Aku daritadi bicara padamu." Fika berbicara dengan suara lebih keras.

"Aku sedang sibuk, Fika. Andai saja selama aku libur kau sudi menggantikan pekerjaanku, aku pasti tak akan sesibuk ini." ucap Zara tak mengalihkan wajahnya dari komputer.

"Kau tahu. Pekerjaanku juga lebih menumpuk daripada kau."

Zara tak membalas ucapan Fika. Baginya bebas dari berkas menumpuk ini adalah nomor satu daripada harus berdebat dengan Fika yang malah memperlambat kerjanya.

"Aku kemarin bertemu Rangga."

Mendengar nama Rangga, Zara menegang ditempat. Dia tak pernah bertemu Rangga lagi sejak acara lamaran gagalnya itu. Begitu berpengahruhnya Rangga bagi Zara hingga dia kehilangan konsentrasi hanya mendengar namanya.

Melihat Zara yang masih belum mengucapkan sepatah katapun, Fika kembali berucap. "Aku melihat dia bersama perempuan keluar dari cafe. Mereka terlihat sangat akrab dan romantis."

Bagai disambar petir disiang bolong Zara mendengar ucapan Fika. Secepat itu Rangga berpaling darinya. Entah mengapa hati Zara sakit mendengarnya. Tapi bukankah itu yang diharapkannya? Rangga bahagia dengan orang lain yang mencintainya. Tapi Zara tak bisa terima itu karena dia masih sangat mencitai Rangga. Egois memang. Tapi itu kenyataannya.

"Sudahlah. Aku sibuk sekarang." Zara mencoba tetap tenang dan fokus dengan pekerjaannya. Tapi berita dari Fika cukup membuat fikirannya tak tenang. Dia tak bisa membayangkan Rangga berkencan dengan wanita lain. Hatinya sakit. Tapi bukankah itu tak adil bagi Rangga? Bahkan Zara bisa menikah dengan lelaki lain? Tak bisakah kau memikirkan perasaan Rangga juga, Zara?

"**

Zara termenung di halte menunggu Malik menjemputnya. Mulai hari ini Malik yang akan menjemput dan mengantar Zara. Awalnya Zara bersikeras menolak saran Malik itu. Tapi Malik dengan keras kepalanya tetap melakukannya.

Semakin hari Malik semakin akrab dan banyak bicara dengan Zara. Setiap hari dia selalu bisa mencari topik pembicaraan untuk membuat Zara tertawa atau hanya dengan tingkah konyolnya.

Zara mencoba menerima pernikahan ini. Karena ia memang tak punya pilihan lain dari awal. Tapi dia masih tak bisa menerima kalau Rangga memiliki pacar. Karena jujur dia masih sangat mencintai lelaki itu.

Retina mata Zara menangkap sosok Rangga berjalan didepannya. Dengan sepeda motornya, dan seorang wanita cantik diboncengan sambil memeluknya erat. Pemandangan yang sangat menyesakkan dada.

Air mata Zara jatuh tanpa dikomando. Dia marah. Marah pada Rangga, marah pada keadaan, dan dirinya sendiri. Dia terlihat seperti orang bodoh menangisi orang yang sedang bahagia. Ingat Zara. Dia begitu juga karena mu. Buat apa dia mengharapkan wanita yang sudah membohonginya dan meninggalkannya? Sadarlah Zara.

"Sedang lihat apa?" Tanya Malik yang baru sampai di halte.

"Hm? Tidak ada." Zara menyeka air matanya buru-buru. Tapi Malik sudah lebih dahulu menyadarinya.

"Kau menangis? Kenapa? Apa kau sakit?"

"Tidak apa-apa. Sudah ayo pulang."

"Jangan berbohong. Katakan apa yang membuatmu menangis?" Desis Malik geram. Sambil menahan tangan Zara.

"Aku hanya kelilipan. Aku lelah, butuh istirahat." Zara menepis tangan Malik dan masuk kedalam mobil.

Malik mengeratkan tinjunya. Zara pasti menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi tak ada gunanya juga memaksa. Itu hanya akan membuat Zara semakin tidak nyaman.

***

"Tidak ada yang bisa mengambil milikku. Siapapun itu, aku tak segan-segan untuk membunuhnya."

***

"Kudengar pacarmu sudah menikah ya? Dengan lelaki tampan dan kaya?" Tanya wanita cantik yang bernama Anna itu pada Rangga. Saat ini mereka sedang berada di Caffe

"Iya. Dia meninggalkanku saat aku ingin melamarnya. Coba kau bayangkan, saat aku datang kerumahnya ingin melamar, dia dan keluarga calon suaminya sedang merundingkan hari pernikahan. Aku merasa dikhianati saat itu juga. Tanpa sadar aku mengucapkan kata-kata kasar padanya. Aku tahu aku keterlaluan, tapi aku sangat kecewa dan sakit hati saat itu."

"Mungkin dia memang bukan jodohmu Rangga. Masih banyak wanita yang lebih baik dari dia. Percayalah." Anna menenangkan Rangga. Rangga terlihat sangat marah sekarang.

Mereka sudah lama bersahabat, tapi sampai saat ini Anna dan Zara tak pernah saling mengenal. Tentu itu keinginan Rangga. Dia tak ingin menjadi salah paham kalau sampai mereka kenal, terutama bagi Zara.

"Bisakah kau membantuku?"

"Bantu apa?"

"Maukah kau menjadi pacar pura-pura ku untuk sementara? Aku ingin menunjukkan pada Zara kalau aku sudah tak mencintainya lagi. Bisa?"

"Tentu. Aku akan membantu apapun itu selagi aku bisa." Ucap Anna dengan senyum manisnya.

"Terima kasih. Sebagai imbalan aku akan mentraktirmu makan." Tawar Ramgga

"Bukannya selalu kau yang traktir kalau makan?"

"Oh iya. Bagaimana kalau kita belanja?"

"Tidak. Aku ikhlas membantumu."

"Terima kasih Anna."

"Sekali lagi kau mengucapkan itu, aku tidak mau menolongmu." Ancam Anna dengan wajah cemberut. Pura-pura marah.

Rangga tertawa sambil mengacak rambut Anna gemas. "Iya iya. Kita pulang yuk."

***

Malamnya Zara sudah sedikit ceria dari tadi sore. Dia membuat banyak makan malam. Sesekali dia bersenandung saat masak. Malik lega melihat mood Zara yang membaik terlepas dari apa yang membuat Zara menangis sore tadi. Malik akan bertanya nanti.

"Mau kubantu?" Tawar Malik.

"Kau mebuatku kaget." Zara memegang dadanya terlihat kaget. "Tidak. Biar aku saja. Kamu tunggu disana saja. Sedikit lagi."

"Aku tidak suka menunggu. Sini biar aku yang goreng udangnya." Malik dengan lihaynya menggoreng udang. Terlihat sudah terbiasa.

"Kau bisa masak?" Tanya Zara sambil memotong bayam.

"Aku bahkan lebih baik darimu." Sombong Malik.

Zara hanya berdecih.

"Tadi Ayah menelponku, katanya kapan kita mengunjunginya?" Ucap Malik masih fokus pada gorengannya.

"Oh iya. Sejak menikah kita belum pernah mengunjunginya."

"Bagaimana kalau akhir pekan kita nginap disana?"

"Benarkah? Kau tidak keberatan?" Tanya zara dengan mata berbinar. Dia sangat merindukan lelaki itu saat ini.

"Tentu."

"Terima kasih, Malik."

"Tapi ada syarat."

"Syarat apa?" Dahi Zara berkerut.

Malik merapat kearah Zara sambil menunjuk pipinya.

Seketika Zara mendelik karena paham betul apa yang dimaksud Malik. Tangan kecilnya memukuli lengan Malik. "Tidak mau!"

"Ayolaaah." Pinta Malik dengan wajah memelas.

Zara menggeleng.

"Atau kita tak jadi ke rumah ayah?" Ancam Malik.

"Ya sudah. Aku bisa naik bus." Ucap Zara cuek.

"Iya iya baiklah." Dengan wajah cemberut Malik meniriskan udang gorengnya dan meletakkannya dimeja. Sedangkan Zara terkekeh melihat wajah Malik yang cukup imut dimatanya.

Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala cantik Malik. Dengan gerakan tiba-tiba Malik mencium pipi gadis itu dan langsung berlari keluar dapur meninggalkan Zara dengan wajah terkejutnya.

"DASAR MALIK MESUM!!!"

***

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang