40

87 20 3
                                    

Siang itu Malik menceritakan semuanya pada Zara. Tak terkecuali. Termasuk novel dan foto yang ditemukan Zara dikamar Malik tempo hari.

Sebenarnya Malik sudah ingin membuangnya sejak lama. Tapi Marsha meminjam untuk tugas sekolahnya. Dia melupakan kalau foto yang ditulisnya itu masih disana. Bahkan saat Marsha memulangkannya pun Malik tidak tahu. Kalau tidak Zara yang menemukannya.

Bersungguh-sungguh Malik mengatakan kalau dia tak lagi mencintai Julia. Bahkan dia sudah melupakannya. Walau jantungnya sedikit berdegub saat bersama Julia, perasaannya tetap sama. Mungkin karena Julia pernah menjadi orang yang spesial dihati Malik.

Tidak untuk sekarang. Hati Malik seolah telah dipenuhi oleh Zara. Wanita yang bahkan dia tak tahu sifat dan kehidupannya tapi menjadi istrinya. Zara terlalu sempurna untuk dibandingkan dengan siapapun.

Syukurlah Zara mau mendengar semua penjelasannya. Menjelaskan dalam keadaan marah memang tak akan membantu. Yang ada hanya semakin menyulut emosi masing-masing. Seperti malam itu.

Menurut Zara yang dijelaskan Malik masih masuk akal dan terdengar bersungguh-sungguh. Walau bagaimanapun dia masih tak boleh terlalu percaya. Mungkin saja itu alibi Malik untuk msmbuat Zara percaya.

Nanti Malik akan mempertemukannya dan Julia kalau perlu untuk menjelaskannya. Agar Zara tak perlu lagi khawatir tentang Julia

Malik melangkah lebar di lorong rumah sakit. Dengan sebuket bunga mawar ditangannya. Seharian di kantor membuatnya sangat merindukan istrinya itu. Dia butuh melihat Zara untuk mengembalikan energinya yang telah terkuras selama bekerja.

Zara sedang bersama Bila seperti biasa. Dari pagi hingga sore, Bila lah yang selalu menemani Zara dirumah sakit. Kadang sesekali Sandi datang berkunjung. Hanya sekedar melihat. Bahkan lelaki itu tak sempat mencecahkan bokongnya dikursi.

Entah mengapa Zara sangat lama pulang dari rumah sakit. Sudah seminggu dia dirawat. Setiap ditanya, dokter selalu bilang secepatnya. Sampai pikiran kotor muncul kalau pihak rumah sakit sedang ingin memerasnya.

"Hai, sayang." Sapa Malik meletakkan buket mawar itu dipangkuan Zara seraya mengecup pipinya mesra. Gadis itu hanya tersenyum. Dia masih saja canggung bermesraan dengan Malik dihadapan orang lain meskipun keluarganya sediri.

"Aku mampir sebentar. Kebetulan aku ada meeting di café dekat rumah sakit."

"Berapa lama aku harus dirumah sakit? Aku sudah muak disini." Desah Zara dengan bibir mengerucut kesal.

"Mungkin besok, sayang. Dokter harus memastikan lambungmu benar-benar baik." Malik mengacak rambut Zara gemas. "Jangan mengerucutkan bibirmu seperti itu, disini masih ada Bila." Bisiknya pelan membuat Zara melotot seketika.

"Kau mengusirku? Aku juga sudah mau pulang." Tanya Bila dengan nada tersinggung.

Malik terkekeh melihat wajah kesal Bila. "Jadi siapa yang menjaga Zara disini?"

"Tak apa. Mama juga sedang dijalan mau kesini. Daripada naik taksi kak Bila numpang mobil Malik aja ke supermarketnya."

"Ide bagus. Boleh 'kan Malik?" Tanya Bila dengan puppy eyesnya.

"Iya iya. Aku pergi, sayang. Nanti selesai rapat aku langsung pulang." Malik mengecup kening Zara.

"Kakak pulang, Zara." Wanita itu melambaikan tangannya dan berjalan beriringan dengan Malik.

Bila melirik kearah Malik disebelahnya yang masih saja melebarkan senyumnya. Bahkan saat sudah jauh meninggalkan ruangan Zara.

"Kau senang?"

"Hm?"

"Kau senang Zara memaafkanmu?"

"Sangat. Kau tahu betapa bingungnya aku saat Zara menyinggung tentang perceraian kemarin. Kata itu seakan mantra yang terus terngiang ditelingaku untuk menakutiku. Demi menghilangkan rasa takutku, aku nekat pergi ke cafe dan mabuk untuk pertama kalinya. Dan itu malah semakin memperbesar masalah."

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang