43

65 8 1
                                    

Zara menatap gaun didepannya ini dengan mulut ternganga lebar. Gaun ini luar biasa cantiknya menurut Zara. Bahkan lebih cantik dari gaun pernikahannya.

Ternyata Malik sudah memesan sendiri gaun untuk dia pakai nanti malam dengan seorang designer terkenal dikota ini. Jadi siang tadi dengan membawa Zara keliling mall hanya alibi agar mereka bisa belanja.

Menurut Zara Malik terlalu berlebihan memesan gaun semewah dan semahal ini hanya untuk menghadiri pernikahan koleganya. Yang Zara sendiri tidak mengenalinya. Padahal gaun-gaun yang mereka beli tadi di mall sangat layak untuk dipakai.

"Belum pakai baju juga?" Tanya Malik yang baru masuk kamar melihat Zara masih memakai kimononya. Lelaki itu sudah rapi dengan jas formal tak kalah luar biasanya jika dipakai oleh seorang Malik. Jas berwarna senada dengan gaun Zara.

"Ini cantik sekali Malik." Lirih Zara.

"Aku tahu. Cepatlah pakai baju, kita sudah sangat terlambat."

"Tunggu! Mungkin aku memerlukan bantuanmu untuk memakainya." Ucap Zara malu-malu. Karena memang resletingnya berada dibelakang, Zara tentu tak bisa memakainya sendiri jika tidak dengan bantuan orang lain.

"Dengan senang hati, nyonya."

***

Malik menghentikan mobil mereka didepan gedung besar nan mewah. Beberapa mobil mewah memasuki kawasan gedung. Sudah dapat ditebak kalau teman Malik ini adalah seseorang yang cukup populer. Mengingat pestanya sangat luar biasa.

"Selesai menyalami temanku, kita langsung pulang, ya. Aku tiba-tiba merasa lelah." Ucap Malik seraya melepas set-belt nya.

"Langsung pulang?"

"Atau kamu tunggu disini saja tak usah masuk? Biar aku saja yang kesana nanti kamu capek."

Zara menatap Malik dengan alis yang hampir menyatu. Dia tak habis pikir dengan Malik. Untuk apa dia membelikan Zara gaun mahal jika hanya untuk dipakai didalam mobil? Padahal Zara sudah membayangkan berdansa dilantai dansa. Pasti dia akan terlihat luar biasa.

"Tapi aku lapar Malik. Biarlah aku makan sebentar. Aku juga ingin berdansa."

"Makan dirumah saja, ya."

"Jadi untuk apa membeli gaun semahal ini kalau hanya untuk kupakai didalam mobil? Atau jangan-jangan kamu ingin melihat selingkuhanmu didalam makanya aku tak boleh ikut masuk? Pokoknya aku ikut." Ucap Zara asal dengan wajah masam. Dia sangat kesal dengan Malik yang selalu melakukan hal sesuka hati.

"Baiklah. Ayo." Malik membukakan pintu untuk Zara lalu menggandengkan tangan Zara dilengannya.

"Oh iya satu lagi. Disana tak ada pesta dansa. Menghormati istri Bryan yang lumpuh."

Zara sedikit terkejut mendengar ucapan Malik. Lalu mencoba bersikap biasa saja. Dia masih menekukkan wajahnya. Malik harus tahu kalau dia masih kesal dengan dirinya.

Semua orang menoleh dua kali saat melihat Malik dan Zara. Mereka terlihat seperti pasangan yang sangat serasi. Hal itu membuat Malik sangat bangga dan semakin mengangkat dagunya sombong.

Mereka langsung berjalan kearah pelaminan dan menyalami teman Malik tersebut.

"Kukira kau tak akan datang, bung." Ucap pengantin lelaki yang bernama Bryan itu.

"Tidak mungkin aku melewatkan hari pernikahanmu ini. Oh iya perkenalkan ini istriku, Zara." Malik memeluk Bryan akrab. Tak lupa menyalami istrinya yang masih duduk dikursi.

"Aku tahu ini istrimu." Ucap Bryan berbisik. "Hai! Perkenalkan namaku Bryan hakim. Ini istriku, Bunga." Bryan mengelus kepala istrinya sayang. Jangan lupakan tatapan lembutnya yang tak lepas dari perhatian Zara.

"Hai!" Zara menyalami pengantin baru itu sopan. Dia bahkan memeluk Bunga. Awalnya dia merasa kasihan dengan gadis ini. Tapi melihat betapa Bryan pasti sangat mencintainya, dia turut bahagia.

"Kenapa wajahmu seperti itu? Apa jamuan kami kurang memuaskan?" Tanya Bunga dengan wajah cemas. Memang sedari tadi Zara menekuk wajahnya.

"Eh? Bukan-bukan. Tidak apa-apa kok." Zara terkejut mendengar teguran Bunga. Ternyata gadis itu memperhatikannya.

"Tidak apa-apa, Bunga. Dia kesal karena aku mengajaknya pulang. Dia sangat ingin makan makanan disini. Padahal dia sudah makan dirumah tadi. Kau tahu istriku ini sangat rakus." Ucap Malik yang disambut gelak tawa oleh Bryan.

Zara mencubit lengan Malik kuat. Bagaimana bisa suaminya ini mempermalukannya didepan temannya. Zara sangat malu. Mungkin wajahnya sudah merah seperti tomat saat ini. Ditambah lagi Bunga yang ikut tertawa.

"Aku pergi." Zara tersenyum kepada pengantin itu lalu pergi meninggalkan mereka disana dengan wajah merah padam. Matanya terasa sangat panas. Entah mengapa dia ingin menangis. Malik sangat jahat padanya hari ini.

Mengapa dia mengatakan kalau Zara rakus. Padahal dia belum makan apapun sejak di mall tadi. Bahkan tubuhnya sangat lelah karena berkeliling siang tadi dan tak ada istirahat sedikitpun.

"Kurasa kau keterlaluan mengatakan itu tadi. Mungkin saja Zara malu." Ucap Bunga dengan wajah cemas.

"Tak apa. Aku pergi, ya. Selamat atas pernikahan kalian. Dan terima kasih gaunnya, Bunga. Zara sangat menyukainya." Malik melenggang meninggalkan pengantin baru itu. Ternyata baju yang dipakai Zara adalah rancangan Bunga yang kebetulan seorang designer.

"Iya. Hati-hati." Teriak Bryan.

***

Zara menyeka setetes air matanya yang berhasil lolos saat melihat Malik dari jauh. Bahkan lelaki itu tak mengejarnya tadi. Pasti dia menceritakan keburukannya pada teman-temannya lagi.

Dia tak menoleh sedikitpun saat Malik masuk kedalam mobil. Dia sangat kesal sampai membuatnya ingin menangis. Tapi tak akan dilakukannya. Pasti itu akan menjadi bahan olok-olokan dengan temannya lagi.

"Kita pulang sekarang." Tanya Malik seraya menyalakan mesin.

Zara tak menjawab dan semakin mendalamkan wajahnya kearah samping. Matanya sangat panas hingga setetes air mata mengalir lagi.

Dalam hati Zara mengutuk dirinya yang masih saja melakukan hal bodoh. Mengapa dia menangis hanya karena ucapan Malik tadi.

"Zara? Kamu marah?" Malik mencoba menarik dagu Zara agar menatapnya. Tapi nihil. Istrinya itu menepis kasar tangannya. "Kamu benar-benar marah?"

"Menurutmu?!" Bentak Zara dengan pipi yang sudah basah.

"Kamu nangis?" Malik terkejut melihat wajah Zara yang sudah basah. Dia tak menyangka kalau Zara akan bereaksi sejauh ini.

"Masih mau mengejekku hah? Pergi sana dengan teman-temanmu! Kau malu memiliki istri gendut dan rakus sepertiku, 'kan?!" Ucap Zara berapi-api. Dia sampai sesegukkan mengucapkan kata-katanya.

"Oh astaga!" Malik memijit kepalanya. Ternyata ucapannya tadi menyakitkan hati Zara. Kalau dipikir-pikir memang dia cukup keterlaluan tadi. Tapi dia hanya bercanda. Tak ada niat lain.

"Jangan menangis. Itu hanya akan merusak riasanmu, sayang. Maafkan aku, ya." Ucap Malik menyeka air mata Zara lembut.

"Kau hanya memperdulikan penampilanku. Tapi tidak perasaanku. Aku membencimu!"

Malik menghela napas. Dia salah bicara lagi. Zara semakin kesal dengannya.

"Baiklah, aku salah. Maafkan aku ya?" Malik membawa jemari Zara kemulutnya. Menciumnya dengan penuh perasaan. "Aku janji tak akan mengatakan apapun lagi yang membuatmu marah."

Zara masih sesegukan dengan wajah menatap keluar jendela. Mengapa dia terlihat seperti anak-anak begini. Pasti Malik semakin ilfil dengannya.

"Kita makan diluar?" Tawar Malik menarik perhatian Zara.

"Pulang saja."

"Baiklah." Malik menjalankan mobilnya dengan sebelah tangan menggenggam tangan sang istri.

***

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang