34

103 26 10
                                    

Zara menatap gundukn tanah yang masih basah didepannya. Air matanya tek henti-henti mengalir dipelukan Malik yang terus menenangkannya. Dona baru saja dikebumikan. Syukurlah jenazah Dona cepat ditemukan dan bisa langsung bisa dibawa kerumah duka.

Dona tak memiliki satupun keluarga. Hanya seorang ibu yang terlihat tak menyayanginya. Wanita itu tak meneteskan air mata sedikitpun. Dengan angkuhnya meninggalkan perkuburan lebih dahulu. Hingga Zara dan Maliklah yang mengurus semuanya. Tentu juga Dimas dan keluarganya.

Lelaki itu tampak sangat terpukul mendengar kabar kematian Dona. Jujur Dimas masih sangat mencintainya, tapi kejadian tak diduga terjadi. Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Kini Dona tenang disana.

"Dimas, ayo kita pulang." Panggil Mama Dimas. Lelaki itu duduk bersimpuh diatas gundukan tanah basah didepannya. Dengan tatapan kosong tanpa perasaan.

"Pulanglah, Dimas. Jangan menyiksa dirimu seperti ini. Aku tahu Dona juga tak suka kau seperti ini. Berlarut dalam sedih." Zara mencoba menimpali.

Dimas menghela nafas kasar lalu menatap satu persatu wajah yang menatapnya sedih. "Bisakah kalian meninggalkanku sendiri disini?"

Semua orang disana saling berpandangan. Malik mengangguk memberi kode agar Mama Dimas dan kakaknya pergi dari sini. Begitupun juga dengan Malik dan Zara.

"Baiklah. Kakak dan mama akan menunggumu di mobil." Maya menghela ibunya menuju mobil mereka.

"Jangan berlarut dalam sedih, Dimas. Ingat sebentar lagi kau akan menikah dengan pacar barumu itu. Kau harus bertanggung jawab. Kini Dona sudah tenang disana. Tak akan merasakan sakit hati lagi karenamu." Ucap Malik tajam dengan menekan kata pacar baru. "Ayo sayang."

Malik dan Zara meninggalkan Dimas disana sendiri. Wajah lelaki itu masih datar. Tiba-tiba saja bahu lebar itu bergetar hebat. Diiringi suara isakan pilu. Membuat siapa saja yang mendengar ikut merasakan kesedihannya.

"Dona... Maafkan aku sayang. Aku sadar aku memang lelaki jahat, lelaki biadab. Aku sangat tak pantas untukmu. Untuk wanita sekuat dan sebaik dirimu. Aku menyesal, Dona." Isakan Dimas semakin keras. Dia belum pernah menangis sekuat ini. Terakhir mungkin ketika dia masih sangat kecil.

Dadanya sangat sesak. Pertemuan terakhirnya dengan Dona tidak baik. Tak ada kata perpisahan. Yang ada hanya kebencian. Bahkan tangan kasarnya ini sempat memukul wajah mulus gadis itu. Itu yang paling disesalkannya.

Dia sendiri tak menyangka bisa memukul Dona berkali-kali. Padahal dalam kamusnya tak ada namanya kekerasan pada wanita. Tapi dia melakukannya pada Dona. Wanita yang sangat dicintainya. Hanya ingin membuat  Dona membencinya dan meninggalkannya.

Tapi gadis itu tetap mencintainya, dan berharap Dimas berubah, mengingat pernikahan mereka tinggal menghitung hari. Hingga pada akhirnya Dimas juga telah melukai perasaannya dengan menyakiti Dona. Sungguh dia tak benar-benar melakukannya. Dia bahkan merasa lebih sakit dari yang dirasakan Dona.

"Aku masih sangat-sangat mencintaimu, Dona. Bahkan melebihimu. Tapi aku terpaksa. Kau tahu betapa tersiksanya aku. Perasaanku lebih sakit daripada yang kau rasakan. Harus menikahi wanita yang sama sekali tak kucintai sedang aku hendak menikah denganmu. Rasanya aku ingin tenggelam ke dasar laut. Malu untuk bertatap muka denganmu." Dimas menjeda ucapannya. Menyeka air matanya kasar. Tersenyum pahit seraya mengelus papan bertuliskan nama Dona disana.

"Kau memang bodoh, Dona. Bodoh karena masih saja mencintai lelaki yang tak pantas disebut lelaki sepertiku. Entah aku yang terlalu beruntung dipertemukan dengan wanita sesempurna dirimu. Sekali lagi aku minta maaf padamu. Terima kasih sudah mencintaiku sedalam ini. Percayalah cintaku ini tetap untukmu. Karna ku yakin kau pasti sangat mencintaiku, 'kan? Aku aku membalas cintamu itu sampai habis hidupku. Bahagialah disana, sayang." Dimas mengecup papan yang tertancap diatas kuburan Dona, lalu beranjak pergi sambil sesekali menoleh. Seakan tak ingin meninggalkan Dona sendirian disana.

***

Kini kehidupan kembali normal. Zara sudah tak terlalu memikirkan Dona. Karena dia yakin Dona pasti sudah bahagia disana di kehidupan barunya. Yang bisa dilakukannya hanya berdoa.

Walau dia tak terlalu dekat dengan Dona. Tapi dia cukup merasa kehilangan dengan kematian Dona. Ralat. Dialah yang tak mau berbaikan dengan Dona. Padahal Dona sudah berkali-kali ingin berbaikan. Tapi dia tetap menganggap Dona jahat yang sudah merebut pacarnya.  Kejadiannya sudah lama sekali dan Zara masih menyimpan dendam begitu. Ditambah lagi dengan sikap sok akrabnya dengan Malik. Jujur Zara sangat geram dengan Dona kemarin.

Sekarang Zara menyesal sebab sudah menuduh Dona yang bukan-bukan. Dia meragukan ketulusan gadis itu untuk berteman dengannya. Bahkan sekalipun dia tak pernah bersikap baik pada Dona.

Zara tak menyangka Dona ternyata gadis yang kuat dengan banyak derita dipunggung lemahnya. Dan Zara baru mengetahuinya sekarang. Gadis itu menceritakan seluruh masalah hidupnya pada Malik. Saat bertemu dengan Zara direuni, ia ingin meminta nomor ponsel Zara dan ingin berteman dengan baik. Karena tak memiliki teman disini dan Zara adalah orang yang paling diperacayanya. Sebab Dona paling susah dalam urusan pertemanan.

Tapi melihat sikap Zara yang sepertinya acuh dan tak tersentuh, Dona mengurungkan niatnya. Hingga dia bertemu Malik dengan sikap ramah dan bersahabatnya dia mengira Malik bisa mendekatkannya dengan Zara sebagai teman.

Yang terjadi adalah Zara semakin marah dan mengira Dona mencoba mengambil Malik 'kembali' darinya. Kalau saja Zara tahu niat Dona adalah baik ingin berteman dengannya, jadi teman curhat terbaiknya, Zara pasti akan menerima dengan tangan lebar. Kini Zara menyesal sebab tak bisa membantu Dona.

Hingga pada suatu hari Dona berniat menemui Malik di kantornya, tak sengaja dia bertemu dengan Dimas. Keduanya sama-sama jatuh cinta pada pandangan pertama hingga berpacaran.

Pacaran yang terbilang cukup sebentar. Hanya beberapa bulan. Diawal berpacaran mereka sempat mendapat kendala dari keluarga Dimas yang sepertinya tidak setuju karna Dona tidak memiliki keluarga. Tapi pada akhirnya mereka mendapatkan kepercayaan dari keluarga Dimas. Dan langsung merencanakan pernikahan.

Tepat beberapa hari lagi mendekati hari H. Hubungan mereka kembali mendapat cobaan dan itu dilakukan oleh Dimas sendiri. Dimas yang dengan sampai hati menghianati gadis sebaik Dona. Sampai akhirnya gadis malang itu meninggal dalam perjalanannya mencari ketenangan. Dan akhirnya ia mendapat ketenangannya sendiri.

Pernikahan Dimas dengan wanita yang dihamilinya itu sudah berlangsung mewah semalam. Tak ada raut bahagia diantara kedua wajah mempelai tersebut.

Dimas pernah mengatakan kalau dia mencintai wanita yang kini menjadi istrinya ini. Itu hanya sebagian dari rencana Dimas agar Dona semakin membencinya dan menghapus perasaannya. Tapi nyatanya, dialah yang tak bisa melupakan Dona.

Sedangkan gadis yang bersanding disebelahnya ini sama sekali tak mencintainya tentu saja. Ia tak kalah rapuhnya dilihat dari wajahnya yang seperti tak menginginkan pernikahan terpaksa ini. Bisa dibilang dia juga korban disini. Korban dari Dimas yang terpengaruh alkohol pada malam itu.

Jika disuruh memilih. Ia lebih tak ingin menikah dengan lelaki yang notabenenya mencintai wanita lain. Tapi dia juga tak ingin anak yang didalam kandugannya ini lahir tanpa seorang ayah. Syukurlah Dimas dan keluarganya mau bertanggung jawab dan bersikap baik padanya. Walau gimanapun gadis itu mengandung darah daging Dimas.

***

Keknya part dialognya dikit😅 keenakan sampe typo pun bertebar cantik😘😘

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang