15

130 44 7
                                    

Pagi-pagi sekali Zara bangun membuatkan bubur untuk Malik. Tadi ia mengecek suhu tubuh Malik turun menjadi 39, tapi Malik belum bisa bekerja dulu. Saat ini Malik sedang tidur. Tadi malam ia selalu tersentak dan tak tenang. Sehingga Zara pun kurang tidur.

Saat sedang asik masak, sepasang tangan merengkuhnya dari belakang. Malik, lelaki itu meletakkan kepalanya di ceruk leher Zara.

"Ma-malik apa yang kau lakukan disini."

"Tidak mau."

"Aku lagi buat sarapanmu. Kau menyulitkanku."

Bukannya pergi ia malah semakin mengeratkan pelukannya. Zara menarik sudut bibirnya melihat tingkah manja Malik. Apa dia selalu seperti ini kalau lagi sakit? "Aku suka wangimu."

Blush! Mendengar ucapan Malik pipi Zara memanas. Jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat. Dia sangat malu sekarang.

"Wah! Drama apa yang tayang pagi buta seperti ini."

Spontan kedua pasangan ini menoleh ke sumber suara. Terlihat ibu Malik dengan wajah jahilnya. Tadi pagi Zara sempat menelponnya karena dia sangat takut melihat kondisi Malik.

"Ibu? Kenapa kesini?"

"Tadi Zara bilang kamu sedang demam. Jadi ibu memutuskan untuk singgah sebentar untuk melihat kondisimu. Tapi sepertinya kau sudah cukup sembuh."

"Iya aku sudah sembuh bu. Jangan khawatir."

"Menantuku memang terbaik. Terima kasih sudah merawat Malik."

"I-iya bu. Ini adalah kewajiban saya merawat Malik."

"Baiklah, kalau begitu ibu pergi, ya. Ibu harus bekerja. Malik kau jangan kerja dulu sebelum pulih betul."

"Iya bu. Hati-hati."

"Kau menelpon ibu?" Tanya Malik setelah ibunya pergi.

"Iya. Aku sangat takut melihat kondisimu tadi malam. Kau selalu mengigau. Jadi aku menelpon ibu."

"Padahal aku tak apa-apa."

"Aku hanya takut." Ucap Zara seraya menunduk takut Malik marah.

"Tak perlu takut. Aku tak apa-apa." Malik mengangkat wajah Zara menatapnya. Ia memberikan senyum terbaiknya pada gadis itu.

Zara membalas senyumnya. "Baiklah kau duduk disana. Aku sedikit lagi selesai. Jangan menggangguku."

"Iya iya cerewet. Kau mirip seperti ibu."

Zara hanya mengangkat bahu acuh.

***

Hari ini Malik dan Zara hanya bersantai dirumah. Demam nya sudah turun, tapi Malik memutuskan untuk libur sehari untuk memulihkan kondisinya. Malik menghabiskan waktu bermain PlayStation. Sedangkan Zara duduk menonton disebelahnya. Sesekali Zara mendesah menandakan dia sangat bosan.

"Aku bosan menontonmu. Lebih baik aku tidur."

"Jangan! Temani aku disini. Apa kau tega melihat suamimu sendiri disini dalam keadaan demam? Kau lihat drama saja." ucap Malik tanpa menoleh sedikitpun.

"Aku sudah menontonnya berkali-kali."

"Ya sudah tonton lagi." Ucapnya santai.

Zara diam tak menjawab ucapan Malik. Percuma. Dia tak akan bisa menang bila berdebat dengan Malik. Tangannya meriah keripik kentang yang tergeletak dimeja.

"Lebih baik kau kerja daripada libur hanya bermain game."

"Iya sebentar. Aku tak pernah puas main game. Kalau tidak di haei libur."

"Terserahmu saja " Zara menyenderkan tubuhnya disofa. Ponsel Malik dimeja bergetar tanda pesan masuk.

"Tolong lihatkan ponselku." Pinta Malik tanpa mengalihkan pandangan dari layar TV.

Dengan patuh Zara meraih ponsel tersebut. Tertera nama Done disana. Ia diam sejenak. Dalam hati dia ragu membuka atau memberikannya pada Malik. Dia sangat penasaran isi pesan tersebut. Tapi bukankah Malik memintanya untuk melihat?

"Siapa?"

"Dona. Katanya, aku barusan dari kantormu, sekretarismu bilang kau sedang sakit. Sakit apa kak? Apakah sudah sembuh? Padahal aku sudah bawa makan siang buat kakak." Zara membacanya dengan nada datar.

"Dona?" Spontan Malik mem-pause gamenya dan meraih ponselnya. "Aku ada janji dengannya. Dan lupa memberitahunya kalau aku sedang sakit."

'Reaksi yang cukup berlebihan.' Batin Zara. Alisnya naik sebelah melihat betapa fokusnya Malik menatap ponselnya.

"Oh Zara. Hari ini dia mau datang menjenguk. Sekalian bertemu denganmu."

"Tapi aku tak terlalu ingin bertemu dengannya."

"Bukannya kalian berteman?"

"Aku tak yakin. Sekarang jam tidur siangku. Aku ke kamar. Kau saja yang bertemu dengannya."

"Apa yang harus kukatakan kalau dia bertanya?"

"Katakan saja aku tidur. Apakah sulit." Zara beranjak ke kamarnya. Dia sangat tak ingin bertemu dengan wanita itu. Bukan hanya masalah masa lalu. Tapi sikap sok akrabnya pada Malik membuatnya muak. Dengan modus ingin bertemu dengannya. Padahal sebelumnya mereka tak pernah seakrab itu.

***

Zara tersentak dari tidurnya karena rasa haus yang tiba-tiba datang. Ia melirik jam dinding menunjukkan pukul setengah 3. Berarti baru 30 menit dia tidur. Rasanya seperti sudah tidur berjam-jam.

Sampai diluar ia melihat Malik dan Dona bercerita sambil tertawa. Bisa-bisanya dia lupa kalau Dona tadi datang. Mau kembali ke kamar lagi, tapi sudah terlanjur dilihat mereka. Alhasil dia harus terus berjalan.

"Kau sudah bangun, Zara?* tanya Malik yang hanya dijawab deheman dari Zara.

"Untunglah kau keluar, Zara. Aku mau pulang. Tidak lengkap rasanya tidak bertemu denganmu dulu." Ucap Dona seraya berdiri.

"Baguslah."

"Zara tidak baik bicara seperti itu." Ucap Malik.

"Ah tidak apa kak. Mungkin Zara masih sakit hati padaku. Kalau begitu aku pulang dulu ya. Semoga cepat sembuh kak. Dan Zara lupakanlah masa lalu kita."

"Iya hati-hati Dona. Aku akan mengantarmu ke depan." Malik dan Dona berjalan kedepan. Sedangkan Zara hanya memperhatikan dua orang itu. Rasa hausnya hilang seketika. Dia kembali lagi ke kamar.

Zara kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur bersamaan dengan Malik masuk.

"Kau tak sepantasnya bersikap seperti tadi Zara. Bagaimanapun Dona adalah tamu kita." Ucap Malik seraya duduk dipinggir tempat tidur.

"Dia hanya tamu mu. Bukan tamuku."

"Ku mohon dewasalah Zara. Lupakanlah masalah masa lalu kalian."

"Kami tak punya masalah." Ucap Zara seraya memejamkan matanya.

"Tapi kenapa sikapmu seperti tadi?"

"Kau mau aku bersikap seperti apa? Memeluknya? Padahal kami tak pernah sedekat itu."

"Setidaknya sapalah dia. Aku merasa tak enak dengannya."

"Jangan memaksaku untuk melakukan hal yang tak ingin kulakukan. Sudahlah aku mau tidur."

"Aku belum selesai bicara kau malah tidur?"

"Ckk kau mau bilang apa?" Kau mau aku minta maaf dengannya?"

"Dasar keras kepala." Malik beranjak dari tempat tidur dan keluar dengan sedikit membanting pintu.

Zara hanya menghela napas. Dia heran mengapa Malik bisa semarah ini padanya. Ah sudahlah. Dia tak mau dipaksa. Kalau tak suka tetap tak suka.

***

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang