39

95 14 0
                                    

Malik merasakan pusing yang luar biasa. Dirinya masih berada dalam pengaruh alkohol. Matanya mengerjap tak nyaman mencoba menetralkan cahaya yang masuk keretinanya.

Spontan Malik melompat saat menyadari dirinya berada diruangan yang sangat asing. Disudut ruangan tepat didepan meja rias ada seorang perempuan sedang mengeringkan rambutnya yang basah. Julia dengan piyama hitamnya sedang menatapnya penuh arti.

"Kau sudah bangun, Malik?"

"Kenapa aku ada disini? Apa yang kau lakukan padaku?" Malik memeriksa penampilannya. Masih lengkap tentu saja. Bagaimana kalau Julia memperkosanya. Tidak masuk akal.

"Aku tak melakukan apapun. Tapi kaulah yang melakukan sesuatu padaku, sayang." Julia mendudukkan dirinya dipinggir ranjang. Malik beringsut menjauhinya. Membuat tawa Julia meledak. "Aku bercanda. Tengah malam kau menelpon memintaku untuk datang ke café tempatmu mabuk parah semalam."

Malik memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Dia sama sekali tak ingat sedikitpun kejadian malam tadi. Yang diingatnya adalah saat Zara meninggalkannya, dia langsung pergi begitu saja ke sebuah café yang menjual banyak macam minuman alkohol. Mungkin dengan sedikit minum bisa menghilangkan stressnya.

Matanya melirik kearah jam di nakas sebelahnya. Sudah pukul setengah 10. Sudah selama ini dia pergi dari rumah. Bagaimana dengan Zara? Istrinya itu pasti mengira kalau Malik sengaja pergi untuk lari dari masalah. Dia harus pulang sekarang.

"Aku sudah menyiapkan sup pereda pusing. Sebaiknya kau makan dulu baru pulang. Lagipula aku juga sudah memberitahu Anggi bahwa kau aman bersamaku." Ucap Julia santai.

"Kau memberitahu Anggi kalau kau sedang bersamaku?" Malik berucap panik. Pasti Anggi juga berpikiran yang bukan-bukan tentang dirinya dan Julia.

Julia mengangguk cepat. "Tadi malam sekitar jam 3 aku melihat ponselmu terus ditelepon oleh Sandi namanya, kupikir orang itu mungkin sangat penting, jadi aku mengatakan kalau kau sedang dirumahku. Ternyata yang bicara adalah Anggi.

"Untuk apa Sandi menelponku jam segitu? Apa dia mengatakan sesuatu?"

"Mereka bilang kalau istrimu masuk rumah sakit tadi malam."

Setelah mendengar ucapan Julia itu, Malik tanpa menunggu lama langsung pergi meninggalkan rumah Julia. Wanita itu hanya menatap kepergian Malik dengan senyuman. Atau lebih tepatnya seringaian.

"Puaskan hari-harimu yang singkat ini dengan istrimu, sayang."

***

Malik memarkirkan mobilnya asal. Dengan keadaan yang cukup berantakan, Malik memasuki kawasan rumah sakit elit itu. Dia bahkan belum sempat mencuci mukanya. Itu tak penting, memastikan kondisi Zara yang paling utama baginya.

Saat keluar dari mobil, tak sengaja Malik berselisihan dengan Anggi dan Bila. Seperti mereka ingin pulang. Segera Malik menghampiri sahabat sekaligus kakak iparnya itu.

Belum sempat Malik membuka mulutnya hendak bicara. Anggi yang sedari tadi menatap Malik marah langsung menerjang lelaki jangkung itu hingga darah segar muncrat dari sudut bibirnya. Anggi tak mempedulikan teriakan orang-orang disekitarnya. Rasanya sangat puas telah memukul lelaki itu.

"Anggi apa yang kau lakukan?" Bila yang sudah masuk kedalam mobil keluar kembali guna menghentikan Anggi untuk tak memukul Malik lagi.

"Untuk apa kau kesini? Kami sama sekali tak membutuhkan kunjungan lelaki biadab sepertimu. Pergi saja kau dengan mantan pacarmu itu!" Anggi mendengus kasar saat hidungnya tak sengaja mencium aroma alkohol yang sangat tajam dari tubuh Malik.

Malik bangkit seraya menyeka darah segar yang mengalir hampir mengenai dagunya. Dia tak ingin melawan. Dia pantas mendapatkan ini.

"Istrimu sakit, dan kau malah enak berselingkuh dengan Julia. Aku sedikit menyesal telah mempercayakan Zara padamu." Desis Anggi.

"Kau masuklah kedalam, aku tahu kalian pasti ada masalah. Tapi tidak seperti ini cara mengatasinya. Kalian harus bicara baik-baik. Dan kalau kau memang masih mencintai Julia, silahkan buat pilihanmu. Aku tak mau kau menyakiti Zara." Ucap Bila tajam dan menuntun Anggi untuk masuk kedalam mobil.

Malik menatap kepergian mobil Anggi nanar. Niatnya ingin pergi semalam untuk menenangkan pikirannya, tapi yang terjadi dirinya menambah rumit masalah.

Sekarang Anggi dan Bila juga ikut salah paham. Kalau saja tadi malam dia diam dirumah, mungkin dia tak akan berurusan dengan Julia. Dan ada saat Zara sakit tadi malam.

Zara! Bergegas Malik masuk kedalam rumah sakit dengan sedikit berlari. Dia ingin melihat wajah istrinya itu, dan apa yang membuatnya masuk rumah sakit seperti ini.

Setelah menemukan ruangan Zara, Malik melihat Sandi dan Zara sedang tertawa dengan riang. Tawa yang masih dilihatnya semalam siang sebelum Zara memberikannya tatapan penuh benci.

Sandi yang menyadari kehadiran Malik langsung berdiri dan mempersilakan Malik untuk duduk dikursinya, bersebelahan dengan ranjang Zara.

"Maafkan aku kak Malik. Tadi malam lancang masuk kerumah kalian untuk menolong Zara." Ucap Sandi.

Malik hanya mengangguk dengan mata yang menatap Zara intens. Wanita itu bahkan tak menatapnya. Sebegitu bencinya kah Zara padanya?

"Karena sudah ada kak Malik, sekarang aku pamit ya. Kuharap kau mendengarkan saranku tadi." Setelah mengecup ringan rambut gadis itu, Sandi meninggalkan dua orang itu disana.

Hening. Keduanya larut dalam keheningan yang mencekam. Tak ada satupun yang bersuara. Bahkan Zara membuang wajahnya jauh-jauh dari Malik, seolah tak mengharapkan lelaki ini datang.

Malik sadar dirinya memang layak dibenci. Perlahan dia berjalan mendekat. Membuat Zara semakin mengeraskan kepala untuk tak melihat kearah lelaki itu.

"Maaf..." Ucap Malik lirih. Seraya menyentuh tangan ramping itu, menggenggamnya erat. Tak ada penolakan dari gadis itu. Malik memberanikan diri menarik dagu Zara lembut agar menatapnya.

Mata mereka bertemu. Seketika air mata yang sedari tadi ditahan Zara mengalir deras. Entah apa yang merasukinya, tangan Zara terangkat menyentuh sudut bibir Malik yang masih membekas darah segar disana. Melihat Malik terluka seperti itu, rasa marahnya tiba-tiba entah hilang kemana.

Mata Malik terpejam menikmati sentuhan Zara dikulitnya. Sangat menenangkan.

"Kak Anggi memukulmu?" Tanya Zara parau. Dia sangat tak tega melihat Malik terluka seperti ini. Ditambah lagi penampilan Malik yang sangat berantakan dan bau alkohol yang terus menguar dari tubuhnya.

"Aku pantas menerimanya."

Mendengar kabar kalau Malik bermalam dirumah Julia membuat Zara sakit hati tentu saja. Membayangkan apa yang dilakukan mereka disana. Ditambah lagi Malik dalam posisi mabuk. Saat sadar saja mereka berani melakukannya apalagi saat mabuk. Entah apa yang terjadi disana. Membayangkannya saja dada Zara terasa sesak.

Seolah teringat sesuatu yang menyadarkannya, Zara menjauhkan tangannya dari wajah Malik. Dia tak boleh luluh oleh lelaki ini. Hal itu hanya akan membuat Malik semakin menganggap Zara lemah dan bisa dibodohi.

"Kau menghianatiku." Ucap Zara lirih dengan air mata yang terus mengalir. Tangisan pilu yang membuat siapa saja bisa turut merasakan sakitnya.

Malik menarik tubuh Zara dalam dekapannya. Membiarkan wanitanya itu menangis didada lebarnya. Seketika tangisan Zara lepas dengan suara yang cukup keras.

"Menangislah. Keluarkan semua amarahmu. Kalau perlu pukul aku, asal itu bisa membuatmu puas." Malik semakin menenggelamkan wajah Zara didadanya.

Bukannya marah atau meronta, Zara bahkan semakin melilitkan tangannya ditubuh Malik. Melepaskan semua tangisannya disana.

Tanpa mereka sadari, Sandi yang sama sekali belum pergi mengintip mereka dari pintu dengan senyuman penuh arti. Jangan lupakan kepalan tangannya yang membuat buku-buku jarinya memutih.

"Tidak akan kubiarkan." Desisnya tajam lalu meninggalkan rumah sakit dengan wajah merah padam menahan amarah.

***

Wayowayo

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang