5

214 50 4
                                    

Malam ini adalah hari terakhir Zara lembur jadi ia harus menuntaskan semua pekerjaannya. Sesekali ia melirik jam yang melingkar di pergelangannya. Jujur Zara merasa tidak nyaman berlama-lama disini. Apalagi dikantor ini hanya ada dirinya dan Bastian yang juga lembur. Zara semakin mempercepat gerakan jarinya diatas keyboard. Dia ingin cepat-cepat pulang. Entah mengapa perasaannya tidak enak.

"Selesai juga." Zara meregangkan otot-ototnya setelah seharian ini berkutat dengan kerjaan akhirnya selesai juga.

Baru saja tangannya ingin membereskan alat kerjanya sebuah tangan kekar merengkuhnya dari belakang. Zara langsung dapat mengenali siapa lelaki itu. Bastian.

"P-pak apa yang anda lakukan. Lepaskan saya pak." Dengan sekuat tenaga Zara mencoba melepas pelukan Bastian.

"Tidak akan. Malam ini kau milikku Zara."

"Tolong lepaskan saya Pak. Atau saya akan teriak." Zara semakin gugup sekarang. Air matanya sudah mengalir deras sedari tadi. Tenaganya bahkan tak keluar untuk melepas rengkuhan Bastian yang bertambah erat.

"Teriaklah sayang. Tidak akan ada yang menolongmu."

Bulu kuduk Zara berdiri saat Bastian dengan tak tahu dirinya menciumi pipinya dan meletakan kepalanya diceruk leher Zara. Tiba-tiba Zara terbayang Malik. Dia merasa sangat bersalah dengan lelaki itu. Suaminya itu bahkan tak pernah berbuat sejauh ini padanya. 'Aku memang istri yang buruk. Tapi kumohon kau datang menolongku Malik.' Batin Zara dalam hati.

"Jangan sentuh istriku, brengsek!"

Bersamaan dengan suara itu pelukan Bastian terlepas. Malik. Zara bersorak dalam hati karena suaminya itu datang disaat yang tepat. Sebelum Bastian berbuat lebih jauh.

"Sudah kuduga. Kau pasti ada maksud menyuruh istriku lembur sendirian. Bajingan kau! Aku tak akan mengampunimu!" Malik yang sedang tersulut emosi itu terus memukuli Bastian membabi buta. Bastian yang sepertinya kaget dengan serangan Malik tak bisa melawan.

"Malik, sudah. Kita pulang saja ayo." Zara mencoba menghentikan Malik. Bukan apa-apa, ia hanya tak ingin Malik mendapat masalah setelahnya.

"Jangan hentikan aku Zara. Dia pantas menerima ini."

"Kumohon Malik." Suara Zara melemah mencoba menarik simpati Malik agar mendengarnya.

Malik menatap wajah lebam Bastian dengan tatapan jijik penuh amarah. "Bersyukurlah kau bajingan. Berkat istriku kau tak jadi menemui ajalmu. Jangan sekalipun menampakan wajahmu didepanku kalau kau masih ingin hidup." Sekali lagi Malik melayangkan tinjunya diwajah Bastian seakan tak pernah puas. "Ayo sayang kita pergi dari sini."

***

Selama perjalanan pulang Zara menangis sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia sangat takut sekali saat ini. Sungguh dia tak pernah terbayang akan mengalami kejadian buruk seperti ini. Malik bertambah emosi melihat Zara menangis seperti ini. Sesekali tangannya memukul stir demi melampiaskan emosinya.

"Brengsek." Desis Malik lalu menepikan mobilnya. Dengan perlahan ia menarik tangan Zara agar membuka wajahnya. "Apa si brengsek itu menyakitimu?"

"A-aku takut Malik." Ucap Zara tanpa menjawab pertanyaan Malik.

"Kau tak perlu takut Zara. Ada aku disini. Ku pastikan kau tak memijakkan kaki ke tempat itu lagi. Walau hanya sedetikpun." Malik membawa Zara kedalam pelukannya. "Maafkan aku terlambat datang menolongmu."

"Terima kasih Malik. Jika saja kau datang terlambat aku tak tahu apa yang terjadi denganku. Terima kasih."

"Ini adalah tugasku. Berhentilah berterima kasih. Kau membuatku terlihat seperti orang asing." Malik mengeratkan pelukannya sesekali mencium kepalanya. Gadis itu sudah tak setakut tadi, tangisannya juga sudah sedikit mereda.

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang