44

80 9 3
                                    

Beberapa menit kemudian Zara dan Malik sampai di sebuah restoran elit dan mewah. Bukannya di rumah.

Malik melirik Zara disebelahnya yang sudah tertidur nyenyak. Tangannya terangkat menyentuh pipi lembut Zara. Membangunkannya.

"Sayang, ayo bangun. Kita sudah sampai."

Zara mengucek matanya. Sepertinya dia sudah lama tidur, mengapa baru sampai sekarang? Jarak rumah mereka dengan gedung pernikahan Bryan tak terlalu jauh.

"Baru sampai?" Zara menyapu pandangannya keluar. Ini bukan rumahnya. Melainkan restoran yang berada jauh dari rumah mereka. Perlu waktu 1 jam lebih untuk sampai disini. Mengapa Malik membawanya kesini? "Dimana ini?"

Bukannya menjawab, Malik turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Zara. "Ayo turun."

Pasti Malik merasa bersalah jadi membawanya makan direstoran mewah seperti ini, batin Zara. Tanpa menyambut uluran tangan Malik, Zara keluar masih dengan wajah cemberut.

"Kenapa membawaku kesini?" Tanya Zara ketus. "Kalau untuk permintaan maafmu. Maaf. Aku masih sakit hati."

Malik terkekeh mendengar ucapan Zara yang sangat menggemaskan menurutnya. Tangannya terangkat mengacak rambut istrinya itu. Lalu mengaitkan jemarinya diantara jemari Zara.

Kawasan restoran ini sangat sepi bahkan tak ada pengunjung. Hanya mereka. Parkiran lebar itu hanya menampung mobil mereka saja. Padahal masih pukul 9 lewat. Tak biasanya seperti ini.

"Aku sudah menyewa restoran ini. Makanya tak ada pengunjung." Ucap Malik seolah bisa membaca pikiran Zara.

"Untuk apa menyewa segala? Ingin membuatku terkesan eh?"

Malik tak menjawab ucapan Zara lalu menghentikan langkahnya. Membuat Zara turut berhenti. Wanita itu melemparkan tatapan seolah bertanya ada apa.

"Tutup matamu." Malik mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya lalu menutup mata Zara.

"Rencana apa lagi yang kamu buat?"

"Diamlah."

Malik menuntun Zara memasuki restoran. Sampai mereka dikawasan taman belakang restoran.

"Bukalah." Titah Malik.

Zara mengerjap berkali-kali menormalkan cahaya yang masuk ke retina matanya.

"A-apa ini, Malik?" Ucap Zara terkejut melihat taman yang sangat indah ini. Sangat indah.

Diujung tengah taman ada sebuah meja makan beserta dua kursinya. Tak lupa bolu besar nan indah diatasnya dan berbagai makan lezat.

Lilin aromaterapi tersusun disepanjang jalan. Menguarkan aroma yang sangat menenangkan siapapun yang menghirupnya. Dan juga berbagai dekorasi indah lainnya disana sini.

Malik mengulurkan tangannya kearah Zara membuat gadis itu mau tak mau menyambutnya.

Mereka berjalan kearah meja makan tersebut. Zara menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Di bolu itu tertulis 'happy anniversary, my wife'

Malik mengingat hari pernikahan mereka disaat Zara bahkan memikirkannya saja tidak. Mata Zara kembali panas melihat sikap Malik yang sangat lembut.

"Kamu mengingatnya?"

"Tentu saja, sayang. Tidak mungkin aku melupakan hari yang paling membahagiakan dalam hidupku." Malik menarik tangan Zara memakaikan cincin indah dari dalam sakunya dijari tengah Zara. Bersebelahan dengan cincin pernikahan mereka.

Kini Zara tak dapat membendung air matanya. Hatinya menghangat mendapat perlakuan manis dari Malik. Malik termasuk jarang menunjukan hal-hal yang romantis.

Rasa kesalnya tadi sudah berubah menjadi bahagia yang luar biasa. Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Malik paling tahu membuat dirinya luluh seketika.

"Kamu cantik kalau menangis seperti ini." Malik mengelus pipi Zara dengan jempol tangannya.

Zara menutup wajahnya Malu. Benar kata Malik, pasti riasan wajahnya sudah berserakan. Suasana romantis ini sangat tak cocok dengan dirinya yang sudah tak cantik. Jangan lupakan mata sembabnya sebab menangis sedari tadi.

"Jangan tutupi wajahmu."

"Aku malu. Pasti wajahku sangat jelek sekarang. Salahmu yang sudah membuatku nangis dari tadi."

"You are always perfect for me. With or without make up. You are the most beautiful."

"Maafkan aku, Malik." Lirih Zara.

"Maaf kenapa?"

"Maaf karena aku sudah sangat menyusahkanmu selama ini. Sikap kenakakanku, semuanya. Pasti membuatmu tak nyaman."

"Tidak. Aku senang bersamamu. Semua hari yang kulewati bersamamu membuatku sangat sempurna. Sepertinya aku tak perlu menjelaskannya panjang lebar, kamu sudah tahu sendiri bagaimana perasaanku."

"Dan juga. Aku belum bisa memberimu keturunan. Maafkan aku."

"Jangan bicara seperti itu, Zara! Ini bukan salahmu. Jadi jangan menyalahkan dirimu sendiri seperti ini. Aku tak suka. Mungkin tuhan memang belum bisa memberikannya. Aku juga tak terlalu memikirnya sekarang." Malik menarik kursi Zara dan menyuruhnya duduk. "Kita makan dulu. Kamu lapar, 'kan?"

Zara menggeleng. "Aku tidak makan. Aku harus diet. Lagipula akhir-akhir ini aku sangat rakus, 'kan?" Ucapnya dengan senyum tertahan karena sudah berhasil menggoda Malik.

"Aku hanya bercanda, Zara. Jangan anggap perkataanku tadi serius. Aku memang buruk dalam berlelucon."

Zara terkekeh geli melihat wajah bersalah Malik. Lalu dengan semangat menyantap semua makanan lezat yang terhidang disana. Dia tak terlalu ambil pusing dengan berat badan.

Entah anugrah atau apalah. Zara sangat sulit untuk menambah berat badan. Makan sebanyak apapun tak akan mempengaruhi postur tubuhnya.

"Masih ada yang ingin kutunjukkan padamu." Ucap Malik disela makannya.

"Apa itu?" Tanya Zara penasaran.

Malik menjentikkan jarinya. Seketika langit hitam itu menjadi warna warni dengan suara letusan kembang api yang memenuhi gendang telinga mereka.

"Aaah!!" Tiba-tiba saja Zara berteriak sambil menutupi telinganya. Seperti sedang ketakutan.

"Kenapa, Zara?" Dengan panik Malik berdiri menghampiri Zara diseberang meja.

"A-aku takut kembang api." Ucap Zara terbata-bata dalam pelukan Malik.

"Benarkah? Sialan!" Malik berdesis. Dia sudah mengacaukan acara kejutannya sendiri. Suami macam apa yang tak tahu hal yang ditakuti istrinya. "Maafkan aku." Ucapnya seraya turut menutupi telinga Zara dengan tangannya.

Zara sangat gemas melihat wajah Malik. Dengan senyum lebar dia menarik wajah Malik mengecup bibirnya kilat.

Malik menarik kepala Zara lalu mencium Zara dengan posisi masih menutupi telinganya. Mereka berciuman dengan latar belakang kembang api yang sangat indah.

***

"Sial! Mereka semakin akrab. Pokoknya aku harus menjalankan rencanaku secepatnya!"

***

Annyeong!

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang