14

129 43 1
                                    

Hari ini adalah hari pernikahan Anggi dan Bila. Mereka sangat cocok bersanding diatas pelaminan. Zara tak henti meneteskan air mata bahagianya. Syukurlah ada Malik disampingnya yang menghapus air matanya.

Mereka juga sangat serasi dengan Malik yang mengenakan jas berwarna biru tua, dan Zara mengenakan gaun dengan bahu terbuka dan mengembang dibagian bawah.

"Hey kenapa kau menangis terus?" Ucap Malik seraya menghapus air mata Zara.

"Aku tak menyangka kalau aku dan kak Anggi akan menikah tanpa seorang ibu. Aku sangat merindukannya."

"Tenanglah. Dia juga pasti senang mendengar kabar kalau kalian berdua bahagia."

"Aku merindukannya Malik. Sudah sepuluh tahun kami berpisah dan aku tak tahu keberadaannya."

"Aku tahu dia pasti sangat merindukanmu juga."

Zara mencoba menghentikan tangisannya. Tak pernah dia mengeluarkan tangisannya karena merindukan ibunya didepan orang. Termasuk ayahnya dan Anggi. Entah mengapa ia tak bisa mengontrol tangisannya saat ini. Syukurlah disini cukup sepi hanya dirinya dan Malik.

"Zara!" Mereka menoleh ke sumber suara. Sandi. Lelaki itu memakai jas hitam formal. Malik dengan sigap mengenggam tangan Zara. "Kau disini ternyata. Hai kak Malik. Apa kabar?"

"Baik." Ucap Malik datar.

"Zara maaf ya akhir-akhir ini aku jarang menghubungimu. Aku cukup sibuk."

"Tidak apa-apa."

"Kudengar kalian baru pulang bulan madu di Bali ya? Ah aku tak sabar menunggu keponakanku lahir."

"Kami sedang berusaha membuatkanmu keponakan. Tunggu aja." Ucap Malik.

"Wah! Aku tersanjung."

"Zara, ayo. Kita harus foto keluarga besar. Sandi kami pergi dulu ya. Nikmati pestanya."

"Sandi kami duluan, ya."

"Baiklah. Semangat kalian berdua." Ucap Sandi menatap kepergian Zara dan Malik dengan senyum lebarnya. Lalu tatapan itu berubah menjadi tatapan yang susah ditebak.

***

Malik menghempaskan tubuhnya dikasur empuk miliknya. Ia cukup lelah juga seharian di pernikahan Anggi dan Bila. Sedangkan Zara sedang mandi.

Tubuhnya terasa tak enak hari ini. Seluruh sendi tubuhnya seakan hendak lepas. Matanya juga sangat berat. Biasanya kalau sudah seperti ini pasti ia akan demam. Dan Malik kalau sudah demam tak bisa ngapa-ngapain selain tidur. Itulah sebabnya Malik sangat memperhatikan makan dan tidurnya, karena ia tak mau sakit dan berakhir terbaring ditempat tidur.

Zara keluar dari kamar mandi lengkap dengan piyama lengan panjang dan rambut yang digulung dengan handuk. Sebelah tangannya memukul tubuh Malik menyuruhnya untuk bangun. "Malik, jangan tidur dalam keadaan seperti ini. Mandilah, setidaknya ganti baju." Malik meletakkan kepalanya di paha Zara. "Kau kenapa Malik? Minggirlah."

"Sebentar saja. Bisa tolong pijitkan kepalaku?" Pinta Malik dengan mata tertutup. Kepalanya berdenyut sekali sekarang.

"Kau demam?" Tangan Zara meraba kening dan leher Malik. Ia juga merasa tengkuk Malik sangat panas di pahanya.

"Tidak apa-apa."

"Kau harus minum obat sekarang. Sebentar aku ambil obat dulu." Zara sangat panik melihat kondisi Malik. Tapi lelaki itu menahan tangannya lalu membawanya ke wajahnya.

"Jangan kemana-mana. Disini aja denganku."

"Tapi kau demam Malik."

"Nanti saja."

Zara hanya menghela napas kasar. Tangannya mulai memijit kepala Malik berharap rasa pusingnya sedikit berkurang. Ia sangat khawatir sekarang, wajah Malik terlihat pucat.

Malik memiringkan tubuhnya memeluk pinggang Zara. Membuat gadis itu diam tak berkutik saking terkejutnya.

"Ma-malik."

Lelaki itu tak memperdulikan panggilan istrinya. Dia sangat nyaman di posisi seperti ini. Hingga rasa kantuk menghampiri.

Zara menyisir rambut Malik dengan jarinya. Ia tak tega menyuruh Malik untuk pindah, lelaki itu terlihat sangat nyaman sampai tertidur begitu. Tapi Malik tak bisa tidur dalam keadaan seperti ini. Dia bisa semakin sakit.

Perlahan Zara memindahkan kepala Malik dibantal. Setelah melepas sepatunya, Dengan mengumpulkan keberanian Zara membuka satu persatu kancing kemeja Malik. Gadis itu mencoba biasa saja melihat perut kotak-kotak suaminya, walau jantungnya berdetak tak tenang.

Zara menghela napas lega setelah selesai mengganti pakaian Malik. Ia menutupi tubuh Malik dengan selimut dan berniat membuatkannya bubur.

20 menit Zara kembali ke kamar dengan nampan berisi bubur dan obat demam.

"Malik, ayo bangun. Kau harus minum obat."

"Eungh? Aku tak mau makan, Zara."

"Kau harus makan lalu minum obat. Biar cepat sembuh." Zara mengambil thermometer meletakkannya di telinga Malik. 40 derajat. Malik sedang demam tinggi. "Ayolah Malik, suhu badanmu tinggi sekali. Atau kau mau kita kerumah sakit."

"Baiklah." Malik mencoba bangkit dari tidurnya. "Tidak usah kerumah sakit. Aku hanya demam."

"Tapi kalau sampai besok tak ada perubahan kita harus kerumah sakit. Tak ada penolakan."

"Iya cerewet."

Zara dengan telaten menyuapi bubur ke mulut Malik. Baru tiga suap Malik sudah menggeleng.

"Aku sudah kenyang."

"Baru tiga suap Malik. Ayo sedikit lagi."

"Mulutku pahit. Sudah, ya?" Pinta Malik dengan tatapan sayu. Membuat Zara hiba melihatnya.

"Baiklah, setidaknya kau sudah makan sedikit. Ini minum obatnya."

"Maafkan aku, Zara. Karenaku kau jadi repot seperti ini."

"Tidak apa-apa. Ini sudah tugasku. Sekarang tidur lagi." Zara membaringkan kembali Malik seperti semula. "Aku akan mengambil kompres untukmu."

Saat Zara hendak berdiri, tangannya ditarik Malik hingga ia kembali duduk seperti semula.

"Zara, err itu."

"Iya? Kau butuh apa?"

"Maukah kau memelukku?"

"Hah?"

"Aku tidak memaksa. Selamat malam." Ucap Malik seraya menutup matanya. Lama Zara menatap lelaki itu. Ia terlihat kedinginan. Kasihan juga melihat Malik menggigil seperti itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menuruti permintaan Malik.

"Baiklah." Zara berbaring disebelah Malik lalu memeluknya erat dan menutupi tubuh mereka dengan selimut. Suhu tubuh Malik langsung menyentuh kulitnya. Sebelah tangannya terangkat mengelus kerutan dialis Malik. Lelaki itu meletakkan kepalanya dileher Zara. Mencari kehangatan disana.

"Cepatlah sembuh, Malik. Ini bukan dirimu yang sebenarnya." Ucap Zara seraya mengecup kening Malik lama.

***

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang