23

110 42 3
                                    

Hari-hari Zara tetap seperti biasa. Menyendiri dirumah ayahnya dengan rasa bosan yang selalu menemani. Ia juga tak pernah lagi ikut kumpul organisasi sebab ponselnya untuk berbagi informasi telah hancur. Bahkan hanya sekedar berkabar dengan Fika saja dia sudah tak lagi.

Sudah sebulan setelah pertengkarannya dengan Malik, ia tak lagi mendengar kabar dari sang suami. Kerumah mertuanya pun dia sudah tak pernah lagi. Zara merasa sangat malu bertemu dengan Diana dan Marsha. Pasti mereka membenci Zara karena sifat kekanakannya.

Tuhan mengabulkan doanya agar Malik pulang lebih lama dari seharusnya. Tapi rasa rindu pada lelaki itu semakin menggila. Sampai saat ini keluarganya masih belum tahu pertengkarannya dengan Malik.

Mungkin saja mereka curiga dengan Zara. Terbukti pernah sekali Adi bertanya apakah ia dan Malik bertengkar. Dengan lancarnya Zara berbohong kalau ia baik-baik saja. Hanya saja ponselnya rusak hingga tak bisa selalu berkabar.

Ayah dan kakak-kakaknya percaya saja apa yang diucapkannya tanpa curiga. Karena Zara mengucapkannya tanpa rasa beban sama sekali. Walau dalam hati ia sangat menyesal dan terpaksa. Tak pernah ia berbohong pada keluarganya.

Saat bosan seperti ini, Zara teringat seseorang yang bisa diajaknya jalan-jalan menghilangkan stres. Sandi. Bergegas Zara kerumah Sandi yang berada tepat disebelah rumahnya.

Didepan rumah Sandi ia melihat sebuah skuter coklat susu. Siapa tamu lelaki itu, pikir Zara.

"Assalaamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Masuk Zara, pintu tak dikunci." Sahut Sandi dari dalam.

Disana Zara melihat seorang gadis cantik duduk disebelah Sandi. "Kau sedang ada tamu? Nanti aku kesini lagi, ya, Sandi." Zara merasa tak enak pada Sandi.

"Tak apa. Aku juga mau mengenalkan dia padamu." Sandi menunjuk gadis disebelahnya yang sedang tersenyum manis menampakkan gigi yang terpasang behel. "Ini Kezia. Pacarku yang pernah kuceritakan dulu."

"Jadi ini atlit baseball itu?" Zara sedikit terkejut. Dalam pikirannya gadis yanng diceritakan Sandi itu gadis tomboy. Tapi kenyataannya gadis itu sangat anggun dan terlihat feminim. Zara mengulurkan tangannya dan disambut ramah oleh Kezia.

"Iya. Cantik, 'kan?" Sandi merangkul bahu Kezia mesra membuat gadis itu tersipu.

"Cantik. Sangat tak cocok denganmu Sandi." Ucap Zara terkikik melihat Sandi melotot padanya.

"Terserah yang penting kami saling mencintai." Zara menutup mulutnya menahan muntah mendengar kata-kata Sandi. "Apapun. Ada apa kau datang kesini?"

"Aku bosan dirumah. Tadinya aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Tapi tak jadi. Aku tak mau mengganggu kencan kalian."

"Syukurlah kau peka." Ucap Sandi langsung dihadiahi pukulan dibahunya.

"Ya sudah. Aku pulang dulu. Sampai jumpa Kezia."

Kezia hanya mengangguk seraya tersenyum manis yang membuat Sandi terkena diabetes mendadak.

"Sayang, jangan senyum begitu. Kau membuat Zara iri."

"Padahal dulu kau bilang kalau aku lebih cantik dari dia. Walaupun begini aku sudah punya suami. Sudahlah. Aku pulang. Nikmati kencan kalian.

Zara kembali dengan wajah yang cukup kecewa. Kalau dulu dia bisa menggunakan waktu Sandi kapanpun dia mau, tapi sekarang Sandi sudah punya kekasih yang lebih berhak atas waktunya. Cukup membuatnya sedih.

Didepan rumahnya ia melihat Fika masih dengan pakaian kerjanya. Entah apa yang dilakukannya di jam bekerja seperti ini. Fika jadi sering bolos akhir-akhir ini.

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang