18

128 45 0
                                    

Pagi-pagi sekali Zara sudah bangun dan membantu ibu mertuanya memasak. Mereka bekerja dengan diselingi tawa. Diana, namanya termasuk orang yang supel dan berjiwa humor yang bagus. Tak heran mengapa anaknya juga sangat jahil dan banyak bicara.

"Saat itu bingung sekali. Kebetulan ibu juga tak bisa berenang. Untunglah ayah cepat pulang jadi bisa menolong Malik. Kalau tidak entah apa yang terjadi."

"Ya ampun. Saat itu usia Malik berapa bu?"

"3 tahun. Ibu lengah saat menjaganya hingga ia bisa masuk ke kolam. Ayah sangat marah saat itu. Dia bahkan hampir menutup kolam renang dirumah."

"Ayah sangat menyayangi Malik."

"Sangat. Bahkan Marsha selalu iri dengan Malik. Itu sebabnya mereka tak pernah akur. Tapi tetap saling menyayangi."

"Hahaha aku jadi rindu dengan Marsha." Ucap Zara seraya menata makanan dimeja makan.

"Akhir bulan ini dia akan pulang dari asrama untuk persiapan ujian nasional."

"Benarkah?"

"Iya. Sebentar lagi dia tamat sekolah menengah. Tak sangka Malik dan Marsha sudah dewasa."

"Sedang bahas apa? Seru sekali." Ucap Ayah Malik yang tiba-tiba datang ke dapur.

"Bernostalgia. Zara sangat ingin tahu kehidupan Malik dimasa lalu."

"Selamat pagi, Ayah." Sapa Zara.

"Pagi juga. Dapur jadi lebih indah melihat dua wanita cantik sedang memasak."

"Bukannya ayah bilang hanya ibu yang paling cantik didunia ini?" Ucap Diana dengan wajah cemberut.

"Tapi Zara anak kita, Bu."

"Tidak. Ayah tak boleh memuji orang lain selain ibu." Ucapnya yang tentu hanya candaan.

"Huft baiklah. Hanya ibu yang paling cantik. Zara tidak." Lukman, ayah Malik, mengedipkan matanya sebelah kearah Zara. Gadis itu hanya mengangguk memaklumi.

'Satu lagi sifat ibunya yang nurun ke Malik.' Batin Zara.

Mereka sarapan dengan hening. Memang sudah jadi kebiasaan keluarga Bhagaskara untuk tidak bicara saat makan. Jadi Zara juga harus mengikuti peraturan tersebut.

"Ayah, Ibu dan Zara nanti akan pergi jalan-jalan ke Mall." Ucap Diana setelah selesai makan. Mereka memang sudah membicarakan akan pergi ke Mall siang ini.

"Iya. Ayah juga mau ke kantor Malik."

"Terima kasih, Ayah. Mau dibelikan apa?" Tanyanya.

"Tidak usah beli apa-apa untuk ayah."

"Baiklah."

***

Zara hanya mengikuti langkah kemana mertuanya pergi. Selera fashion wanita paruh baya ini Zara akui cukup bagus. Hampir semua pakaian yang dipilihnya sangat modis.

"Kau suka ini, Zara?" Ucapnya seraya menunjukkan gaun sebetis tanpa lengan dengan corak bunga-bunga.

"Cantik, Bu." Zara langsung jatuh cinta dengan gaun itu. Cukup simpel.

"Baiklah ibu ambil 2. Tapi beda warna."

"Dua? Untuk siapa, bu?"

"Untukmu dan Marsha. Dia pasti sangat suka."

"Tidak usah repot-repot, bu."

"Jadi kau menolak pemberianku?"

"Bukan begitu."

"Kalau begitu terima saja."

"Baiklah. Terima kasih, bu." Zara merasa tak enak pada ibu mertuanya ini. Tapi mau tak mau dia harus menerima. Ibu dan anak sama-sama pemaksa.

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang