16

121 48 19
                                    

Malik dan Zara makan malam dalam keadaan sunyi. Keduanya sama-sama tak ada yang mau bicara duluan. Dari tadi Zara hanya menunduk menghabiskan makannya dengan cepat. Dia sangat tak nyaman berdua dalam keadaan seperti ini.

Ingin rasanya ia menyapa Malik duluan, tapi dia takut mereka hanya semakin bertengkar mengingat keduanya sama-sama keras kepala. Belum lagi rasa kesalnya mengingat kejadian tadi siang saat Malik lebih membela Dona dibanding dirinya. Alternative terbaik adalah diam.

"Aku ingin kencan." Ucap Malik tiba-tiba.

Zara hampir saja tersedak mendengar ucapan Malik yang tiba-tiba. Terlebih lagi pada kata-katanya. Lama Zara mencerna maksud dari ucapan Malik. "Kencan?"

"Iya kencan. Kenapa?"

Jantung Zara berdetak cepat. Mungkin saja maksud Malik adalah berkencan dengan Dona karena mereka sudah resmi berpacaran tadi siang? Atau bahkan dari kemarin?

Entah mengapa rasanya Zara ingin berkata tidak untuk melarang Malik pergi dengan gadis itu. Tapi disatu sisi ia tak punya hak meskipun Malik suaminya. Ia juga baru menyadari kalau penampilan Malik sangat rapi untuk ukuran makan malam dirumah dan bahkan tak menyentuh makanannya.

"Ah tidak apa-apa. Pergilah. Aku akan menjaga rumah." Zara beranjak mengangkat piring kotornya ke wastafel. Air matanya terasa ingin mengalir tapi dia cukup tahu diri.

"Kau selalu pergi saat aku belum selesai bicara." Ucap Malik menghampiri Zara.

"Tidak. Jangan bahas masalah tadi siang. Kalau ingin pergi, pergilah. Aku tak akan melarangmu."

"Dan suka menyela ucapanku." Malik mengambil alih cucian piring.

"Kau pergilah. Aku bisa mengerjakannya sendiri. Jangan membuat pacarmu menunggu."

"Tapi pacarku lah yang membuatku menunggu sekarang."

"Bagaimanapun janganlah tunggu disini. Setidaknya pergilah kerumahnya."

"Aku sedang dirumahnya ini."

Deg! Kembali jantung Zara berdetak tak normal. Akhir-akhir ini jantungnya jadi lebih aktif dari biasanya. Lebih tepatnya sejak ia bersama Malik. Dia tahu siapa yang dimaksud Malik. "Maksudmu?"

"Aku ingin berkencan denganmu."

"Tapi aku bukan pacarmu."

"Kau istriku. Tidak boleh aku berkencan dengan istriku sendiri?"

"Bu-bukan begitu. Hanya saja kenapa kau ingin mengajakku?"

"Tidak boleh?" Ulang Malik.

Zara tak langsung menjawab pertanyaan Malik. Dia masih cukup terkejut mendengar Malik ingin berkencan dengannya.

"Kau tidak mau?"

"Bu-bukan begitu."

"Ya sudah kalau tidak mau. Aku tidak memaksa."

Zara masih tak berkutik ditempat. Ia hanya memperhatikan Malik yang dengan cekatan menyusun piring yang sudah dicucinya. Malik meninggalkan Zara sendiri di dapur. Gadis itu masih bimbang antara ikut atau tidak karena tak memiliki alasan untuk keduanya.

Zara mengejar Malik yang sudah sampai dikamar. Lelaki itu hendak mengganti pakaiannya.

"Aku ganti pakaian sebentar."

Malik yang mulanya terkejut kini tersenyum lebar. "Baiklah, aku tunggu diluar."

***

Zara tak henti-hentinya memamerkan senyumnya. Malik membawanya ke taman hiburan. Dari kecil Zara sangat suka tempat ini. Lelaki ini hampir tahu semua yang disukainya. Bahkan Rangga pun tak tahu kalau dia menyukai taman hiburan. Zara cukup tersanjung. Walau mungkin Anggi memberitahunya.

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang