2

250 56 9
                                    

Zara POV

Aku terbangun dari tidur karena tenggorokan sangat kering. Kulirik jam dinding sudah pukul 11 malam. Setelah lari dari ruang tamu tadi aku memutuskan tidur untuk menenangkan diri sedikit. Tapi baru saja aku menjejakkan kakinya kelantai marmer kamar, pintu kamar dibuka perlahan oleh Ayah.

"Sayang, kau sudah bangun? Pergilah temuin Malik dibawah. Dia menunggumu daritadi." ucap Ayah seraya mendudukkan dirinya disebelahku.

"Aku sedang tak ingin bertemu dengan siapapun sekarang, Yah."

"Ayah mohon, Zara. Ada yang ingin dia katakan padamu. Dia menunggumu sejak kau pergi tadi. Seluruh keluarganya sudah pulang tinggal dia sendiri. Temuinlah dia sebentar saja, Zara."

Aku menimbag-nimbang apakah dia harus menemui Malik dibawah. Tak ada salahnya bebicara sebentar saja. Setelah itu aku akan menyuruhnya pulang. Pikiranku sangat kacau sekarang. "Baiklah."

Aku menuruni tangga penghubung lantai atas dan bawah. Dia melihatku dan menampilkan senyuman lebarnya. Kulihat disudut mata kirinya ada lembam dan ujung bibirya ada bercak darah yang sudah mengering. Sebelum menghampirinya aku kedapur dulu mengambil minum karena aku sudah sangat haus dan mengambil kotak p3k untuk mengobati lukanya.

Selesai minum aku menghampiri Malik dan meletakkan kotak p3k didepannya. "Obatilah lukamu, lalu katakan apa yang ingin kau katakan. Aku tak punya banyak waktu."

"Terima kasih Zara." Dia berusaha mengoleskan obat merah dilukanya, tapi kulihat dia kesusahan karena tidak memakai cermin.

Setelah bernego dengan hatiku, akhirnya aku menghampiri Malik dan meraih kapas dan obat merah di tangannya. Setidaknya dia terluka begini juga karena dia, karena pacarnya. Ralat, mantan pacarnya.

Tanpa kata aku dengan telaten membersihkan lukanya. Matanya tak henti menatapku. Jarak kami saat ini sangat dekat sekali, helaan nafas wangi mint terasa jelas di indera penciumanku. Entah mengapa jantungku jadi berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Aku sedikit mundur takut kalau dia mendengar suara detak jantungku, apalagi dengan tatapan mata tajamnya itu. Dan membereskan kembali kotak p3k itu.

"Maaf" ucapku lirih.

"Untuk?" Kulihat dia mengerutkan keningnya bingung.

"Atas nama Rangga aku minta maaf padamu. Wajahmu jadi terluka karenanya."

"Tidak. Kau tak salah. Aku hanya tak suka denganya yang tak punya sopan santun berbicara pada wanita. Jadi aku emosi dan memukulnya. Akulah yang harusnya minta maaf. Karena perjodohan ini kau harus putus dengan pacarmu. Tapi kita tak punya pilihan lain. Kita harus menerima perjodohan ini."

"Kita sama-sama jadi korban disini. Aku rela mengorbankan cintaku untuk perjodohan konyol ini. Walau jujur aku masih belum menerima perjodohan ini, tapi aku akan mencoba ikhlas dan menjalaninya."

Malik tersenyum manis padaku. Jujur aku suka senyumnya yang menampilkan satu lesung pipi tidak terlalu dalam di pipi kirinya. "Terima kasih, Zara. Semoga kita bisa mempertahankan pernikahan ini. Karena aku sudah berjanji dalam hidupku akan menikah sekali seumur hidup. Aku janji akan membahagiakanmu."

Hatiku menghangat mendengar ucapannya. Aku sedikit lega setidaknya kehidupan pernikahanku akan bahagia dengan Malik. Aku yakin Malik akan menepati janjinya. Tinggal urusanku dengan Rangga. Aku ingin bicara dengannya dan meminta maaf padanya. Nanti setelah keadaan sudah membaik

***

Author POV

Beberapa jam yang lalu Zara dan Malik telah resmi menjadi suami istri. Zara kini menjadi keluarga Bhagaskara. Sekarang dia sedang berada di Hotel tempat resepsi pernikahannya tadi. Ibu Malik meminta mereka untuk menginap di Hotel ini karena mungkin mereka kelelahan. Mereka hanya mengiyakan ucapan Ibu Malik.

Malik baru selesai mandi dan melihat Zara kesusahan membuka resleting gaunnya. Dia ingin membantu Zara, tapi itu mungkin akan membuat Zara tak nyaman. Jadi dia hanya melihat berpura-pura tak melihat Zara yang sepertinya tak menyadari kalau Malik sudah selesai mandi. Beberapa detik baru Zara melihat Malik yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Eh kau sudah selesai?" Zara gugup karena mungkin Malik melihatnya yang kesulitan membuka gaunnya.

Malik hanya mengangguk sebagai jawaban. "Perlu bantuan untuk membuka resleting gaunmu?" Malik berbicara sesopan mungkin.

Entah mengapa pipi Zara memanas hanya karena pertanyaan itu. Lalu perlahan Zara mengangguk. Malik menghampiri Zara dan membuka resleting gaun itu dengan gerakan slow motion. Untungnya Zara memakai tanktop untuk menutupi kulit punggungnya. Setelah itu Zara langsung lari ke kamar mandi. Tak mau Malik melihat wajah merahnya. Entah mengapa dia merasa malu berada dalam satu ruangan dengan Malik.

Malik mengambil satu bantal dan selimut lalu membawanya ke sofa. Dia yakin Zara pasti tidak nyaman jika harus tidur seranjang dengannya. Jadi dia harus mengalah. Jujur tubuhnya sangat lelah jadi dia akan langsung tidur tanpa menunggu Zara. Untungla sofa hotel ini lebar dan lumayan empuk jadi punggungnya tak akan kesakitan saat bangun besok.

Sekitar 30 menit Zara keluar dari kamar mandi. Sebenarnya dia bukanlah tipe yang suka berlama-lama ketika mandi seperti perempuan pada umumnya. Tapi make up diwajahnya membuatnya harus kehilangan waktu berharganya dikamar mandi. Zara hanya mengenakan piyama doraemon yang diberikan Bi Inah-pelayan rumah Zara- tadi.

Zara merebahkan tubuhnya di kasur king size itu menghadap Malik. 'Sepertinya dia sangat lelah.' batin Zara. Tiba-tiba air mata Zara mengalir dan membasahi bantalnya. Seharusnya dia bersanding dengan Rangga bukan dengan Malik. Zara masih sangat mencintai Rangga, lelaki yang mengisi kekosongan hatinya sejak 2 tahun terakhir. Dia kecewa dengan kejadian minggu lalu saat Rangga menghinanya didepan keluarga Malik. Dia sakit hati tentunya karena dia tak pernah mendapat kata sekasar itu dari siapapun. Bahkan Ayah dan Kakaknya, Anggi, tak pernah membentaknya sedemikian. Tapi jika dibandingkan dengan sakit hati Rangga, dialah yang lebih sakit hati disini.

"Kenapa hidupku jadi serumit ini? Aku telah membuat Rangga sakit hati karena pernikahanku ini. Nanti aku akan mecoba menemuinya, dan kuharap pernikahanku bisa bertahan dan baik-baik saja." lirih Zara dan menyeka air matanya dengan punggung tangannya.

***

Saat ini Malik dan Zara tinggal di apartemen Milik Ayah Malik. Apartemen itu hanya memiliki satu kamar. Ini hanya sementara, karena rumah mereka pemberian dari Ayah Zara belum selesai dibangun.

"Kamu bisa tidur dikamar, aku akan tidur di sofa ruang tamu." ucap Malik sambil membantu Zara membawa barang-barang.

Zara hanya diam. Tak menjawab ucapan Malik. Dia tak tega jika Malik harus tidur disofa. Pasti sangat tak nyaman. "Tidak usah. Biar aku saja yang tidur diluar. Kamu saja dikamar. Ini 'kan apartemen ayahmu." tolak Zara halus.

"Tidak. Aku saja." jawab Malik keras kepala.

"Tapi nanti punggungmu akan sakit kalau setiap hari tidur di sofa."

"Ya sudah. Kalau begitu kita berdua tidur dikamar." Malik menjeda ucapannya untuk melihat reaksi Zara. Gadis itu hanya mendengar dan menunggu ucapan Malik berikutnya tanpa menunjukkan wajah terkejut seperti ekspektasi Malik. "Kita akan tidur seranjang. Aku janji tak akan berbuat macam-macam padamu. Kau keberatan?"

Zara berpikir sejenak lalu menatap Malik tajam. "Aku bisa percaya padamu?"

"Aku janji. Tapi asal jangan kamu yang macam-macam samaku." Zara mendelik lalu memukuli Malik dengan bantal yang ia pegangnya.

"Ih siapa juga. Yasudah, aku mau masak dulu. Kamu lanjut beres-beres." Zara meninggalkan Malik yang sedang terkekeh.

"Kau menarik juga." Gumam Malik

***

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang