27

108 31 1
                                    

Zara menghela nafas kasar melihat sang suami masih bergelung dalam selimut. Sudah berkali-kali ia membangunkan Malik, tapi lelaki itu masih bermalas-malasan. Dari ia mandi, sholat lelaki itu tetap tak bangun juga.

"Malik, ayo bangun!" Sekuat tenaga Zara memukul punggung Malik dengan bantal.

Bukannya bangun Malik malah menarik selimut menutupi seluruh tubuh polosnya. Membuat gadis itu geram melihatnya.

"Malik!" Panggil Zara sedikit keras.

"Eungh 5 menit lagi, sayang. Aku masih mengantuk."

"Tidak. Cepat mandi, sholat, lalu kerja. Sebentar lagi waktu subuh habis."

Dengan terpaksa Malik bangkit dari baringannya menampakkan dada bidangnya. Segera Zara menoleh kearah lain melihat pemandangan indah didepannya. Pipinya memanas melihat bekas cakaran didaerah dada Malik. Tentu itu miliknya mengingat kejadian tadi malam. Saat ia memberikan hak Malik sebagai suami dan melakukan kewajibannya.

"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa pipimu merah?" Malik mencengkram pipi Zara pelan.

"Bukan apa-apa. Cepat mandi, aku buat sarapan." Baru saja wanita itu bangkit, kembali ditarik Malik membuatnya kembali terduduk seperti semula. "Ada apa lagi?"

Malik menunjuk bibirnya. "Morning kiss."

Kembali Zara mendelik mendengar ucapan Malik. Walau ia sudah biasa melakukannya dengan Malik, tapi dia masih saja merasa malu. "T-tidak."

"Kamu malu? Hanya kita berdua disini kamu malu, sayang? Tapi di Bandara yang sangat ramai orang kamu berani." Malik mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan didada seperti anak kecil.

"Ckk baiklah." Zara mengecup bibir Malik singkat. Hanya sekedar kecupan saja. Membuat suaminya itu tersenyum bahagia lalu beranjak ke kamar mandi.

Sepergian Malik, Zara membereskan tempat tidur mereka dan memungut pakaian yang berserakan. Tak sengaja ia melihat ponsel Malik diatas nakas yang begetar. 5 panggilan tak terjawab dari Dona.

Gadis itu masih saja berhubungan dengan Malik. Entah apa niatnya. Syukurlah mood Zara sedang bagus hari ini. Jadi lebih baik dia positive thinking saja. Jangan ambil pusing.

Zara membuka gelungan handuk pada rambutnya dan berlalu kedapur. Tadi malam ia dan Malik sudah belanja kebutuhan ke supermarket. Permintaan Malik hanya ingin dibuatkan pasta kecap hitam. Tidak terlalu susah.

Di Thailand dia sangat muak setiap hari diberi sarapan nasi goreng. Jadi dia ingin untuk beberapa hari Zara jangan membuat nasi goreng untuknya. Beruntung Malik memiliki Zara istri yang sangat penurut.

Zara selesai membuat sarapannya dan Malik. Tapi sang suami tak kunjung keluar dari kamar. Mungkin saja sedang sholat subuh diwaktu yang tinggal sedikit lagi atau kembali tertidur. Guna menghilangkan bosan, Zara membaca novel yang dibelinya tadi malam.

15 menit berlalu Malik masih tak menampakkan batang hidungnya. Hingga Zara memutuskan untuk menyusul Malik dikamar. Ia tak melihat Malik dikamar hanya mendengar suara samar-samar dari kamar mandi yang tak tertutup rapat. Suara Malik yang berbicara ditelepon.

"Malik?"

"Nanti aku telepon lagi." Ucap Malik pada orang diseberang sana yang masih didengar oleh Zara.

"Kamu disana, Malik?" Ulang Zara.

"Iya, sayang." Malik menampakkan dirinya dengan senyum kudanya.

"Sedang apa?"

"Teman kantorku menelpon."

"Kenapa dikamar mandi?"

"Tadi aku hanya ingin mengambil barangku yang tertinggal disana. Sudah selesai masak, sayang?" Tanya Malik mengalihkan pembicaraan.

Zara merasakan Malik berbohong padanya. Tapi ia mencoba acuh dan hanya percaya pada suaminya itu. "Sudah. Seperti yang kamu minta."

"Terima kasih, sayang." Malik mengecup kepada samping Zara. "Ayo kita sarapan."

"Kamu tidak kerja?" Tanya Zara yang baru menyadari Malik memakai pakaian rumahan.

"Tidak. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu denganmu."

"Jadi tadi kamu menelpon teman kantormu untuk bilang tidak kerja?"

"Benar sekali. Istriku yang pintar." Malik mengacak rambut Zara lembut.

Wanita itu hanya tersenyum bangga. Walau terpaksa. Sebenarnya yang ia ucapkan pada Malik barusan adalah sebagai penenang untuknya. Agar tak berpikir yang bukan-bukan tentang Malik. Memikirkannya saja dia tak sanggup. Tapi ia percaya Malik bukan orang seperti itu.

***

Hari ini Zara da Malik mulai menjalankan kehidupan mereka seperti biasa. Sepergian Malik ke kantor, Zara memutuskan untuk kerumah ayahnya. Kemarin dia tak membawa semua barang-barangnya disana. Hanya seperlunya saja. Termasuk handphone pemberian Malik ditinggalkannya disana.

Malik memintanya untuk kembali aktif di organisasi. Dia tak tega melihat istrinya harus bosan setiap hari dirumah. Berkali-kali Zara meminta untuk kembali bekerja ditempat lain. Tapi jawaban dari mulut suaminya itu tetap tidak.

Bukan tanpa alasan, Malik hanya takut kejadian seperti dulu terulang kembali. Kalau Zara kerja itu akan membuatnya kelelahan dan sulit mendapatkan anak. Entah mengapa mendengar cerita Anggi tentang kehamilan Bila membuat Malik ingin memiliki anak.

"Sayang, sudah selesai?" Panggil Malik dari dalam mobil. Ia memutuskan untuk mengantar Zara kerumah ayahnya.

"Iya sebentar." Zara keluar dengan bungkusan ditangannya.

"Apa itu?" Tanya Malik.

"Aku membuat bubur pedas untuk kak Bila. Kudengar dia tak pernah sarapan karena morning sicknessnya. Jadi aku membawanya ini. Siapa tahu dia selera."

Malik hanya mengangguk lalu menjalankan mobilnya menjauh dari rumah besar mereka. Sepanjang perjalanan Zara menceritakan semua yang terjadi selama Malik di Thailand. Tak terkecuali. Bahkan yang sudah diceritakannya berkali-kali.

Tanpa memprotes Malik mendengar dengan seksama semua yang diucapkan istrinya. Seolah beru pertama mendengarnya. Mood Zara sangat baik hari ini. Dia tak ingin memembuat mood Zara hancur.

"Nanti sore aku jemput, ya?" Ucap Malik setelah sampai dirumah ayah mertuanya.

"Kamu tidak lelah?"

"Tentu tidak, sayang. Malah lelahku hilang saat melihatmu."

Zara menatap malik datar mendengar gombalan recehnya. Entah sejak kapan lelaku itu jadi jago merayunya. "Terserah."

"Eits tunggu dulu." panggil Malik saat Zara hendak keluar dari mobil.

"Apa lagi?"

"Ini belum." Malik mengecup pipi istrinya singkat. "Sudah sana masuk."

"Ckk modus! Baiklah aku pergi." Zara melambaikan tangannya saat mobil Malik menjauh.

Tanpa memencet bel Zara masuk kerumah ayahnya itu. Ia tak melihat Bila diruang tamu seperti biasa.

"Kak Bila!"

"Didapur, Zara." Bila menyaut dari dapur dengan suara lemah. Langsung Zara berlari mencari sang kakak ipar. Ia melihat Bila menunduk diwastafel. Mungkin morning sicknessnya kumat.

"Kakak tak apa?" Tanya Zara seraya memijat tengkuk Bila.

"Tidak apa-apa. Hanya sebentar kok." Wanita itu terus berusaha mengeluarkan semua yang menggejolak dalam perutnya.

"Sudah sarapan, kak?" Bila menggeleng. "Ayo sarapan aku sudah membuat bubur pedas untukmu."

"Aku takut mual."

"Karena mual harus diisi. Nanti kakak masuk angin."

"Apa tak ada obat morning sick?"

"Aku tak tahu, kak. Mungkin makan adalah obatnya."

"Tapi suapin, ya?" Pinta Bila dengan puppy eyesnya.

"Siap boss!"

***

Ini part terpaksa btw hmm

A Whole New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang