Chapter 42

8.8K 570 17
                                    

Happy reading

Diruangan bernuansa biru laut itu cukup hening. Walau tidak di pungkiri jika pemiliknya tengah duduk di sudut bed queen size nya. Tidak! Dia tidak duduk di atas benda super empuk dan lembut nan hangat itu. Melainkan duduk di dinginnya lantai keramik dengan kepala yang terbenam di antara lipatan lututnya.

Merasa bosan dengan gaya tersebut. Dia mengubah gayanya, dengan meluruskan kedua kakinya kedepan, dan meletakkan sebuah map coklat yang sedari awal ia genggam di atas kakinya. Memandang kosong map tersebut.

Hingga atensinya teralih ke pintu kamarnya yang di ketuk dari luar.

"Baby." suara lembut dan hangat mengalun indah di gendang telinganya memecah kesunyian di ruangan tersebut.

Tanpa melihat atau membuka pintu kamarnya, dia telah mengetahui siapa yang telah memanggilnya di seberang pintu sana.

"Baby, boleh eomma masuk?" tanya pemilik suara lembut itu. Setelah sekian detik tak mendapati jawaban dari seorang yang di panggilnya 'baby'.

"Tinggalkan aku sendiri, eomma." jawab seorang yang di panggilnya 'baby' tersebut. Datar dan dingin.

Itulah yang dapat di simpulkan dari seorang di seberang pintu tersebut. Menghela nafas, menyerah. Melangkahkan kakinya menjauh dari kamar putri tunggalnya.

Menuruni tangga dengan wajah lesu dan bahu lemas. Membuat seorang pria yang hampir berumur setengah abad mengernyit, bingung dengan sikap istrinya.

"Waeyo, yeobo?" tanya pria tersebut kepada wanita yang sedari tadi menuruni tangga dengan wajah lesu.

Mengalihkan pandangannya dari keramik yang di pijakinya. Wanita tersebut memandang sayu suami yang selama ini selalu di hormatinya, di sayangi dan di cintainya, tempat sandarannya, naungannya, dan tempatnya berkeluh kesah.

"Aku mengkhawatirkannya, yeobo." jawab wanita tersebut sambil duduk di samping suaminya.

Melihat istrinya yang lesu. Di dekapnya istri tercintanya, dengan sesekali mengecup sayang puncak kepala orang terkasihnya.

"She's fine. Don't worrying. Okay, baby?" ucap pria tadi masih dengan mendekap tubuh istrinya.

"Dia belum makan sejak malam. Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkannya. Bahkan dia tidak keluar dari kamar sejak pagi tadi. Aku benar-benar mengkhawatirkannya." kata wanita tersebut sambil mempererat pelukannya dengan tubuh bergetar.

"Stt... Don't cry. Okay." kata pria itu menenangkan istrinya yang mulai terisak. Dan istrinya hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.

.
.
.

"Hyung." panggil seorang pemuda saat memasuki ruangan monocrome yang lebih tua. Tak mendapat respon. Pemuda tersebut mengedarkan pandangannya. Hingga retinanya menangkap sesosok manusia yang sejak tadi di carinya sedang duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan dengan pandangan kosongnya.

Pantas saja pemuda itu tidak langsung melihat keberadaan yang lebih tua. Ternyata dia duduk di tempat yang lumayan gelap, mengingat matahari tak lama lagi akan berpulang ke peradabannya.

Menghela nafas, mendekati pemuda yang lebih tua darinya sambil menggerutu tidak jelas.

"Hyung." panggil yang lebih muda. Dan reaksinya tidak berubah. Masih bergeming di tempatnya. Sepertinya pemuda yang lebih tua tidak menyadari kehadiran pemuda yang satu tahun lebih muda darinya itu.

"Hyungie." lagi, panggilannya tidak di jawab membuatnya menggeram(?) kesal.

"Min Yoongi!" panggil yang lebih muda sedikit keras dengan mengguncang tubuh yang lebih tua.

Membuat yang di panggilnya Min Yoongi itu tersentak. Terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

"Omona. Joonie ah. Waeyo?" tanya Yoongi saat melihat wajah kesal Namjoon sambil menetralkan degub jantungnya yang menggila akibat reaksi terkejut yang di berikan pemuda di hadapannya tersebut.

"Kau kenapa, hyung?" tanya Namjoon dan duduk di samping Yoongi. Yoongi mengalihkan pandangannya dan menggeser posisi duduknya hingga kini mereka berhadapan.

"Apa pilihanku benar, Joonie?" lirih Yoongi sambil menundukkan kepalanya.

Hn? Rekor terbaru. Yoongi menunduk di hadapan Namjoon dengan ucapan lirihnya? Yang benar saja? Dimana harga dirinya yang setinggi langit itu?

"Entahlah, hyung. Aku juga tidak bisa berpikir saat ini. Bukankah orang tua Jihyo noona yang menginginkan perceraian ini? Bukan noona?" kata Namjoon.

"Bukankah kau lihat penolakannya minggu lalu?" tanya Yoongi masih dengan kepala tertunduk.

Semenjak insiden perang dingin Yoongi dengan ayah mertuanya dan perobekan surat cerai tersebut. Yoongi sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan keluarga Park. Bahkan, dia tidak pernah pulang. Dia masih butuh menjernihkan pikiran. Walau pikirannya selalu kosong. Dia bagai manusia tanpa jiwa. Benar-benar seperti mayat hidup.

Dan dua hari yang lalu, dia mengirimkan Jihyo map yang berisikan surat cerai. Dia menepati janjinya kepada ayah Jihyo jika dia akan mengurus ulang. Dan Yoongi juga telah membubuhkan tanda tangannya di surat cerai tersebut. Tinggal menunggu Jihyo untuk menandatangani surat tersebut, maka mereka sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.

Dan selama satu minggu ini pula, Namjoon harus extra sabar untuk menghadapi sikap Yoongi. Dengan tubuh tanpa nyawa itu, Namjoon mati-matian menasehatinya untuk melakukan ini dan itu. Bahkan sekarang Namjoon menghandle semua pekerjaan Yoongi di perusahaan di bantu dengan kakak sulungnya.

Dan Hoseok? Dia kembali ke Amerika sekitar tiga hari yang lalu, akibat urusan mendadak. Dan itu membuatnya harus mengeluarkan sumpah serapah di setiap menitnya. Dia tidak akan mungkin mau meninggalkan sahabatnya yang terpuruk di Korea jika urusan tersebut tidak penting. Dan terpaksa Hoseok harus menyelesaikan urusan tersebut dan kembali ke Korea secepatnya.

Namjoon menghela nafas melihat sahabat yang sudah seperti kakaknya itu sangat putus asa dan terpuruk. Memegang pundak Yoongi, membuat Yoongi mendongakkan kepalanya menatap langsung kedalam netra yang lebih muda. Dan mendapatkan senyuman hangat nan menenangkan dari Namjoon.

"Hyung. Utarakan isi hatimu. Bertemulah. Selesaikan urusan kalian berdua. Ingat! Hanya berdua!" kata Namjoon lembut dan juga tegas di saat yang bersamaan.

"Aku akan mengatur waktunya, hyung. Jadi, persiapkan dirimu." lanjut Namjoon dengan senyumannya hingga dimple yang tersembunyi di pipinya memunculkan pesonanya(?).

Mengundang Yoongi untuk ikut tersenyum kala yang lebih muda memberikannya senyuman yang sangat manis.

"Gomapta. Gomapta, Namjoonie." kata Yoongi dan memeluk erat tubuh Namjoon.

Namjoon dengan senang hati membalas pelukan sahabatnya itu. Mengusap lembut punggung Yoongi. Memberikan kekuatan dan semangat.

T
B
C

Annyeonggggg... Gimana sama chapter ini? Moga aja terhibur yaa...

Next chapt aja.

Mungkin bentar lagi, ff ini bakal fin. Ntar kalau udah end, mampir ke ff aku yang lainnya ya. Aku rencana mau buat lagi kayaknya 3 deh,
Cast utamanya JK. Terus yang kedua TH. Terus RM.

Aku bakalan buat satu-satu. Di setiap masing-masing member.

Tapi, buat JK, TH, sama RM. Genrenya mistery sama action. Hehe... Semoga kalian nanti suka.

Udah ah.. Next chapter aja. See you

My Husband is GRUMPY |Yoongi × Jihyo|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang