4..

161K 4K 23
                                    

Saat hati tidak bisa berkata yg sebenarnya, Rasa sakit akan memberi jawaban..

Alvano Bigantara






🌾🌾🌾

Alvano mendekati Alenta yg sedang duduk ditaman sendiri.
"Len, aku mau nanyak?" Alenta menyatukan alisnya, tumben Alvano ijin dulu bisanya juga langsung digas saja.
"Apa Van"
"Aku Mau nangih janji kamu" Alenta menatap Alvano bingung.
"Janji Apa?"

"Kamu bilang kalau aku bisa tanpa pacar kamu mau...?" Alvano sengaja menggantung ucapanya.
Alenta membulatkan matanya, bagaimana dia bisa lupa akan hal itu.
"Oh yg itu, aku serius Van kalau soal itu. Tapi aku gak percaya kalau kamu gak ada pacar sekarang" meskipun Alenta bersikap biasa, tapi degup jantungnya tidak bisa berbohong.

"Serius Len aku gak punya pacar, aku udah putusin mereka semua demi kamu" Alenta tersenyum seolah menggoda Alvano.

"Baiklah, ayo sudah dimana?"
"Takutnya kamu nangis nanti, besar loh Len" Alvano menaik turunkan alisnya

"Buktikan Van jangan cuma dimulut" tantang Alenta.
"Nanti kalau aku aku buktika, kamu pasti cerita sama Andin, kalian kan sahabat sejati" sindir Alvano.
Ya selama ini apapun pasti itu Alenta sesalalu memberi tau Andin.

"Gaklah buat apa aku menceritakan aib ku sendiri"
"Oke kamu seriuskan"
"Iya, kenapa memangnya" Alvano tidak menyahut Justru pergi dengan senyum bahagia.
Alenta sangat bingung, apa sebenarnya yg diinginkan Vano.

Alenta pov

Aku sedang serius membaca novel ditanganku tapi Vano dan Andin tidak henti hentinya bercanda. Aku bangkit berdiri.
Entah mengapa melihat Vano bercanda bersama Andin membuat ku sangat marah.
Apakah aku cemburu.? Tidak itu tidak mungkin.

"Din aku keperpus dulu" Vano menahan tangan ku.
"Aku ikut" katanya tanpa dosa.
"Gak usah urus aja urusan kamu" ketus ku, aku benci padanya saat ini.

"Kamu marah Len, aku salah apa?" Aku tidak menyahut justru menepis tangan Vano dan segera menjauh. Terserah mereka mau berpikir apa tentangku. Yang jelas aku ingin sendiri saat ini.

Berkali kali aku menarik nafas lelah, sebenarnya aku sendiri sangat bingung dengan perasaanku saat ini. Tapi yg jelas Aku tidak ingin berada didekat Vano.
Ake segera menyusuri rak buku, disaat seperti ini aku lebih memilih menenangkan diri ditempat yg sepi.

"Alen" Kenapa dia harus kesini sih. Aku lagi lagi harus menghembuskan nafas lelah.

"Apa lagi Van, pergi sana aku mau sendiri" Bukanya pergi dia justru semakin mendekat kearahku. Aku tidak bisa lari karena dibelakangku dinding, sedangkan dikiri dan kananku ada rak buku.
Dia berdiri didepan ku dan mengunci tubuh ku dengan kedua tanganya.

Aku tidak berani menatap Vano saat ini. Jujur aku sangat gugup.
"Liat aku" perintahnya. Aku menatapnya tajam.
"Lepas Van, malu diliat orang"
"Gak akan ada yg liat"
"Tapi Van aku gak mau orang salah paham" ingin rasanya aku marah marah disini. Tapi tempat ini tidak memungkinkan untuk itu.

"Jawab dulu Alen, kamu marah sama aku, aku salah apa?" Aku tidak berani menatapnya.
"Kamu gak salah Van, tapi aku yg salah"
"Liat aku, bilang apa masalahnya, kenapa kamu sampai menghindar dari aku"
Bagaimana aku bisa menjelaskan sesuatu yg aku sendiri tidak mengerti.
Aku menatap Vano dan tersenyum. Meskipun senyum terpaksa.
"Gak ada apa apa Van, aku cuma kepikiran orang rumah" dustaku.

Seperti tidak puas dengan jawabanku. Dia justru semakin mendekat. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya diwajahku. Dia seperti ingin menciumku tapi saat tinggal lima senti dia menjauh dan melepaskan ku. Kenapa aku merasa kecewa. Tidak seharusnya aku merasa seperti ini.

ALENTA(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang