Apa ini hidayah ?

3.4K 147 16
                                    

"Assalamualaikum."

Amelia memasuki rumah dengan suasana hati yang sedang kacau, lagi-lagi pesan yang ia kirimkan hanya di baca oleh Farhan. Rasanya dia sudah tak sanggup menahan sendiri perasaan ini, Amelia sadar Farhan bukanlah tipe laki-laki yang bisa di ajak berpacaran.

Mungkin sebaiknya harus di ajak menikah saja. Batinnya menggerutu.

Amelia melihat ayah dan ibunya sedang menonton Tv di ruang keluarga, wajah lesu Amelia berubah tersenyum melihat pemandangan keluarga yang jauh dari permasalahan. Dia jadi berkhayal lagi, seandainya menikah dengan laki-laki seperti Farhan pasti dia akan bahagia dunia dan akhirat. Pasalnya, Fahri laki-laki yang sangat ketat dalam mempelajari ilmu agama. Amelia mulai senyum-senyum sendiri lagi, ia merasa tergelitik dengan lamunan  itu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam." Orang tuanya baru menjawab salam karena ucapan yang pertama tadi tidak terdengar oleh suara TV yang lumayan kencang.

"Ko baru pulang, Sayang? , duduk sini!" Amelia menghampiri sang ibu yang mulai bergeser dan memberikan tempat duduk untuk putrinya.

Amelia duduk di antara kedua orang tuanya sembari merangkul manja perempuan yang sudah tak muda lagi. Sang ibu mengusap lembut rambut Amelia yang di biarkan terurai dengan indah.

"Ibu, Ayah. Amel boleh bertanya?"

"Tanya apa, Nak?" sahut Ibu yang masih memeluk Amelia dengan hangat.

"Apa Amelia boleh menikah sekarang-sekarang?"

Ayah Amelia melirik anaknya dengan tatapan tajam, dia merasa heran karena Amelia tidak pernah terlihat membawa pacar atau bahkan memperkenalkan seorang laki-laki sebagai teman.

"Emang kamu sudah punya pacar?"

"Belum."

Ayah semakin bingung dengan jawaban Amelia .

"Maksud Amelia pacar gak punya, tapi calonnya udah ada."

"Ko bisa?" Tanya ayah semakin tidak mengerti.

"Bisa dong, di izinan gak?"

"Kalo di izinin, nanti Amelia bawa ke sini. Ayah sama Ibu pasti suka, dia laki-laki yang sangat soleh," Jelasnya.

"Ya, di izinin. Dari pada mendekati zina. Lagian umurmu juga sudah cukupkan? dua puluh Tiga tahun, Sudah cukup lah untuk berumah tangga," Jawab ayah tanpa basa basi.

Amelia terseyum senang dan mengecup pipi ke dua orang tuanya, serta berpamitan untuk masuk ke dalam kamar. Sementara ayah dan ibu masih tidak paham dengan sikap anaknya itu.

"Kenapa Bapak izinkan?" ibu mulai gelisah, entah kenapa pikiran ibu kali ini kurang sependapat dengan jawaban yang ayah lontarkan kepada Amelia.

"Jika sudah ada yang cocok lebih baik di segerakan, Bu. Jangan sampai anak kita terjerumus ke dalam hal yang tidak baik. Menikah itu ibadah, Bu. Amelia tadi bilang kan, jika laki-laki itu adalah seseorang yang soleh."

Ayah menggenggam tangan ibu, entah kenapa ayah melihat suatu ke khawatiran yang menyeruak dalam batin istrinya. 

"Anak kita itu anak yang baik, Bu. Tidak pernah kita mendengar sesuatu yang salah dari dia, jika dia mau menyempurnakan ibadahnya sebagai orang tua kita harus mendukungnya."
Ayah mencoba meyakinkan istrinya, karena memang benar jika Amelia tidak pernah membuat masalah sejauh ini.

"Ibu mempunyai firasat yang tidak enak yah kali ini, tapi semoga saja apa yang Ibu pikirkan salah setelah bertemu dengan calon Amelia."


°°°

Amelia masih tersenyum sendiri di dalam kamar dengan menatap layar ponselnya saat ini. Sebuah foto laki-laki yang didambanya menjadi penghias wallpaper ponsel berlayar lima inch itu.

"Gak tau kenapa aku bisa cinta sama kamu, padahal banyak loh yang suka sama aku. Tapi aku tolak demi kamu." Amalia tersenyum penuh bahagia, dia berbicara pada ponselnya sendiri dan memeluknya dengan sangat erat.

  Beberapa menit kemudian Amelia segera beranjak dari tempat tidur dan membuka lemarinya, mengeluarkan semua isi dari lemari berbahan kayu jati tersebut dengan sangat antusias.

  Seketika ia mengerenyitkan dahi karena yang di cari tidak di temukan. Ia berpindah ke lemari yang lain dan mengacaknya lagi. Ternyata ia mencari beberapa koleksi hijabnya yang sudah lama tak terpakai.

Seketika senyum Amelia mengembang menatap wajah nya di cermin, dia merasa sangat pantas memakai jilbab pasmina dengan nuansa biru muda. Memang benar jika wanita itu sangat terlihat cantik ketika menutup auratnya.

Amelia meraba cermin yang ada di hadapannya, dengan tetapan kagun dan mata berbinar. Dia merasa saat ini menjadi Amelia yang baru, ketenangan dan kesejukan menyeruak dalam diri Amelia.

Ketenangan kali ini sangat berbeda dari yang biasa ia rasakan, perasaan yang begitu nyaman .

Ada apa ini ?

Tanya Amelia mulai muncul dari dirinya, dia tak bisa membendung air mata, entah perasaan apa yang kali ini di rasakan. Rasanya sangat aneh, namun menenangkan .

Amelia meraba hijab yang telah ia kenakan, lalu menyimpan tangannya dibagian dada. Merasakan setiap detakan irama jantungnya.

"Astagfirullah. Ada apa dengan hidupku, ya Allah?"

Amelia merasakan sesak dan sakit di bagian dada, tenggorokan yang terasa mengganjal. Pipi yang mulai memanas dan air mata yang memaksa untuk keluar dari tempatnya. Tubuh Ameliapun ambruk di lantai dengan tangis yang kian mengencang.

Toktoktok

Suara ketukan pintu tak di anggap Amelia, dia masih berkutat dengan perasaannya sediri.
Pintu Amelia terbuka perlahan untuk beberapa detik, terlihat wanita dengan wajah sendunya menghampiri dan memeluk Amelia dengan penuh cinta.

"Ada apa, Amelia?" tanyanya.

"Dosaku begitu banyak, Bu," ucap Amelia dengan terisak di pelukan sang ibu. Ibu Amelia tersenyum dengan air mata yang mulai membasahi pipinya secara perlahan.

"A-apa Allah akan memafkanku, Bu?" tanya Amelia.

Ibu melepas pelukannya dan mengangkat wajah Amelia, dia melihat mata Amelia yang sudah basah oleh buliran bening itu.

"Dengarkan Ibu baik-baik, Nak. Allah maha pengasih dan penyayang...Apa kita bisa menghitung seberapa banyak kenikmatan yang Allah berikan? lalu apa kita bisa menghitung seberapa banyak dosa yang sudah kita perbuat? yakinlah, Nak. Tidak ada kata terlambat untuk menjemput setitik hidayah, tak ada kata terlambat untuk melangkahkan kaki menuju kebaikan." ucapan wanita paruh baya itu terhenti sejenak melepaskan napas yang kian sesak.

"Ini waktunya kamu berubah Amelia, menjadi Amelia yang baru, menjadi Amelia yang lebih baik lagi. Ini cara kamu bersyukur kepada Allah masih di berikan hembusan napas sampai detik ini. Kita sebagai manusia kadang hanya berpikir di detik ini saja, tapi bagaimana dengan detik selanjutnya? yakinkah kaki kita masih menginjak tanah? atau bahkan kita sudah terbaring di dalam tempat yang gelap tanpa ada keluarga, teman atau sanak keluarga yang menemani."

"Ibu menyayangimu nak, Ibu ingin kita berkumpul bersama di surganya Allah."

Seisi ruanganpun pecah dengan tangisan Amelia yang begitu kerasnya. Dia memeluk ibunya dengan sangat erat dan lebih erat lagi. Ucapan istighfar tak berhenti dari bibir Amelia, di ucapkan dengan penuh ke ikhlasan dan kepasrahannya pada sang maha kuasa.

Terimakasih untuk para pembaca , semoga kalian senang dengan cerita baru ku ini :)

Bukan Surgaku [END][REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang