Menjelang Pernikahan

3.3K 132 10
                                    

Aisyah merapikan jas yang akan di kenakan Farhan malam ini, ia melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul 19.00 WIB. Sikap Aisyah terlihat gelisah karena biasanya Farhan sudah berada di rumah sebelum maghrib.

"Kenapa Aisyah?" tanya Annisa.

"Tidak apa-apa," jawab Aisyah dengan senyum yang  dipaksakan .

Sekitar dua jam yang lalu Annisa sudah berada di rumah Aisyah, ia akan ikut mengantar Farhan ke rumah Amelia. Semua ini adalah permintaan dari Aisyah, bahkan Annisa tidak bisa menolak untuk kali ini sebab dia tidak ingin menambah kekecewaan pada diri Aisyah.

"Aisyah, kamu baik-baik saja?" tanya Annisa. Aisyah hanya tersenyum dan menggeleng perlahan.

"Farhan pasti pulang, dia tidak mungkin akan ingkar dengan janjinya." Annisa berusaha menenangkan Aisyah, sementara Aisyah hanya bisa tertunduk lesu.

"Annisa, boleh aku meminta sesuatu padamu?"

"Apa itu?"
 
Aisyah kembali tertunduk dan menghela napas berat.

"Tolong genggam erat tanganku saat Mas Farhan mengucap ijab qabul," ucap Aisyah dengan nada lirih.

"Aisyah ...." Annisa begitu terperanjat mendengar perkataan sahabatnya. Ia mengusap lembut punggung Aisyah seraya menenangkan keadaan.

"Tidak, Annisa. Aku tidak minta di kasihani, aku hanya ingin ada yang menguatkan. Hanya itu."

"Aisyah, aku tahu. Sebagai sahabat yang baik, aku akan tetap ada di sampingmu."

Kini keduanya saling menatap dan tersenyum di balik luka yang tersembunyi.

"Assalamualaikum." Suara Farhan terdengar samar-samar dari arah luar. Aisyah tersenyum lega karena pada awalnya dia takut jika Farhan akan melakukan sesuatu agar pernikahan ini tidak terlaksana.

"Waalaikumsallam," jawab Annisa dan Aisyah serempak. Suara langkah kaki semakin terdengar mendekat. Jantung Aisyah semakin tak beraturan, entah harus dimulai dari mana pembicaraan bersama suaminya nanti. Sementara Farhan masuk dan memandang kedua wanita di hadapannya dengan wajah datar, Aiysah segera berdiri dan menghampiri Farhan dengan bersikap seperti biasa.

"Mas, aku pikir kamu--"

Belum selesai berbicara Farhan mengangkat tangannya menghentikan ucapan Aisyah.

"Aku laki-laki yang akan selalu menepati janji, Aisyah. Apa lagi kepada istriku sendiri." Ucapan Farhan terdengar menusuk perasaan Aisyah, padahal sedari tadi ia begitu gelisah menunggu kedatangan dirinya.

Farhan menoleh ke arah Annisa. Annisa menjadi tidak enak hati menguping percakapan suami istri yang sebenarnya tak boleh ia dengarkan. Namun apa daya, situasi memaksa ia mengetahui semuanya.

"Aku mandi dulu. Tunggulah sampai keluargaku datang, setelah itu baru kita berangkat."

Aisyah hanya mengangguk, dia merasa canggung dengan nada bicara Farhan yang begitu datar. Perasaan bersalah semakin menyelimuti hati Aisyah, dia kembali duduk di samping Annisa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Astagfirullah ...."

Annisa kembali mengusap lembut punggung Asiyah. Sebenarnya ia sangat ingin memberikan masukan kepada Aisyah, tetapi rasanya ia tak boleh masuk terlalu dalam pada persoalan rumah tangga sahabatnya itu.

°°°

Di tempat lain seorang wanita memandangi wajahnya di cermin, ia begitu kagum dengan riasan MUA pilihannya. Sanggulan dan beberapa helai melati menghiasi rambutnya yang indah. Amelia memang sudah tidak memakai jilbab lagi sejak kejadian waktu itu.

"Mbak Amelia cantik sekali," puji Arum salah satu perias di sana .

"Terima kasih. Ini karena hiasanmu," tutur Amelia.

Senyum Amelia terlihat mengembang tak hentinya, rasa bahagia menyelimuti dirinya kini. Bagaimana tidak, dia akan memiliki laki-laki yang begitu ia cintai dengan sepenuhnya. Rasa bersalah yang pernah ia rasakan kemarin kini ia lupakan, Amelia hanya meyakini jika ini sudah jadi takdir Allah.

"Amelia ..."

Ratna sudah berdiri di belakang kursi yang di duduki putrinya. Dia menatap Amelia dari cermin yang ada di hadapannya. Entah apa yang di rasakan Ratna, matanya terlihat sayu dan sembab seperti usai menangis .

"Ibu," panggil Amelia.

"Kamu cantik," Puji Ratna. Ia membelai bahu putri samata wayangnya. Ratna tetap memasang senyum yang ia paksakan sedari tadi. Sebenarnya hati kecil Ratna tidak rela melepas putrinya menikah dengan pria yang sudah beristri. Sebagai seorang wanita ia paham betul jika akan banyak hati yang tersakiti dengan pernikahan ini. Namun, Ratna sudah sangat pasrah dengan keputusan putrinya.

"Ibu, Maafkan aku jika aku terlalu banyak membuat Ibu menangis." Amelia mengusap lembut tangan sang  ibu yang masih memegang bahunya.

"Jangan berkata seperti itu."

"Amelia akan menikah, Bu. Farhan akan jadi suami Amelia. Amelia bahagia, Bu."

Tidak terasa Air mata seorang Ibu menetes dengan perlahan. Ratna sangat takut jika hati putrinya akan tersakiti suatu saat nanti.

"Amelia, jaga dirimu baik-baik. Jadilah istri yang baik untuk Farhan!"

"Insya Allah, Bu. Itu sudah pasti."

Ratna segera berpamitan kepada putrinya untuk pergi ke depan. Sementara Icha sudah berada di depan pintu kamar yang saat itu terbuka lebar. Ratna mempersilahkan Icha masuk dan segera beranjak untuk membantu mempersiapkan acara yang sebentar lagi dimulai.

"Lo cantik banget," Puji Icha dengan memasang wajah kagum.

"Gue udah cantik dari sononya," jawab Amelia sembari terkekeh geli.

"Iya deh, iya."

"Mel, lo udah yakin?" tanya Icha memastikan.

"Apa sih, Cha? Mulai lagi deh." Amelia nampak tidak senang dengan pertanyaan Icha yang  selalu membuat perasaannya semakin bersalah .

"Maaf! gue hanya khawatir."

"Amelia, ayo turun! rombongan pengatin pria sudah datang," Panggil sang ibu.

"Alhamdulillah," tutur Amelia senang.

Lantas mereka turun secara bersamaan, dan kini tugas Icha memegang kebaya Amelia yang terjuntai.

Hari ini cuman segini ya , maaf jika saya telat update. Selamat membaca ^^

Bukan Surgaku [END][REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang